Salah satu kendala Luis Milla waktu melatih timnas adalah bahasa. Apakah Anda ingin belajar bahasa Indonesia?
Saya pikir bahasa tidak jadi masalah. Komunikasi yang penting di sepak bola. Di luar lapangan pelatih, di dalam lapangan pemain. Harus ada komunikasi bagus.
Tidak ada gunanya saya punya pengetahuan, tapi tidak bisa memberikannya kepada pemain karena masalah bahasa. Itu hal terpenting bagi pelatih: penyampaian pesan.
Dua tahun terakhir saya berusaha walaupun tidak lancar bahasa Indonesia. Saya akan menggambar atau menyiapkan video dalam sesi latihan apa yang ingin kami lakukan.
Walaupun pemain tidak memahami secara verbal, lewat gambar mereka tahu apa yang harus dilakukan.
Saya berusaha membuat banyak bentuk komunikasi, bukan cuma verbal. Ada pelatih yang hanya menggunakan verbal. Saya tahu verbal itu sulit di Indonesia karena saya tidak berbahasa Indonesia dengan bagus. Jadi saya coba bentuk lain komunikasi.
Pemain seringkali terbelah fokusnya antara klub dan timnas. Bagaimana sikap Anda soal situasi ini?
Saya pikir ini situasi di semua negara. Bedanya kita tidak menghentikan liga saat timnas bermain. Ada alasan untuk situasi ini.
Sulit bagi pemain untuk bermain bagi timnas dan klub. Timnas vs klub adalah argumen yang sudah berlangsung lama di mana pun.
Tujuan kunci adalah punya relasi bagus dengan pelatih klub. Saya pernah jadi pelatih klub, pernah merasakan ditinggal pemain karena timnas.
Saya ingin memastikan pelatih klub tahu apa yang dilakukan timnas. Jika kita bisa membuat hidup lebih mudah bagi pelatih klub, hidup juga akan lebih mudah bagi pemain.
Lebih sedikit tekanan, lebih banyak perencanaan dari pelatih klub untuk mengantisipasi strateginya jika pemain yang dibutuhkan tidak ada karena di timnas. Komunikasi dengan pelatih klub sangat penting untuk saya.
*Apakah akan pakai formasi di Bhayangkara, sama seperti Luis Milla, atau punya opsi lain?
Pertama-tama saya bukan Luis Milla. Dia punya ide, etos, dan filosofinya sendiri. Beberapa idenya pasti akan saya coba lanjutkan. Tapi saya yakin pelatih harus percaya diri. Anda harus percaya Anda tahu apa yang terbaik untuk pemain.
Pertama-tama, harus memahami pemain. Apa yang bisa mereka lakukan, apa yang tidak bisa mereka lakukan. Di Bhayangkara beberapa bulan pertama, saya bermain dengan 4-4-2 diamond.
Beberapa pemain tidak yakin, tapi akhirnya kami menjuarai liga dengan formasi itu dengan permainan bagus. Kami mengoper bola. Sangat penting bagi saya untuk segera mengetahui apa yang bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan grup pemain di timnas.
Apa yang mereka bisa, saya akan mencoba membangun strategi berdasarkan apa yang mereka bisa lakukan. Yang tidak bisa mereka lakukan, saya akan membangun strategi yang menyembunyikan kelemahan ini. Melindungi dari hal-hal ini.
Inilah yang harus dilakukan pelatih. Akan arogan jika saya memaksakan formasi. Saya tidak percaya ini. Saya percaya strategi harus dibangun berdasarkan kemampuan tim, bukan pemain berdasarkan strategi. Jadi, untuk saat ini strategi buat pertandingan pertama saya di timnas bukan prioritas.
Filosofi apa yang akan Anda bangun di timnas?
Saya suka possession football. Lebih sedikit membuat kesalahan, lawan tidak bisa menguasai banyak bola. Jika Anda yang pegang bola, lawan tidak bisa mencetak gol. Sesimpel itu.
Saya percaya pada possession football, tapi saya juga percaya pada mencari cara meraih kemenangan. Terkadang tim dengan possesion football hanya memainkan bola tapi tidak bisa masuk ke daerah lawan. Statistik 80 persen tapi cuma 1 kali menembak.
Kami harus bisa beradaptasi. Harus memahami 3-4 strategi dan bereaksi dengan cara lawan bermain.
Bhayangkara pada 2018 sulit karena kami harus mencari cara berbeda untuk menang. Kami mulai dengan 4-4-2, kemudian berubah 4-2-3-1, 4-4-2 flat.
Itu sebabnya tim seperti Barcelona memang, tim seperti Leicester City menang. Pelatih selalu mencari cara melawan strategi. Saya suka possession football, tapi saya ingin mencari strategi yang cocok dengan pemain timnas dan efektif untuk dipakai menghadapi lawan.
Off the pitch, mentalitas tinggi harus ditunjukkan pemain timnas menjadi contoh. Selalu ada rivalitas, tapi di timnas kita semua Indonesia.
Siapa pelatih yang menginspirasi Anda?
Saya tidak tahu apakah Anda pernah mendengarnya. Jock Stein. Bisa menghasilkan tim dengan pemain yang menjuarai Piala Champions 1967.
Semua pemain tim Celtic itu lahir 32 kilometer dari stadion mereka. Itu statistik yang luar biasa untuk tim juara Eropa. Saya suka underdog. Tidak ada tekanan dan bertarung melawan tim-tim kuat.
Celtic waktu itu juga begitu. Dia membawa pemain lokal yang tidak pernah diketahui tetapi tahu-tahu mengalahkan Real Madrid dan Inter Milan.
Sangat menginspirasi, saya membaca banyak buku tentangnya. Cerita tentang David vs Goliath ini menjadi inspirasi saya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.