Mungkin hanya bisa dalam hitungan jari tim-tim Liga 3 yang memiliki stadion representatif dengan mode pengamanan yang mendekati standar keamanan pertandingan sepak bola.
Tidak itu saja, Pak Presiden! Masalah persepakbolaan di negeri kita ini cukup kompleks.
Izinkan saya menceritakan pengalaman saya sebagai Manajer Tim AC Majapahit yang berkompetisi di Liga 3 Jawa Timur musim lalu.
Pengelolaan dan penyelenggaraan kompetisi di-handle oleh Asprov PSSI Jawa Timur. Merekalah yang mengurus A hingga Z soal kompetisi, termasuk menunjuk salah satu Event Organizer (EO) untuk menggelar kompetisi Liga 3 Jawa Timur.
EO itu memiliki kewenangan menggandeng sponsor. Ada beberapa sponsor yang mau bekerjasama waktu itu.
Namun anehnya penyelenggaraan babak penyisihan grup diserahkan kepada klub-klub yang bersedia menjadi tuan rumah.
Kebetulan AC Majapahit bersedia menjadi tuan rumah salah satu grup penyisihan di Stadion Gajah Mada, Kabupaten Mojokerto.
Tidak ada subsidi apapun dari Asprov PSSI Jawa Timur maupun EO penyelenggara kepada tuan rumah atau tim peserta liga.
Tuan rumah hanya mendapat jatah 15 bola dari sponsor yang digunakan untuk pertandingan. Sementara seluruh tim peserta liga mendapat dua set jersey home dan away masing-masing 35 stel atau total 70 stel.
Asprov PSSI Jawa Timur dan EO cuma menanggung biaya transportasi, akomodasi, dan honor wasit yang ditugaskan memimpin pertandingan.
Pak Presiden yang saya hormati…
Salah satu lawan AC Majapahit adalah tim asal Tulungagung, sebuah kota yang berjarak sekitar 128 kilo meter atau bisa ditempuh selama 2 jam 47 menit melintasi tol Trans Jawa (Kertosono-Mojokerto).
Seluruh tim harus hadir di stadion pukul 08.00 untuk melakukan pemeriksaan tes swab antigen, sementara kick off pertandingan pertama dilakukan pukul 13.15.
Saya secara tak sengaja bertemu dengan beberapa pemain tim tersebut di depan Stadion Gajah Mada, Kabupaten Mojokerto sekitar pukul 07.00 di salah satu warung kopi.
Mereka menggelar tikar sambil tiduran. Saya bertanya kepada salah satu dari mereka. Katanya, mereka berangkat subuh dari Tulungagung karena tidak memiliki anggaran untuk menginap di Mojokerto.