“Hasrat dan kekuatan adalah kata-kata sepak bola. Pujian terbaik yang saya dapat adalah seseorang berkata saya bekerja 30 jam sehari,” kata Helenio Herrera dalam buku berjudul "Inverting The Pyramid: The History of Soccer Tactics" tulisan Jonathan Wilson.
“Saya benci ketika orang bertanya tentang menjadi beruntung,” tutur Herrera yang membawa Inter Milan juara Liga Champions pada 1964 dan 1965.
Baca juga: Final Liga Champions: Saat Ancelotti Mendadak Jadi Fan Garis Keras Liverpool…
Kata hoki tercetus dari mulut Ancelotti usai timnya memastikan comeback saat bersua Man City.
“Untuk menang, Anda butuh sedikit keberuntungan,” katanya seperti dikutip dari Marca.
Namun, sang pelatih berusia 62 tahun itu kemudian lebih suka menyorot pengorbanan, energi, serta dorongan histori atau sejarah yang memungkinkan Madrid melawan kemustahilan.
“Saya tak bisa bilang kami terbiasa menjalani kehidupan seperti ini. Namun, apa yang terjadi malam ini, terjadi saat melawan Chelsea dan Paris.”
“Jika Anda tanya kenapa, itu adalah histori klub yang membantu kami terus berjuang ketika kelihatannya kami sudah tersingkir,” ujar Ancelotti yang kini dalam misi menghadirkan la decimocuarta, yakni raihan gelar ke-14 Liga Champions Real Madrid.
Sesuatu terjadi bukan tanpa sebab. Tak ada asap jika tak ada api.
Hoki Madrid racikan Ancelotti jika dijabarkan dengan istilah lain adalah kerja keras serta dedikasi.
Baca juga: Ancelotti dan Rekor 5 Piala: Si Tukang Makan yang Tak Kenal Kenyang
Di balik gol-gol menit akhir yang sering dibukukan Real Madrid di fase gugur Liga Champions 2021-2022, ada kerja bagus dari pelatih fisik Antonio Pintus.
Antonio Pintus adalah alasan kenapa skuad Madrid bisa luar biasa bugar kala meraih tiga gelar juara Liga Champions beruntun bareng Zinedine Zidane pada rentang 2016 hingga 2018.
Pintus yang sempat sejenak meninggalkan Real Madrid untuk berkolaborasi bareng Antonio Conte di tim juara Liga Italia 2020-2021, Inter Milan, ditarik kembali ke Ibu Kota Spanyol mulai musim ini oleh Ancelotti.
Kolaborasi Ancelotti dan Pintus terlihat nyata di lapangan via upaya pantang menyerah Karim Benzema dkk yang tak kenal lelah.
Marca mencatat, pada laga perempat final leg kedua versus Chelsea, Real Madrid mengungguli sang lawan dalam dua aspek atletik kunci, yakni rata-rata kecepatan lari dan kecepatan sprint.
Real Madrid pada laga itu mencatat rata-rata kecepatan 21 km/jam berbanding "cuma" 14 km/jam milik personel Chelsea.
Kecepatan sprint Benzema dkk (24 km/jam) juga ada di atas sang tamu asal Inggris (21 km/jam).
Baca juga: 4 Fakta Madrid Vs Man City, Sejarah Ancelotti Iringi Langkah Los Blancos ke Final Liga Champions
Ancelotti juga layak diberikan kredit atas kejeliannya membaca permainan. Pergantian pemain jitu Ancelotti memungkinkan Madrid mencatat comeback atas Chelsea dan Man City.
Eduardo Camavinga dan Rodrygo lagi-lagi muncul sebagai sinar terang ketika Real Madrid menemui jalan gelap.