Mochammad Iswanul Munir yang masih berada di area stadion pun mengatakan situasi di luar stadion tidak kalah mencekam.
Banyak jeritan wanita, tangis anak-anak, diselingi letupan tembakan gas air mata.
"Banyak yang keluar anak-anak kecil. Aku banyak nolongin anak-anak kecil dan ibunya," ujar mahasiswa tingkat akhir itu berkisah.
"Aku taruh di pos, kukasih air untuk cuci muka. Ada ibu-ibu yang bawa anak sudah sesak napas. Aku taruh di dekat pos karena lebih steril waktu itu. "
"Tidak lama barracuda mau nganter pemain Persebaya itu juga ada tembakan gas air mata lebih parah dari dalam. Barracuda tidak bisa lewat," tuturnya lagi.
Setelah ketegangan dan kepanikan sedikit mereda, Mochammad Iswanul Munir berinisiatif untuk ikut melakukan evakuasi korban semampunya.
Namun, saat masuk ke dalam stadion ia dihadapkan pemandangan yang tidak bisa dilupakan seumur hidupnya.
"Aku ikut evakuasi sampai pagi, mengangkat jenazah yang ada di stadion bersama teman-teman untuk dibawa ke rumah sakit. Saya bersama TNI juga diajak menyisir ke tribun," tuturnya.
Saat melakukan evakuasi korban di dalam stadion muncul banyak pertanyaan dalam benaknya.
Hal yang paling mengganggu pikirannya adalah penggunaan kembali gas air mata untuk membubarkan massa.
Padahal pihak keamanan juga sudah tahu sendiri keterkaitan gas air mata terhadap terciptanya kepanikan di Stadion Kanjuruhan pada tahun 2018 saat Arema FC melawan Persib Bandung.
Baca juga: 3 Bulan Tragedi Berlalu, Stadion Kanjuruhan Kembali Hidup tetapi Tak Lagi Sama
Pada saat itu gas air mata yang ditembakkan menciptakan kepanikan sehingga menimbulkan satu korban jiwa. Puluhan Aremania juga mengalami sesak napas dan kehilangan kesadaran.
"Aku masih heran kenapa harus pakai gas air mata, itu aja. Soalnya ada yang lebih bisa menyelesaikan, tidak harus pakai air mata misal pakai water cannon. Kejam sekali itu," ucap Mochammad Iswanul Munir.
Rasa simpati terhadap korban membuat Mochammad Iswanul Munir berharap kasus tragedi Kanjuruhan ini bisa diusut tuntas sampai keakar-akarnya.
Ia ingin seluruh pelaku ikut bertanggung jawab atas hilangnya nyawa 135 orang, bukan hanya pucuk pemegang keputusan.