"Kami tidak bisa memastikan penyebab kematian karena ada banyak mayat, dan dokter yang bertugas malam itu sangat sedikit sehingga kami tidak bisa melakukan pemeriksaan ekstensif," katanya lagi.
"Banyak dari mereka yang mengalami hipoksia, dari panik, gas air mata, hingga berdempetan dalam ruang sempit, semua faktor itu berperan," tutur dr Anjelin menjelaskan.
Baca juga: Sembilan Poin Perkembangan Investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan
Situasi serupa juga digambarkan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan dr Bobi Prabowo.
"Saya mendapat laporan dari pusat panggilan darurat. Mereka mengirimi saya foto-foto korban di tempat kejadian," ucap dr Bobi.
"Tidak jelas apakah mereka hidup atau sudah meninggal. Kemudian saya menyiapkan ruang gawat darurat untuk kapasitas maksimum. Saya memberi perintah kepada semua petugas ambulans untuk melapor kepada saya dan enam ambulans disiagakan," ujar dr Bobi.
"Namun, karena tidak ada mobil yang diperbolehkan mendekati area stadion lantaran ada keributan (di luar stadion), saya menunggu informasi dari polisi setempat. Pada pukul 00.30 kami diberitahu oleh polisi bahwa kami bisa pergi (mendekati area stadion),” kata dr Robi.
Baca juga: Fokus Pertama TGIPF Diarahkan ke Pintu Keluar Stadion Kanjuruhan, Hari Pertama Tanpa Kesimpulan
Menurut laporan The Athletic, laporan pertama yang menyebut adanya situasi bahaya di area stadion muncul sekitar pukul 22.00 hingga 22.30.
Artinya, pihak rumah sakit membutuhkan waktu dua jam dari munculnya laporan pertama untuk bisa mengirim ambulans ke area stadion.
Hal ini membuat petugas medis melihat kesiapsiagaan terhadap bencana menjadi salah satu masalah utama dalam tragedi Kanjuruhan.
"Ini tentang kesiapsiagaan terhadap bencana. Tiga bulan lalu kami berlatih kesiapsiagaan darurat dengan petugas kesehatan dan polisi di wilayah Malang, tentang komunikasi, bagaimana mempersiapkan ambulans, bagaimana mengaktifkan tanggap darurat," kata dr Bobi.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Pesan untuk Mereka yang Cuci Tangan
"Selanjutnya kami berharap proses tanggap darurat bisa terstandarisasi, karena pengamanan orang, akses, dan koordinasi di dalam stadion sangat buruk," katanya.
Sementara itu, dr Anjelin menyoroti proses pengendalian massa selama insiden terjadi.
"Saya pikir pengendalian massa (adalah kuncinya), karena pada awalnya, kami tidak dapat memungkiri bahwa para penonton mulai turun ke lapangan," ucap dr Anjelin.
"Tetapi saya pikir mungkin ada cara lain untuk memitigasi kerumunan," tutur dr Anjelin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.