Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/06/2014, 07:00 WIB
Ary Wibowo

Penulis

KOMPAS.com — Sebentar lagi si kulit bundar "Brazuca" akan ditendang di Arena de Sao Paolo untuk mengawali perhelatan akbar Piala Dunia 2014. Jutaan pasang mata akan terarah ke sana, bersama banyak harapan dari segala penjuru bumi.

Bagi masyarakat Brasil sendiri, Brazuca, tentunya adalah berkah yang diharapkan dapat mengembalikan jati diri negara mereka di pentas sepak bola dunia. Brazuca berarti "gaya hidup orang Brasil" atau semangat dan kebanggaan bermain bola bagi mereka.

Dalam sejarah, pemain-pemain Brasil pernah dijuluki maestro sepak bola. Lihat saja pemain Brasil pada era 1950 hingga 1970-an tidak pernah bermain dengan tata tertib dan aturan bola yang kaku. Mereka bermain dengan cinta yang berasal dari hatinya dan membelai bola dengan lembut yang mengalir dari kaki, dada, hingga ke kepala.

Sebut saja, Pele, Garrincha, Roberto Rivelin, Tostao, hingga Jairzinho yang sangat piawai memainkan bola lalu mengalirkan si kulit bundar itu di atas lapangan. Mereka bermain bola bukan untuk meraih kemenangan saja, melainkan juga kegembiraan, dan dengan hati. Bahkan, bisa dibilang, cinta dan kegembiraan itulah yang akhirnya membuat Brasil menjadi kampiun Piala Dunia 1958 Swedia.

"Kesebelasan Brasil dalam Piala Dunia 1958 rasanya bisa menjadi juara dunia dengan menggunakan sistem dan cara apa pun." Begitu diungkapkan mantan pelatih Jerman, Erich Rutemoeller.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Brasil seakan menghilangkan ciri khasnya itu. Mereka tidak bermain lagi dengan hati dan cinta. Mereka terkesan hanya mengejar target kemenangan semata. Salah satu contoh teranyar, bisa dilihat dalam permainan Brasil pada Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.

Kala itu di bawah pelatih Carlos Dunga, Brasil dinilai tidak lagi bermain dengan etos permainan indah. Brasil lebih banyak bermain bertahan dan serangan balik. Hasilnya, ketika mereka meraih kegagalan di turnamen itu, publik sepak bola Brasil pun kecewa. Brasil, kata mereka, telah kehilangan roh Samba.

"Mereka tidak lagi bermain dengan cantik, mereka bermain efisien untuk meraih kemenangan," kata Zico.

"Brasil yang dulu dipuja karena mampu melakukan umpan-umpan mengalir dan indah, saat ini sudah tidak ada lagi," ujar Tostao.

Belakangan, Pele pun heran. Menurut dia, masalah yang lumrah bagi Brasil adalah lini belakang, tetapi saat ini masalah Brasil adalah lini tengah dan depan, yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sepak bola

Mengacu komentar para legenda Samba, sepak bola bukan hanya soal menang kalah bagi publik Brasil, melainkan kebanggaan dan keyakinan bahwa gaya orisinal mereka adalah yang terbaik di dunia; bahwa kemenangan hanya membanggakan jika diraih tanpa menanggalkan jati diri.

Franklin Foer, dalam karyanya How Soccer Explain the World, mengatakan bahwa bagi masyarakat Brasil, pesta sepak bola juga adalah upaya untuk menyatukan semua orang. Pendukung sepak bola di sana pun dikategorikan suporter karnaval yang identik dengan kemeriahan, warna-warni, dan pesta.

"Negara ini cinta terhadap sepak bola. Ini adalah kesempatan berpesta untuk mengembalikkan jati diri kami dan meraih kemenangan di Piala Dunia di hadapan jutaan pasang mata masyarakat Brasil," kata Tostao.

Dalam arti lebih luas, sepak bola juga merupakan sarana untuk mengidentifikasi krisis identitas. Inggris, misalnya. Industri membuat Inggris tak pernah mengalami krisis pemain top. Namun, melimpahnya bintang tak membuat Inggris bergigi di ajang internasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korsel Takluk dari Indonesia, Arhan Hibur Rekan Setimnya di Suwon FC

Korsel Takluk dari Indonesia, Arhan Hibur Rekan Setimnya di Suwon FC

Timnas Indonesia
4 Fakta Indonesia Vs Korsel: Pulangkan Negara Asal, Ambisi STY Tercapai

4 Fakta Indonesia Vs Korsel: Pulangkan Negara Asal, Ambisi STY Tercapai

Timnas Indonesia
Timnas U23, Lelaki Muda Kokoh dan Jalur Langit

Timnas U23, Lelaki Muda Kokoh dan Jalur Langit

Internasional
Indonesia ke Semifinal Piala Asia U23, Keyakinan STY Terbukti, Punya 'Mantra Sakti'

Indonesia ke Semifinal Piala Asia U23, Keyakinan STY Terbukti, Punya "Mantra Sakti"

Timnas Indonesia
Tebus Kegagalan di Piala AFF U23, Ernando Ingin Juara Piala Asia U23 demi STY

Tebus Kegagalan di Piala AFF U23, Ernando Ingin Juara Piala Asia U23 demi STY

Timnas Indonesia
Momen Ragnar, Jay, dan Thom Haye Nobar Laga Indonesia Vs Korsel

Momen Ragnar, Jay, dan Thom Haye Nobar Laga Indonesia Vs Korsel

Timnas Indonesia
STY Bikin Sepak Bola Korsel Menangis, Beri yang Terbaik untuk Indonesia

STY Bikin Sepak Bola Korsel Menangis, Beri yang Terbaik untuk Indonesia

Timnas Indonesia
Hasil Persib Vs Borneo FC, Catatan Hodak Usai Jungkalkan Juara Reguler Series

Hasil Persib Vs Borneo FC, Catatan Hodak Usai Jungkalkan Juara Reguler Series

Liga Indonesia
Timnas Indonesia Libas Korsel, Shin Tae-yong Disebut seperti Menang KO

Timnas Indonesia Libas Korsel, Shin Tae-yong Disebut seperti Menang KO

Timnas Indonesia
Shin Tae-yong Bicara Kans Indonesia ke Final Piala Asia U23 2024

Shin Tae-yong Bicara Kans Indonesia ke Final Piala Asia U23 2024

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Korsel, Kata Pratama Arhan Usai Jadi Penentu Kemenangan

Indonesia Vs Korsel, Kata Pratama Arhan Usai Jadi Penentu Kemenangan

Timnas Indonesia
Rafael Struick: Hari Ini Kalahkan Korsel, Ayo ke Paris Tuliskan Sejarah!

Rafael Struick: Hari Ini Kalahkan Korsel, Ayo ke Paris Tuliskan Sejarah!

Timnas Indonesia
Dua Tim Juara Calon Lawan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23 2024

Dua Tim Juara Calon Lawan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23 2024

Timnas Indonesia
Reaksi Media Korsel: 'Magis Shin Tae-yong' dan 'Tragedi di Doha'

Reaksi Media Korsel: "Magis Shin Tae-yong" dan "Tragedi di Doha"

Timnas Indonesia
Timnas U23 Indonesia Menangi Adu Penalti, Ernando Ari Pun 'Menari'...

Timnas U23 Indonesia Menangi Adu Penalti, Ernando Ari Pun "Menari"...

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com