MENGISI istirahat makan siang hari ini, saya menonton tayangan yang menyajikan sosok muda dengan pidato kebangsaannya.
"Yang dibutuhkan oleh generasi muda adalah kesempatan. Kesempatan untuk membuktikan bahwa MUDA adalah kekuatan; kekuatan dalam pemikiran dan perbuatan," demikian ucapan Agus Harimurti Yudhoyono, seorang ketua umum salah satu partai di negara ini.
Jauh dari negara Indonesia, tepatnya di Inggris, seorang pria yang usianya hanya empat tahun lebih muda dari AHY dipercaya menjadi seorang pemimpin klub sepak bola elite di Premier League.
Menjadi pendukung Arsenal apalagi setelah era Invicible tidaklah mudah. Paling tidak, itu yang saya lihat dari seorang kawan yang juga berprofesi sebagai praktisi HR.
Memang benar bahwa Arsenal masih bisa meraih beberapa trofi Piala FA setelah 2003-2004, tahun The Gunners menjadi juara Liga Ingris tanpa terkalahkan.
Baca juga: West Brom Vs Arsenal - Lacazette dan Aubameyang Kembali, Arteta Girang
Bahkan, Piala FA terakhir diraih saat Mikel Arteta sudah menjadi nahkoda tim.
Tetap saja, gengsi menjadi juara Premier League tentu lebih tinggi tingkatannya dibandingkan Piala FA, Piala Liga, dan ajang pembuka musim bertajuk Community Shield.
Musim Liga Inggris 2021-2022 baru menggelar dua pertandingan. Namun, para pendukung Arsenal pun sudah sangat kecewa.
Dua kekalahan beruntun tanpa mencetak satu pun gol telah menjadi rekor start terburuk Arsenal di Liga Inggris sejak klub ini didirikan pada Oktober 1886.
Para pendukung mulai kehilangan keyakinan mereka kepada sosok Mikel Arteta yang dahulu saat masih aktif bermain juga merupakan salah satu kapten tim.
Tagar #ArtetaOut sudah semakin berisik dikumandangkan para penggemar.
Mungkin, reaksi negatif ini muncul sebagai akumulasi kekecewaan akan kapasitas Mikel Arteta dalam memimpin tim sebagai seorang manager.
Sebagai seorang yang masih muda dari sisi usia, sebenarnya Arteta bukanlah sosok kaleng-kaleng terutama soal strategi permainan.
Baca juga: Arteta dalam Tekanan di Arsenal, Antonio Conte Siap Jadi Pengganti?
Menurut saya, sosok Arteta merupakan salah satu harapan dalam sepak bola modern.
Maklum saja, Arteta sangat mengidolakan gaya bermain Marcelo Bielsa.
Dirinya pun mendapatkan bimbingan spesial dari Pep Guardiola saat masih bersama di Manchester City.
Arteta menganut prinsip penguasaan bola di mana gaya main yang diinginkan bertujuan untuk menghadirkan superioritas di lapangan, baik saat menyerang maupun bertahan.
Namun, hal tersebut yang hilang saat Arsenal berjumpa Brentford pada laga pertama musim maupun ketika bersua Chelsea sepekan berselang.
Tidak bisa memainkan sejumlah pemain-pemain andalan seperti Alexandre Lacazette, Pierre-Emerick Aubameyang, dan juga bek anyar Ben White boleh menjadi satu alasan mengapa Arsenal belum lagi menampilkan permainan terbaik.
Tetapi, yang namanya pendukung fanatik apalagi seorang glory hunter tidak akan bisa menerima alasan tersebut.
Dua kekalahan beruntun di awal musim dari dua tim asal kota yang sama yakni London sudah sangat menyakiti hati penggemar.
Baca juga: Arsenal Sedang Kritis, Nasib Mikel Arteta Diputuskan Oktober?
Pada Sabtu (28/8/2021), Arteta dan Arsenal sudah ditunggu Manchester City.
Bukan perkara mudah bagi Arsenal untuk bisa mencuri poin dari The Citizens pada laga pembuka pekan ketiga nanti.
Satu hal harus digarisbawahi adalah sikap optimisme Mikel Arteta yang masih terjaga untuk membangun Arsenal.
Bagi saya pribadi, memang bukanlah hal yang adil untuk memberikan penilaian dan hukuman kepada seorang Arteta hanya dari dua pertandingan awal musim.
Arsenal bersama Arteta masih merupakan tim yang berisi pemain-pemain muda.
Perlu sebuah proses untuk melihat tim ini bisa menyajikan prestasi yang luar biasa.
Sebuah proses panjang dengan kekuatan yang belum lagi keluar dari sosok-sosok muda penghuni Stadion Emirates.
Melihat Arsenal memang harus utuh tak hanya sekadar gelar juara Liga Inggris semata.
Sejarah mencatat ketika Arsenal meraih gelar juara Premier League terakhir dengan predikat The Invicible, sang pelatih Arsene Wenger mencintai yang namanya proses.
"Penghargaan akan proses menjadikan sepak bola sebagai manusia sesungguhnya, bukan mesin uang semata..", ucap Arsene Wenger beberapa waktu silam.
Kesempatan sebagai manajer sudah diberikan. Kini, waktunya bagi Mikel Arteta menggunakan kans tersebut agar jati diri klub kembali terangkat.
Memahami pemikiran Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melalui pidato kebangsaan yang disampaikannya dalam rangka ulang tahun CSIS memang tidak berhenti pada urusan muda sebagai kekuatan.
Kita harus lebih sabar dan membaca utuh isi pidato kebangsaan yang disampaikan beberapa hari lalu.
Namun, saya sepakat dengan segmen untuk generasi muda.
Adalah benar bahwa kesempatan merupakan sesuatu yang dibutuhkan generasi muda Indonesia.
Kesempatan itulah yang harus dimaksimalkan oleh Agus Harimurti Yudhoyono dalam kapasitasnya sebagai seorang muda.
Dalam level tertentu, sesuatu yang disebut sebagai kesempatan sudah dimiliki AHY.
Pria yang baru genap berusia 43 tahun pada bulan Kemerdekaan tahun ini adalah seorang ketua umum partai.
Tak banyak anak muda bisa memiliki kesempatan seperti yang AHY dapatkan.
Tak ada karpet merah untuk bisa terpilih menjadi pemimpin bangsa masa depan, meski istana bukanlah tempat yang asing bagi AHY.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.