Di samping itu, kompetisi dunia yang diikuti timnas sepak bola wanita Indonesia sangatlah minim, tercatat mereka baru pernah mengikuti kualifikasi Piala Dunia 2007 (tidak lolos), Piala Asia 2006 (tidak lolos) dan 2022 (lolos), serta Olimpiade Musim Panas 2020 (tidak lolos). Selain keikutsertaan timnas di ASIAN Games 2018 di mana Indonesia bertindak sebagai tuan rumah, praktis kompetisi bergengsi yang pernah diikuti oleh timnas hanya Piala Asia 2022.
Pada gelaran Piala Asia 2022 lalu pun, timnas sepak bola Wanita Indonesia tidak dapat berbicara banyak. Kondisi liga yang sedang berhenti karena pandemi amat sangat berpengaruh terhadap persiapan tim secara keseluruhan hingga penampilan timnas Indonesia menjadi kurang maksimal dan harus puas terhenti di fase grup.
Meskipun demikian, lolosnya timnas Indonesia ke Piala Asia 2022 membuktikan bahwa sepak bola putri kita bukannya tanpa potensi. Beberapa talenta sempat hadir ke permukaan, sebut saja pemain seperti Zahra Musdalifah atau Rani Mulyasari yang menjadi langganan timnas atau Ade Mustikiana dan Shalika Aurellia yang pernah mencicipi atmosfer trial klub sepak bola wanita internasional, nama terakhir bahkan sudah resmi menjadi pemain anyar dari Roma Calcio Femminile, klub asal Italia yang bermain di Serie B, kasta kedua dalam piramida sepak bola wanita di Italia.
Maka dari itu, akan sangat disayangkan jika talenta-talenta muda yang ada ini tidak dapat memaksimalkan potensinya hanya karena minimnya kompetisi resmi atau wadah mengasah kemampuan bermain sepak bola mereka.
Di sini juga peran klub profesional untuk "menjemput bola" diperlukan untuk turut serta mengembangkan bakat-bakat yang ada di dalam diri para srikandi muda Indonesia dan sama-sama mengikuti atau membuat kompetisi agar tercipta ekosistem sepak bola perempuan yang sehat.
Namun, semua itu tidak akan berarti jika masih belum ada kompetisi sepak bola perempuan profesional yang berjenjang dan berkelanjutan di Indonesia. Performa timnas sepak Bola wanita selama ini seharusnya menjadi alarm bagi PSSI dan federasi untuk bisa menaruh perhatian yang lebih besar terhadap sepak bola perempuan di tanah air secara keseluruhan.
Banyak bukti nyata di mana proses pembinaan dan liga yang baik bisa melahirkan bakat yang tumbuh dengan maksimal sehingga memungkinkan sebuah tim untuk meraih gelar juara. Timnas sepak bola wanita Amerika Serikat misalnya, memulai dominasinya di Piala Dunia dan Olimpiade sejak tahun 1985 dengan kompetisi antar-universitas yang sudah berjalan dengan baik sampai-sampai para pemain sepak bola wanita hebat seperti Mia Hamm hingga Alex Morgan bermunculan.
Jika butuh contoh yang lebih dekat lagi, Indonesia bisa banyak belajar dari bagaimana Jepang sukses membentuk timnas sepak bola wanita mereka untuk menjadi juara di Piala Dunia Wanita 2015. Jepang mulai membentuk timnas sepak bola wanita-nya sejak 1966 dan mulai menjalankan sistem liga profesional sedari 1989. Hal ini juga ditambah dengan kompetisi pembinaan yang dilakukan di seluruh negara pada level sekolah dan universitas.
Tentunya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan agar timnas sepak bola wanita Indonesia dapat menjadi tim yang disegani dunia. Penyelenggaraan kompetisi sepak bola wanita profesional, yang kompetitif dengan pembinaan usia muda di seluruh Nusantara, bisa menjadi awal agar talenta-talenta seperti Shalika atau Ade bisa disandingkan dengan pemain sepak bola wanita terbaik dunia seperti Megan Rapinoe atau Mina Tanaka untuk kelak membawa nama Indonesia ke pentas internasional melalui bahasa universal yang bernama sepak bola.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.