Kedua, PSSI harus merevisi statuta, khususnya pasal 21 ayat 3 yang ditetapkan pada 27 Juli 2019.
"Pasal 21 ayat 3 Statuta PSSI harus direvisi. Ini sangat berbahaya," kata Akmal.
"FIFA melarang cross ownership. Kok PSSI malah mengizinkan. Ini berbahaya buat industri sepak bola Indonesia. Akan ada monopoli dan kartel bisnis di dalamnya bila pasal 21 ayat 3 tidak direvisi."
PSSI juga harus membuat aturan baku prosedur jual beli saham klub agar kasus yang terjadi sebelumnya tak terulang.
"Jangan juga ada pejabat PSSI yang menjadi makelar jual beli lisensi klub karena kegiatan jual beli lisensi dilarang FIFA,” ucap Akmal Marhali.
Baca juga: Sekjen PSSI: Kita Sudah Lunasi Utang Jangka Panjang PSSI
Ketiga adalah soal pemberantasan match acting, match setting, dan match fixing.
"Ini akan menjadi sorotan selama kepemimpinan Iwan Bule. Bila tidak mampu membentengi sepak bola Indonesia dari pelaku kejahatan match fixing dan masuknya bandar-bandar judi ilegal dari luar negeri," kata dia.
Keempat, soal rivalitas suporter yang selalu berujung kericuhan berbalut anarkisme dan vandalisme. Sosok Iwan Bule yang berbintang tiga di kepolisian, ucap Akmal, diharapkan bisa menuntaskan perseteruan suporter.
Kelima, ucap Akmal, "bom waktu" yang setiap saat bisa meledak adalah soal prestasi timnas.
Ekspektasi masyarakat sangat tinggi setelah terakhir juara SEA Games 1991. Artinya, sudah 28 tahun puasa prestasi.
"Timnas yang kuat berasal dari kompetisi yang sehat. Ini menjadi tantangan buat Iwan Bule," kata Akmal memungkasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.