"Sangat mengecewakan karena kami telah membawa masalah ini ke AFC beberapa waktu lalu dan belum ada keinginan untuk meningkatkan perlindungan terhadap pemain dalam kondisi ini."
Takuya Yamazaki mengatakan bahwa NDRC merupakan salah satu mekanisme penting bagi seorang pemain untuk mendapatkan perlindungan terkait kontrak.
"Mungkin terlihat aneh tetapi Indonesia salah satu negara terbaik di Asia dalam hal struktur football governance. Alasannya adalah karena Indonesia telah menerapkan NDRC," ujar Chairman FIFPro Asia tersebut.
Baca juga: Liga 1 Ditunda Lagi, Bagaimana dengan Klub yang Sudah di Yogyakarta?
Indonesia menjadi salah satu pilot project FIFA untuk NDRC bersama Kosta Rika, Siprus, dan Kroasia.
Akan tetapi, ia mengakui bahwa keberadaan NDRC dengan sendirinya pun tidak cukup.
"Alasan kita perlu NDRC adalah manajemen klub suka langsung mengambil kesimpulan memangkas gaji. Apalagi di situasi pandemi ini."
"Namun, ini tak akan baik di jangka panjang. Memangkas gaji atau memutus kontrak tanpa memperhitungkan dampak ke industri, maka industri ini akan melorot."
"Tidak ada pemain di masa depan yang akan datang ke Indonesia walau negara ini adalah salah satu negara sepak bola terbaik di Asia Tenggara. Kami perlu menghindari situasi seperti ini, jadi kami mendorong semua stakeholder untuk berdiskusi."
Yamazaki juga mengutarakan kalau pihaknya tak menutup kemungkinan untuk pengurangan gaji di saat keuangan klub menderita di tengah pandemi.
Akan tetapi, langkah-langah yang diambil harus benar.
"FIFPRo dan semua anggota tidak menutup kemungkinan pengurangan gaji, selama kita telah mengadakan diskusi efektif bersama," ujarnya.
"Kita sudah mengambil opsi untuk mengurangi gaji. Namun, keputusan harus melalui dialog kolektif dengan informasi yang mencukupi, terutama informasi finansial dari klub," tutur Yamazaki lagi.
"Ini hal yang kurang di banyak negara Asia. Banyak negara Asia yang terlanjur mengurangi gaji pemain tanpa dialog kolektif dengan asosiasi pemain. Ini yang harus kita hindari."
PSSI memberikan klub-klub Liga 1 dan Liga 2 wewenang untuk hanya membayar para pemain mereka sebesar 25 persen gaji melalui Surat Keputusan PSSI Nomor 48 pada akhir Maret 2020.
Hal ini mendapat banyak kritik dari stakeholder sepak bola karena keputusan diambil secara unilateral tanpa melibatkan pemain.
Hal ini diperbaiki di renegosiasi kedua ketika PSSI mengeluarkan aturan baru lewat Surat Keputusan PSSI nomor 53 pada akhir Juni yang menetapkan negosiasi gaji di kisaran 50 persen untuk pemain Liga 1 dan 60 persen untuk Liga 2.
Renegosiasi gaji juga tak memperbolehkan pemain menerima bayaran di bawah UMR (Upah Minimum Regional).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.