MALANG, KOMPAS.com - Arema FC tidak terima dengan sanksi berupa denda Rp 75 juta yang dikeluarkan oleh Komisi Disiplin PSSI atas kericuhan yang terjadi dalam laga pembuka Liga 1 2019 antara PSS Sleman versus Arema FC di Stadion Maguwoharjo, Sleman, pada Rabu (15/5/2019) lalu.
CEO Arema FC, Agoes Soerjanto, mengaku berang dengan keputusan Komdis itu sebab kericuhan justru terjadi karena panitia pelaksana pertandingan tidak siap. Karena itu, Arema FC yang merupakan tim tamu akan mengajukan banding atas sanksi yang diterimanya.
"Apalagi ini laga pembuka, panpel tentunya sudah harus mempersiapkan jauh lebih baik dari laga biasa. Faktanya, justru timbul ricuh karena ketidaksiapan panpel. Jika tidak siap sejak awal, ajukan penundaan," katanya melalui keterangan tertulis, Senin (20/5/2019).
Agoes menilai, panitia pelaksana pertandingan PSS Sleman telah gagal menjalani amanah sebagai tuan rumah laga pembuka kompetisi Liga 1. Padahal, laga pembuka sangat penting karena dihadiri oleh kepala daerah setempat, petinggi PSSI, dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku penyelenggara.
Baca juga: Ke Olimpiade 2020, Lalu Muhammad Zohri Terus Melaju
Agoes mengatakan, sejak awal, Aremania atau suporter Arema FC sudah berkoordinasi dengan pihak panpel terkait dengan kuota sebanyak 2.000 tiket yang disediakan. Sayang, Aremania yang datang pada laga pembuka tidak diberikan rasa aman.
"Bayangkan, Aremania seminggu sebelum berangkat ke Sleman sudah koordinasi dengan manajemen, juga panpel, terkait keberangkatan, keamanan, dan soal tiket," katanya.
Terlepas dari adanya klaim bahwa kericuhan itu akibat ulah provokator, Agoes menilai panpel telah gagal menjalankan tugasnya karena tidak sanggup menguasai keadaan.
Agoes juga menyayangkan pernyataan salah satu panpel yang semakin memprovokasi Aremania saat kericuhan berlangsung. Padahal, pihak panpel sudah mendapat pelatihan dari LIB selaku penyelenggara kompetisi.
Baca juga: Mendengarkan Danurwindo, dari Birmingham-London Kembali ke Birmingham
Agoes menyampaikan, berdasarkan laporan kepolisian, ratusan Aremania menjadi korban kericuhan itu. Kendaraan yang ditumbangi Aremania, seperti bus, minibus, mobil, serta motor rusak.
"Bahkan, Aremania di luar stadion mulai laga berlangsung sampai pulang dilempari mercon, flare, kembang api, bahkan ada molotov, batu, dan benda benda tajam. Bagaimana tidak berdampak secara psikis kepada pemain dan suporter saat itu. Bahkan, sekarang masih ada yang mengalami trauma," katanya.
Atas dasar itu, Agoes mempertanyakan keputusan Komdis PSSI tersebut. Sebagai suporter tamu, Agoes menilai Aremania hanya berusaha bertahan dari berbagai pelemparan oleh suporter tuan rumah.
Baca juga: Kerusuhan Suporter di Indonesia Bikin Striker Arema Ini Bingung
"Mereka sebagai tamu merasa ingin menahan diri. Bayangkan kalau mereka hanya diam. Akan banyak korban berjatuhan. Bayangkan kalau mereka tidak berusaha melindungi kendaraannya yang diserang," katanya.
"Harusnya obyektif Komdis mengambil keputusan. Jika mereka (Aremania) membalas karena ingin mempertahankan diri dihukum, saya khawatir ke depan akan berdampak pada perilaku suporter," katanya.
Agoes akan membawa semua bukti yang didapat saat kericuhan berlangsung sebagai landasan pengajuan banding atas sanksi tersebut.
Selain sanksi untuk Arema FC, Komdis juga mengeluarkan sanksi untuk panpel pertandingan PSS Sleman berupa penutupan sebagian stadion pada tribun selatan sebanyak empat kali dan denda Rp 50 juta.
Komdis juga memberikan sanksi untuk PSS Sleman berupa denda Rp 150 juta akibat ulah suporter yang menyebabkan pertandingan sempat terhenti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.