Hal ini ia sampaikan saat Rosi bertanya soal dirinya dianggap sebagai karakter yang memenuhi "libido industri".
"Waktu gue viral, di televisi di mana gue bekerja dulu gue di-blacklist," tuturnya. "Jadi gue nganggur selama kurang lebih 2-3 tahun, sampai hari ini."
Ia mengakui dirinya di-blacklist sehubungan dengan peran yang ia lakukan saat masih di Asosiasi Pemain Indonesia (APPI).
"Gue lalu ditempa dan membuat sendiri di Youtube. Tiga tahun struggling baru kemudian balik ke NET dan lalu Indosiar."
"Balik ke pertanyaan soal menjadi 'libido industri', pertanyaan itu terjawab ketika masyarakat mengapresiasi, gue terpilih dua tahun berturut-turut di PGA Awards."
"Ini kan penghargaan pilihan pemirsa, berarti mereka kan memilih. Di situ gue berpikr sebanyak-banyaknya haters, masih banyak yang sayang ama gue."
"Kenapa gue harus baperin yang baper sementara yang jelas dukung gue diemin."
Ia lalu ditanya oleh Rossi soal kesadaran Valentino Simanjuntak membangun diri sebagai seorang pembawa acara yang berisik dan lebay.
"Positioning. Gue sadar suara gue sangat cempreng. Suara gue tidak broadcasting voice yang suara penyiar radio."
Baca juga: Ketum PSSI Apresiasi Ketertiban Suporter di Piala Menpora 2021
"Dari dulu saya bilang the best play-by-play commentator di sepak bola Indonesia adalah Rendra Soedjono, partner gue di Indosiar."
"Karena tahu gue ga akan seperti dia, lebih baik untuk menjadi sedikit lebih beda."
"Kemudian, gue melihat apa yang bisa dilakukan terkait keunikan gue untuk menjembatani keterbatasan soal sepak bola nasional dibanding Rendra yang sudah 15 tahun berkiprah dan suara dia yang sangat radio dan sangat broadcasting."
"Ternyata, keunikan dari terminologi itu. Kecepatan ngomong yang kata kak Rosi ga dimiliki semua orang."
"Akhirnya, gue ambil uniqueness itu. Positioning itu. So far berhasil"
Valentino Simanjuntak pun mengutarakan sulitnya menghadapi suara sumbang di media sosial, terutama dari akun-akun bermassa besar yang ia anggap menggiring opini dan melakukan framing kepadanya.