Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gabriella Putri Witdarmono
Master Sport Management, Columbia University, New York

Master Sport Management Columbia University, New York; kini bekerja di klub sepak bola.

Sepak Bola Wanita untuk Indonesia

Kompas.com - 09/05/2022, 15:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu anggapan kuno yang masih ada sampai sekarang adalah olahraga merupakan kegiatan eksklusif bagi laki-laki. Begitu juga dengan berkeringat di lapangan, berkompetisi, serta berkegiatan fisik lainnya.

Di sisi lain, perempuan yang berolahraga dianggap tomboi dan kurang feminin sehingga banyak perempuan yang menolak untuk berolahraga karena takut akan tekanan dari lingkungan sekitar. Padahal, olahraga mempunyai banyak dampak positif bagi semua orang, tanpa terkecuali.

Sejarah mencatat, ketidaksetaraan dan bias sosial bagi perempuan telah hadir di berbagai bidang kehidupan, termasuk olahraga. Secara historis, perempuan tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam acara olahraga dan peran mereka biasanya terbatas sebagai penonton.

Selain itu, tayangan olahraga atlet pria juga masih lebih diminati masyarakat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tayangan olahraga atlet perempuan berdasarkan laporan bertajuk Women in Sports dari YouGov pada 2021.

Meski demikian, partisipasi perempuan dalam olahraga tumbuh secara pesat selama lima puluh tahun terakhir, baik sebagai penonton maupun pemain. Media massa, seperti televisi dan kemudian internet, telah membawa olahraga lebih dekat ke masyarakat, terutama perempuan, di mana olahraga sudah lama tertutup bagi mereka.

Sorotan dari media ini membuat kaum perempuan semakin banyak yang tertarik untuk berolahraga dan atau menekuni cabang olahraga yang disukai hingga turut mendukung atlet favorit mereka.

Popularitas atlet perempuan di era digital seperti Serena Williams, Breanna Stewart, hingga Greysia Polii, juga tidak kalah dari Novak Djokovic, LeBron James, dan Kevin Sanjaya. Ini menunjukan bahwa ada potensi luar biasa bagi perempuan untuk tumbuh dalam lanskap industri olahraga di masa depan sehingga dapat menciptakan pasarnya sendiri, baik untuk brand maupun stakeholders lainnya.

Namun, beberapa cabang olahraga yang dilakukan perempuan masih menghadapi beberapa tantangan, terutama cabang-cabang olahraga yang melibatkan benturan fisik, seperti basket atau sepak bola.

Perempuan dalam Sepak Bola

Sebagai salah satu olahraga paling populer di dunia, sepak bola kerap dianggap sebagai olahraga yang maskulin karena membutuhkan kekuatan fisik untuk memainkannya. Anggapan tersebut juga kerap membatasi pangsa pasar olahraga ini, khususnya untuk sepak bola putri yang cenderung kurang mendapat sorotan media karena dianggap kurang kompetitif.

Hal tersebut kemudian juga berdampak pada timpangnya pendapatan yang didapat oleh atlet profesional perempuan dibandingkan dengan atlet laki-laki.

Padahal, jika dilihat secara objektif, sepak bola perempuan tidak kalah "keras" dibanding sepak bola laki-laki. Menurut sebuah studi, perempuan "memalsukan cedera", atau yang biasa kita kenal dengan diving, 50 persen lebih sedikit dari laki-laki. Ketika mereka terjatuh ke tanah saat bertanding, mereka bangkit 30 detik lebih cepat daripada pria.

Sepak bola perempuan juga cenderung menghasilkan banyak gol di kompetisi dunia, di gelaran Piala Dunia Wanita 2015 misalnya. Pertandingan antara Swedia melawan Nigeria berakhir sama kuat 3-3. Kedua tim saling berbalas gol hingga akhirnya pertandingan diakhiri secara dramatis oleh gol di menit-menit akhir dari Fransisca Ordega, striker timnas Nigeria.

Jika kita melihat dari indikator lainnya, permainan sepak bola wanita level dunia juga kini telah berkembang pesat, seperti USWNT (Timnas Wanita Amerika Serikat) dan Barcelona yang menjadi tim paling populer. Terkait jumlah penonton, peminat sepak bola wanita juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Contohnya adalah pertandingan tim Barcelona vs Real Madrid wanita pada 2022 lalu yang mencapai hampir 100.000 penonton.

Di sisi pemain, banyak brand yang juga mulai memilih atlet perempuan sebagai representasi mereka karena adanya daya tarik yang tidak dapat direplikasi oleh atlet laki-laki. Bahkan, Megan Rapinoe, pemain sepak bola wanita dari Amerika Serikat, berhasil masuk ke salah satu dari 100 sosok paling berpengaruh di dunia versi Majalah TIMES pada 2020 lalu.

Tim putri Persib Bandung.Dok. Persib Tim putri Persib Bandung.

Geliat Sepak Bola Perempuan di Indonesia

Lain di dunia, lain juga di Indonesia. Perkembangan sepak bola di Tanah Air bisa dibilang stagnan jika tidak ingin dianggap tidak ada. Kompetisi sepak bola wanita Indonesia sendiri baru menyelesaikan musim debutnya pada 2019 lalu yang menasbihkan Persib Putri sebagai juaranya, itu pun kini terhenti karena pandemi. Hal ini membuat sejarah prestasi timnas sepak bola wanita Indonesia otomatis mentok di peringkat keempat Piala AFF 2004 dan SEA Games 2001.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com