KOMPAS.com - Petugas medis menjadi pihak yang memegang peranan penting dalam penanganan korban tragedi Kanjuruhan. Mereka berjuang di tengah keterbatasan dan kekacauan saat peristiwa memilukan itu terjadi.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, terjadi pada 1 Oktober 2022, tepatnya seusai laga Liga 1 antara tuan rumah Arema FC dan Persebaya Surabaya.
Dalam hitungan menit setelah laga Arema FC vs Persebaya berakhir, ratusan nyawa melayang meninggalkan raga yang sejatinya ingin pulang.
Mereka barangkali tak pernah menyangka akan kehilangan nyawa di stadion sepak bola yang katanya menawarkan kebahagiaan.
Baca juga: 7 Hari di Stadion Kanjuruhan
Bukannya menghadirkan kebahagiaan, stadion sepak bola, dalam kasus ini, terlihat seperti gelanggang maut.
Berdasarkan laporan terakhir, terdapat 131 orang meninggal dunia dan ratusan korban lainnya mengalami luka-luka dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan.
Banyaknya korban jiwa dalam tragedi Kanjuruhan tak lepas dari kepanikan yang terjadi setelah ada rentetan tembakan gas air mata dari aparat kepolisian.
Efek dari gas air mata itu membuat para korban panik hingga berdesak-desakan di sejumlah titik pintu keluar.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Kisah Aremania Minta Hentikan Tembakan Gas Air Mata, tetapi Diserang Polisi
Suasana mencekam dan situasi berisiko tinggi tak terelakkan. Bahkan, anak-anak ikut terjebak di dalamnya.
Petugas medis yang bertugas pada saat kejadian menjadi saksi kepanikan tersebut. Mereka berjuang menangani para korban di tengah keterbatasan.
Dr Isabella Anjelin selaku kepala unit gawat darurat Rumah Sakit Wava Husada di Kepanjen, Kabupaten Malang, menceritakan situasi ketika insiden terjadi.
"Sebagian besar tenaga kesehatan kami berada di ruang medis untuk membantu orang-orang yang dibawa ke sana," kata dr Anjelin, dikutip dari The Athletic.
"Kami juga terkendala keterbatasan peralatan dan obat-obatan. Kami hanya memiliki empat tabung oksigen," ujar dr Anjelin.
Baca juga: Catatan Jokowi soal Tragedi Kanjuruhan: Gas Air Mata dan Pintu yang Terkunci
Selain berbicara soal keterbatasan, Isabella Anjelin juga menggambarkan kekacauan yang terjadi di tengah insiden.
"Saya hanya bisa menggambarkannya sebagai situasi yang sangat kacau karena banyak orang meninggal dibawa ke sini," ucap dr Anjelin.