SALVADOR, Kompas.com — Sejak undian Piala Dunia 2014 digelar Desember 2013, pertemuan Spanyol dan Belanda langsung jadi sorotan. Laga yang empat tahun lalu terjadi di final, dan dimenangi Spanyol, kali ini terjadi teramat awal. Misi balas dendam si ”Oranye”, Belanda, pun diusung sejak awal.

Spanyol melawan Belanda tak hanya menjadi pertandingan pembuka Grup B. Pertemuan dua raksasa Eropa di Arena Fonte Nova, Salvador, Jumat (13/6/2014) waktu setempat atau Sabtu dini hari WIB, ini juga menjadi pembuka dari tiga big match pada laga-laga pembuka babak penyisihan grup. Dua pertandingan lainnya adalah Inggris melawan Italia di Grup D pada 15 Juni dan Jerman kontra Portugal (Grup G, 16 Juni).

Empat tahun lalu di Afrika Selatan, pemain Spanyol, Andres Iniesta, mencetak satu-satunya gol pada laga final, empat menit menjelang pertandingan dua babak tambahan berakhir. Spanyol pun untuk pertama kalinya menyandang gelar juara dunia.

Sebaliknya, itu menjadi kegagalan ketiga Belanda di final Piala Dunia setelah 1974 dan 1978. Julukan Belanda sebagai tim juara tanpa mahkota seakan tak bisa dilepaskan. ”Itu (Piala Dunia 2010) adalah kesempatan terbaik kami menjadi juara. Rasanya sudah sangat dekat, tetapi semuanya buyar seketika. Ini seperti bekas luka yang belum sembuh, selalu membayangi saya,” kata gelandang veteran Belanda, Wesley Sneijder.

Sneijder kini menjadi satu dari lima pemain veteran Piala Dunia Afrika Selatan yang akan kembali melawan Spanyol. Keempat pemain lainnya adalah kapten tim Robin van Persie, Arjen Robben, Nigel de Jong, dan Dirk Kuyt.

Meski masih menyertakan lima pemain veteran, kondisi tim nasional Belanda saat ini berbeda dengan Piala Dunia 2010. Di tangan pelatih Louis van Gaal, Belanda mengalami evolusi. Pelatih berusia 62 tahun ini lebih memilih pemain muda. Sebagian besar dari mereka adalah pemain yang rutin tampil di kompetisi lokal.

Bisa dibilang, tim Belanda kali ini lebih agresif dengan permainan cepat. Penampilan Belanda yang solid setidaknya sudah dibuktikan dengan keberhasilan menjadi tim Eropa pertama yang meraih tiket ke Brasil.

Pada tiga laga uji coba fase terakhir persiapan ke Piala Dunia, Belanda juga meraih hasil positif. Sempat ditahan Ekuador 1-1, tim ”Oranye” mencatat kemenangan atas Ghana, 1-0, dan Wales, 2-0. Tentu saja, hasil ini menjadi modal bagus untuk menghadapi Spanyol.

”Kondisi tim sangat bagus. Pemain cukup percaya diri. Kami siap menghadapi Spanyol,” kata Van Gaal yang dikontrak Manchester United di tengah persiapannya mendampingi Belanda ke Brasil.

Van Gaal menambahkan, untuk mengalahkan Spanyol, timnya tidak harus selalu menerapkan strategi menyerang dan agresif. Timnya justru akan bermain lebih bertahan untuk meladeni gaya permainan menyerang Spanyol. ”Saya akan menempatkan lima pemain di lini belakang,” ujarnya.

Dengan pilihan strategi ini, Belanda akan memainkan pola 5-2-1-2. Lini belakang akan dijaga Daryl Janmaat, De Vrij, Ron Vlaar, Martins Indi, dan Daley Blind. Posisi dua gelandang bertahan diisi Leroy Fer dan De Jong. Adapun Sneijder akan ditempatkan sebagai gelandang serang tunggal untuk menyokong dua ujung tombak Robben dan Van Persie.

Di kubu Spanyol, pelatih Vicente del Bosque menegaskan, pihaknya tidak takut menghadapi Belanda. Namun, dia tetap respek karena tim lawan punya materi pemain bagus dengan pelatih sekaliber Van Gaal.

Spanyol tidak akan meninggalkan pakem permainan umpan pendek ala tiki-taka. Namun, Del Bosque memastikan permainan timnya akan lebih bervariasi sehingga serangan yang dibangun tidak monoton. ”Kami tidak akan menyerang dengan satu cara. Kami punya banyak cara dan formula,” kata Del Bosque.

Menurut Del Bosque, kalaupun Belanda akan bermain bertahan, timnya akan punya banyak cara untuk membongkar pertahanan mereka. ”Ini pertandingan yang tidak mudah. Belanda cukup kuat,” ujarnya.

Paling dihormati

Spanyol melawan Belanda juga menjadi istimewa karena adanya ikatan emosional antara sejumlah pemain Spanyol dan Van Gaal. Iniesta, Xavi Hernandez, dan Gerard Pique adalah pemain yang pernah dilatih Van Gaal pada awal karier mereka di klub Barcelona (Spanyol).

Xavi bahkan tak bisa melupakan debutnya. ”Saat itu, usia saya 18 tahun. Saya bermain di Barcelona B. Namun, hari itu saya dibawa Barcelona senior tampil di hadapan sekitar 50.000 suporter Inggris. Saya tak pernah berpikir akan main. Tetapi, dia meminta saya masuk ke lapangan sambil memberi saya motivasi. Dia pelatih hebat,” kata Xavi.