Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indra Sjafri: Ini yang Dimaksud Revolusi Mental

Kompas.com - 06/11/2014, 12:12 WIB
Ferril Dennys

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pelatih Indra Sjafri dipecat PSSI karena gagal membawa Tim Nasional Indonesia U-19 lolos ke Piala Dunia U-20. Indra pun kemudian mendapatkan simpati karena sebelumnya pelatih asal Sumatera Barat tersebut telah mempersembahkan gelar Piala AFF yang menyudahi "puasa" gelar Indonesia selama 22 tahun.

Kepada Kompas.com, Indra berbicara soal keputusan PSSI dan rencananya pada masa yang akan datang. Berikut petikan wawancara selengkapnya.

Apa yang membuat Indonesia gagal di Piala Asia U-19?

Tentu banyak faktor. Di samping memang kualitas individu, terutama skill kita belum mumpuni, yang kedua ialah masalah periodesasi. Waktu persiapan yang banyak berubah. Banyak yang berubah. Contohnya saat tur di Eropa. Saya rancang di bulan Agustus. Saya kemudian minta awal September. Berangkat 13 September.

Apakah kegagalan kemarin karena faktor tim yang sudah terlena dengan juara?

Tidak juga. Tidak bisa. Makanya, diukurlah. Makanya, yang salah jangan hanya pelatih. Media juga berperan loh. Terlalu ekspos berlebihan. Tidak proporsional. Menganggap Evan Dimas segalanya.

Kan Evan Dimas mulai belajar sepak bola, mulai bangkit, dan baru keluar dari tahap ketiga. Dia mencoba di senior. Beradaptasi dengan lingkungan baru. Di senior, baru bicara kalah-menang.

Filosofi itu kita yang enggak sama. Kita enggak memiliki persamaan filosofi.

Kalau saya lolos Piala Dunia, saya malahan takut. Ada pembenaran bahwa dua tahun saja cukup kok bisa masuk Piala Dunia. Enggak perlu pembinaan usia dini dari enam tahun itu.

Saya sudah mengambil pembelajaran. Orang lain tidak tahu. Saya tahu persis kenapa terjadi ini.

Orang luar kalau mau jujur, saya gagal atau sukses dengan jerih payah? Saya sukses membuat tim yang bagus. Tugas pelatih usia muda di situ. Tak hanya membuat tim yang bagus. Memberikan gelar setelah 22 tahun.

Memang orang bilang itu kebetulan karena penalti. Menang lawan Korea Selatan, kebetulan karena hujan. Nah itu yang dimaksud revolusi mental. Orang tidak pernah bangga dengan hasil karya anak negerinya sendiri.

Apakah target Piala Dunia realistis?

Realistis atau tidak realistis tidak perlu dikaji. Yang penting punya target ke situ. Saya sebagai pelatih yang ditugaskan waktu itu, saya terjemahkan dalam bentuk periodesasi persiapan untuk mencapai itu.

Dalam perjalanan periodesasi itu, kami dihadapkan situasi-situasi yang harus kami sesuaikan. Periodesasi itu untuk mencapai peak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com