Persoalan striker bukan hanya dialami oleh Indonesia. Hal itu karena penyerang muda sulit dapat tempat karena klub lebih memilih merekrut penyerang asing.
Namun karena klub bisa membayar penyerang asing itu, kenapa harus mengambil risiko memainkan pemain muda? Selalu ada risiko untuk memainkan pemain muda dan hal inilah yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara.
Lalu apa solusinya?
Saya telah berdiskusi dengan PSSI soal kemungkinan merekurt pelatih spesialis untuk striker. Dia adalah orang khusus memonitor para striker, bukan hanya di timnas tetapi di level u-22 untuk memastikan perkembangan mereka.
Terkadang sulit saat Anda memiliki tim dengan 21 sampai 25 pemain, untuk berkosentrasi pada satu hal saja. Masalahnya adalah pemain muda itu jarang dapat kesempatan tampil di
klub. Ambil contoh Dendy Sulistiawan. Sangat sulit bagi dia untuk dapatkan kesempatan tampil di liga.
Hal-hal itulah yang harus ditemukan solusinya bersama. Semoga salah satu cara mendatangkan pelatih striker ini bisa fokus untuk membuat para penyerang tampil lebih baik.
Apakah peran pelatih spesialis untuk striker sama dengan pelatih
kiper?
Ya, kurang lebih sama. Kebanyak tim juga memiliki pelatih khusus striker. Contohnya timnas Inggris yang sukses di Piala Dunia 2018.
Siapa kira-kira kandidat pelatih striker?
Ada beberapa nama yang sedang didiskusikan bersama PSSI.
Anda pernah berpengalaman melatih di Vietnam, Filipina, dan Indonesia. Sekarang level Vietnam sudah sangat tinggi setelah lolos ke perempat final Piala Asia 2019. Bisakah Indonesia seperti mereka dan berapa lama waktu yang dibutuhkan?
Liga di Vietnam sangat sulit. Mungkin gaji pemain tidak terlalu tinggi dan penontonnya sedikit, tetapi sepak bola mereka sangat terorganisasi. Hal bagus yang mereka lakukan adalah berinvestasi untuk perkembangan pemain muda. Mereka membangun pusat perkembangan pemain muda dan strukturnya.
Ada banyak strategi berbeda untuk mengembangkan tim nasional. Filipina membangun dari atas lebih dulu untuk memacu perkembangan pemain muda. Mereka membangun timnas dengan pemain-pemain berkualitas agar sukses, lalu menghadirkan gairah dan memancing ketertarikan untuk pemain muda dan lebih banyak anak-anak untuk bermain sepak bola. Akhirnya generasi muda itu yang akan menemukan cara untuk berkembang.
Situasi di Indonesia sedikit berbeda. Kita harus punya timnas Indonesia yang membanggakan dan menginspirasi generasi muda. Ide pribadi saya adalah menciptakan role model. Dia harus menjadi standar terbaik dan teladan bagi semua orang. Misalnya, saya ingin seperti Evan Dimas, atau siapa pun. Saya ingin pemain muda menjadikan role model itu sebagai inspirasi.
Banyak hal berbeda yang bisa dijadikan patokan untuk menciptakan role model misalnya mindset. seperti attitude, kesempatan bermaim di klub, serta tanggung jawab. Saya ingin membentuk timnas seperti cahaya yang membuat bangga semua orang.
Banyak orang menganggap Anda gagal bersama Marcus Bent di Mitra Kukar. Bisa Anda ceritakan pengalaman Anda di sana bersama Bent?
Dia bekerja dan tinggal di Tenggarong, area yang sangat sulit bagi seorang pemain Premier League. Dia terbiasa berlatih di salah satu fasilitas terbaik di Inggris, lalu tiba-tiba tinggal di Kalimantan. Hal ini tak ada hubungannya dengan sepak bola. Bukan artinya Marcus menjadi pemain gagal, bukan.
Tugas keseharian saya kebanyak untuk memastikan Marcus termotivasi dan dia tidak pergi. Orang yang mengamati Marcus bisa melihat pada musim tersebut dia mencetak 6 gol. Namun,
rekannya di lini depan, Jajang Mulyana, mencetak 15 gol dalam setengah musim. Karena semua orang terfokus kepada Marcus, tak ada yang mengamati Jajang. Jadi mereka melihat Marcus untuk melihat sukses atau gagal.
Saya pikir sukses karena Jajang bermain sangat-sangat bagus. Kami ada di posisi ketiga ketika saya pergi. Sulit mengatakan saya gagal. Saya gagal karena kehilangan pekerjaan. Hal itu tergantung manajemen. Namun, saat itu kami bermain bagus. Semua orang mencetak gol karena Marcus membuat repot semua bek tengah. Sungguh keuntungan memainkan
pemain seperti dia.
Saya pikir musim 2017 saat marquee player diperkenalkan di liga, kami punya opsi untuk merekrut banyak pemain berbeda. Kami memenangi liga dan dan marquee player saya
adalah pemain terbaik. Jadi, saya pikir pengalaman yang dipelajari dari memiliki Marcus bersama Mitra Kukar sangat bagus untuk keputusan mendatangkan marquee player.
Tapi pada pramusim di Cilacap, Anda bilang Bhayangkara FC tidak butuh marquee player. Bagaimana pendapat Anda?
Pada 2017 menjadi musim menarik karena marquee player. Klub merekrut pemain dengan nama besar, Namun, sistem itu tidak selalu sukses, contohnya marcus bent. Kami rekrut marquee player dengan level rendah. Saya bilang liga tidak butuh marquee player. Fokus semua klub jadi terarah ke sana. Gara-gara marquee player, pemain muda jadi tidak memiliki kesempatan.
Bukannya dipromosikan dan dikembangkan, klub lebih memilih merekrut pemain yang kariernya sudah hampir habis. Untuk apa? Untuk terkenal? Saya tidak suka sistem marquee player di 2017. Pada 2018 ada banyak pemain bagus dan profesional. Lebih bagus untuk tidak memakai marquee player.
Saya pikir liga 1 adalah kompetisi yang ketat. Saya melihatnya sekarang. Perbedaan antara juara liga dan finis di atas zona degradasi hanya 20 poin. Sekitar 6 kemenangan perbedaannya. Perbedaannya liga sekarang sangat ketat dan sangat sulit buat siapa pun. Kalah sekali peringkat Anda jatuh jauh, menang sekali Anda ke puncak klasemen.
Di Bhayangkara, Anda memiliki Zulfiandi dan Alfin Tuasalamony. Kedua pemain ini sempat mengalami cedera panjang. Namun, Zulfiandi cepat tumbuh masuk ke timnas Indonesia. Apa Anda yang lakukan sehingga Zulfiandi bisa kembali ke performa terbaiknya?
Zulfiandi tidak beruntung. Di awal 2017, dia bermain bagus dan memiliki teknik. Dia berkembang di latihan. Dia tahu apa yang kami ingin sampai akhirnya dia mengalami cedera. Ketika dia kembali ke tim, banyak pemain yang bermain bagus.
Wahyu Suboseto, Evan Dimas, dan Lee Yu-jun mendominasi di lini tengah. Kesempatan dia jadi terbatas. Itu sebabnya dia pindah ke Sriwijaya. Itu transfer yang bagus. Saya bilang ke dia saya senang dia ke Sriwijaya. Saya harap dia bagus di sana. Zulfiandi semakin kuat.
Alfin kembali dari cedera parah. Dia bersaing dengan Putu Gede yang bagus dalam dua musim terakhir dan menjadi pemain timnas senior.
Mengembangkannya setahap demi setahap. Terkadang memainkannya sebagai starter, atau istirahat.
Untuk kedua pemain, itu membuat perbedaan selama mereka ada di Bhayangkara. Saya senang mereka Alfin dan Zulfiandi tampil bagus di klub baru dan membela timnas.