Ahsan/Hendra kembali memberi ketenangan itu...
Menjaga ritme diri
Pada final Kejuaraan Dunia 2019, Ahsan/Hendra melawan pasangan Jepang yang selisih usianya terpaut lebih dari 10 tahun. Kecepatan dan daya dobrak pasangan Jepang bisa diredam oleh The Daddies.
Kuncinya adalah kemampuan Ahsan/Hendra dalam menjaga ritme permainan, sesuai dengan usia yang mereka miliki.
Ahsan/Hendra tidak pernah lepas kontrol, mengikuti arus permainan cepat lawan. Mereka kuasa melakukan rekonsiliasi diri dalam meredam lawan.
Baca juga: Hikmah dari Tersingkirnya Marcus/Kevin pada Babak Awal Kejuaraan Dunia
Kemampuan "tahu" diri inilah yang menjadi kunci keperkasaan Ahsan/Hendra selama ini. Keduanya, bagai berselancar, mencari titik keseimbangan, di atas deru gulungan ombak yang dahsyat.
Mereka mampu menjaga badan, tidak dioleng ke kanan, tidak diempas ke kiri. Mereka sadar dengan usia mereka dan insaf tentang usia lawan-lawan.
Kesadaran itulah yang membuatnya mampu mendikte lawan, bukan tunduk dengan kehendak lawan.
Kemampuan "tahu" diri tersebut dilengkapi dengan kematangan di lapangan. Tak pernah grogi, apalagi menyerah.
Ketenangan ini disempurnakan lagi oleh sikap batin keduanya yang selalu merendah, penuh tawadu.
Dari sinilah, oase jiwa kesatria (chivalry) sebagai atlet, mulai mengalir. Sikap merendah itulah yang membuat mereka tidak pernah menganggap enteng lawan-lawan mereka.
Baca juga: Tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Ahsan/Hendra dkk Dapat Sambutan Hangat
Sikap merendah itulah yang memungkinkan mereka selalu tenang. Tidak dililit oleh kegelisahan, dan tak diiimpit oleh rasa superior yang acap kali menyesakkan.
Semua orang tahu, Hendra dan Ahsan, baik dalam lapangan pertandingan, maupun di luar, adalah simbol pribadi yang selalu merendah. Tak pernah silau oleh gemerlapnya popularitas.
Tak pernah terayun oleh pujian. Mereka berdua selalu down to earth.
Sikap batin yang begitu paripurna, dilengkapi oleh tingkat kedisiplinan dalam menjaga ritme badan.