Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Rivalitas Sepak Bola Indonesia di Mata Suporter

Kompas.com - 25/09/2018, 12:58 WIB
M. Hafidz Imaduddin,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Sejak saat itu, intensitas pertemuan kedua tim semakin tinggi. Menurut Andie, beberapa peristiwa kecil yang terjadi di dalam dan luar lapangan juga menjadi salah satu faktor semakin panasnya rivalitas.

"Sejak Liga Indonesia berjalan bumbu-bumbu kecil muncul di antara rivalitas Persebaya dan Arema. Misalnya ketika ada orang pakai kaus Arema di sini, kena sweping. Di Malang juga begitu, sama saja. Tidak ada yang benar," kata Andie.

Lebih lanjut, Andie menyebutkan nyanyian suporter di stadion menjadi penyebab utama berubahnya rivalitas menjadi permusuhan yang bisa sampai memakan korban jiwa.

"Untuk saat ini, yang paling memicu adalah lagu suporter. Ketika Aremania menyanyikan lagu menghina Bonek dan di Surabaya, Bonek juga demikian, itulah yang memicu konflik saat ini," kata Andie.

"Itu direkam televisi dan didengar siapapun, dari anak kecil dan dewasa sehingga menyebar kemana-kemana. Itu yang sebenarnya membuat dua kubu marah," ujar Andie menambahkan

Hampir sama seperti Persija dan Persib, perpindahan pemain dari Arema ke Persebaya atau sebaliknya juga menjadi bumbu rivalitas. Nama legenda sepak bola Indonesia, Aji Santoso menjadi yang pertama muncul untuk pernyataan ini.

Aji Santoso yang merupakan putra asli Malang, menjadi ikon Arema pada periode 1988 hingga 1995 dan membawa gelar juara pada musim 1992-1993. 

Pada tahun 1995, pemain yang berposisi sebagai bek kiri ini pindah ke Persebaya. Aji Santoso kemudian juga berhasil membawa Persebaya juara pada musim 1997-1998.


Pengelolaan Sepak Bola Jadi Alasan

Jatuhnya korban jiwa dalam pertandingan sepak bola di Indonesia menjadi sorotan masyarakat luas.

Andie Peci menilai faktor utama jatuhnya korban suporter adalah karena masih bobroknya sistem pengelolaan sepak bola Indonesia. Sehingga, Andie menilai sangat tidak adil jika selalu menyalahkan suporter ketika jatuh korban.

"Konflik suporter yang terjadi tidak bisa semerta-merta menyalahkan suporter sendiri. Sepak bola nasional belum mapan dalam berbagai aspek. Membiarkan kasus-kasus kekerasan suporter, tidak adil dalam hukuman dan sanksi klub, kepemimpinan wasit masih sangat bermasalah," kata Andie.

"Jika sepak bola nasional maju dan mapan, perilaku suporter juga pasti akan baik. Itu adalah bagian dari pendidikan massa yang sangat efektif. Sepak bola Eropa juga ada rivalitas, mereka tetap selalu mementingkan kemanusiaan. Butuh sepak bola yang mapan," ujar Andie menambahkan.

Berbeda dengan Andie, pendiri Pasopati (suporter Persis Solo), Mayor Haristanto, menilai konflik yang sering terjadi antara suporter adalah karena faktor ekonomi dan pendidikan.

"Permasalahan ini harus diurai. Ada masalah kepribadian suporter di sini. Banyak suporter tidak begitu baik dalam mengenyam pendidikan rendah atau tidak bekerja. Sehingga sepak bola menjadi pelampiasan," kata Mayor Haristanto.

"Faktor pendidikan dan ekonomi sangat berpengaruh. Pendidikan terutama, karena mempengaruhi kecakapan berpikir, etika, kepribadian, sopan santun, atau menghargai orang. Pendidikan secara umum sangat berpengaruh," ujar dia menambahkan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com