Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meredam Sengatan Kupu-kupu Iberia

Kompas.com - 13/06/2014, 08:45 WIB
Ary Wibowo

Penulis

KOMPAS.com - Kapten Giovanni van Bronckhorst melangkah gontai. Ia memeluk rekan-rekannya dan menghibur mereka, padahal ia sendiri sesungguhnya sedang berduka. Terlihat air matanya berlinang. Di tengah puluhan ribu penonton, Van Bronckhorst tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.

Malam itu, Belanda, tim yang dipimpin Van Bronckhorst, ternyata dipaksa bertekuk lutut 0-1 oleh Spanyol pada laga final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan di Stadion FNB, Johannesburg. "Kami benar-benar kecewa. Sangat pahit bahwa akhirnya kami kalah padahal gelar sudah di depan mata," kata Van Bronckhorst.

Arjen Robben juga kehilatan lunglai. Sembari duduk di atas rumput lapangan, kepalanya tertunduk lesu. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan. Pelatih Bert van Marwijk kemudian menghampirinya untuk memberi semangat.

Robben sangat berharap bisa mengangkat trofi pertama Piala Dunia untuk kali pertama. Namun, ternyata harapannya itu meleset. Itu kembali membuktikan, sejatinya sepak bola tidak hanya sekedar harapan, tetapi ada juga keberuntungan.

Robben berkali-kali membombardir gawang Spanyol. Ia juga mempunyai peluang emas pada menit ke-62 saat sudah tinggal berhadapan satu lawan satu dengan Iker Casillas. Namun, bola tendangannya ke kiri gawang masih mampu diblok oleh kaki Casillas yang sebenarnya sudah menjatuhkan badan ke arah berlawanan.

"Aku terus memikirkannya. Memang kami tidak beruntung dan kekalahan itu semakin tambah menyakitkan, jika Anda harus melewatkan peluang emas seperti itu." Begitu Robben mengingat memori kelam di Johannesburg.

Ketidakberuntungan Belanda di Piala Dunia memang sudah menjadi hal lumrah. Maklum, dalam sejarah, meski sudah diisi pemain sekelas Johan Cruyff, Ruud Gullit, Marco van Basten, hingga Ruud van Nistelrooy, Belanda belum pernah mencicipi trofi Piala Dunia. Sebelum 2010, mereka juga sempat dua kali menjadi runner-up pada 1974 dan 1978.

Tetapi, kekalahan Belanda melawan Spanyol di Afrika Selatan juga bukanlah soal keberuntungan atau ketidakberuntungan. Robben dan kawan-kawan dikalahkan karena mereka memang kalah dalam segala hal dari permainan indah spanyol.

Spanyol mendominasi penguasaan bola sebanyak 57 persen dan melepaskan 18 tendangan, yang delapan diantaranya mengarah tepat ke gawang Stekelenburg. Sementara itu, De Oranje hanya mampu melepaskan lima tembakan akurat dari total 13 percobaan.

"Spanyol bermain sangat baik. Mereka tidak membiarkan kami menguasai bola dan mereka mendapatkan hasilnya di akhir-akhir pertandingan," kata Van Marwijk mengakui keunggulan Spanyol.

Tiki-taka
Tiki-taka dalam beberapa tahun terakhir membuat permainan Spanyol ibarat gerombolan kupu-kupu dari Semenanjung Iberia yang menari indah saat memburu bunga. Ketika tim-tim lain terkadang bermain dengan berani, hati-hati, cepat, hingga lambat, Spanyol justru hanya memainkan satu taktik, yaitu passing, berlari, dan kemudian passing lagi.

Spanyol mengutamakan umpan-umpan pendek yang terus mengalir dari kaki ke kaki. Karena itulah, mereka selalu mendominasi penguasaan bola, tanpa memberikan kesempatan lawan merebutnya. Namun, jika mendapatkan celah di kotak penalti lawan, tusukan serangan para pemain Spanyol berubah laiknya sengatan tawon untuk menghasilkan gol.

"Seni terbaik memainkan sepak bola adalah merebut bola, mempertahankannya, dan berusaha sebaik mungkin untuk tidak membiarkan bola itu direbut kembali oleh lawan," ungkap pelatih Spanyol, Vicente Del Bosque.

Taktik seperti itu pun bakal kembali diterapkan Del Bosque saat menghadapi Belanda pada laga perdana Grup B Piala Dunia 2014 di Stadion Arena Fonte Nova, Salvador, Jumat (13/6/2014). Spanyol memang lebih diunggulkan dan pemain Belanda tampaknya pun bakal kembali kesulitan merebut bola dari kaki para pemain Spanyol.

Akan tetapi, jangan lupa, sirkulasi aliran bola para pemain Spanyol juga ada batasnya. Toh, kekalahan 0-3 dari Brasil pada final Piala Konfederasi 2013, membuktikan, tiki-taka juga bisa macet jika diperagakan di dalam lapangan.

Belanda juga rasanya bisa menghentikan laju Spanyol jika mereka mau belajar dari pengalaman pelatih asal Portugal, Jose Mourinho. Saat masih bersama Inter Milan, Mourinho pernah mematahkan taktik tiki-taka ketika menyingkirkan Barcelona dengan agregat 3-2 pada semifinal Liga Champions 2010.

Dalam skuad Belanda, ada Wesley Sneijder, yang sudah paham betul taktik Mourinho tersebut. Sneijder merupakan pemain andalan Inter saat menekuk Barcelona. Para pemain Spanyol pun kini masih banyak didominasi para penggawa Barcelona yang sempat merasakan pahitnya doktrin pragmatis Mourinho.

Dengan begitu, jika Belanda di bawah asuhan Louis van Gaal, mau menerapkan taktik seperti Mourinho, bukan tidak mungkin hasil positif mampu diraih mereka. Robben yang kini bermain di Bayern Muenchen, juga sudah mengerti skema tiki-tika bersama pelatih Pep Guardiola, yang pada 2010 membesut Barcelona.

"Kami tidak bermain tiki-taka saat ini, walaupun aku menyukai sepak bola itu bersama Bayern. Sekarang kami akan bermain untuk mendapatkan hasil. Serangan balik merupakan senjata berbahaya yang harus kami gunakan melawan mereka (Spanyol)," kata Robben.

Robben menyukai tiki-taka, tetapi ia sadar dibutuhkan cara berbeda untuk meredam sepak bola indah ala Spanyol itu. Toh, meski harus kembali berhadapan dengan faktor keberuntungan dalam sepak bola, harapan Robben cuma satu yaitu agar Belanda tidak kembali berduka seperti empat tahun silam di Afrika Selatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com