“Dari sudut pandang saya, simple secara hukum ketika melakukan tender,” ujarnya kepada Kompas.com pada Sabtu (6/4/2024) malam WIB.
“Perusahaan PT A setelah menang tender, lalu digeser ke PT B untuk menjalankan, dalam catatan tender ini posisinya swasta (bukan Pemerintah atau Kementerian), keputusan ada di swasta bisa menerima atau tidak.”
“Bahkan mungkin di persyaratannya, pemenang itu bisa juga bukan PT tetapi perorangan dan boleh menjalankan lagi.”
“Ini kan bukan tender Pemerintah di mana ada Perpres dll. Di statuta PSSI juga kalau dilihat badan hukum profesional bukan badan hukum Pemerintah.”
“Kalau dari pihak pelaksana memilih untuk mengiyakan, ya kita pun tidak bisa menyalahkan karena balik lagi keputusan tersebut oleh pengguna jasa tender, dalam hal ini GSI.”
Namun, ia juga mengatakan bahwa hal ini memang terlihat tidak elok secara etika.
Ia mengatakan, seharusnya kalau PT A memenangkan tender tetap PT A yang menjalankan walau tidak selamanya kasusnya seperti itu.
"Tetap saja, buat saya tidak ada sesuatu yang dilanggar. Saya berpendapat tidak ada yang dilanggar secara aturan, tidak ada kewajiban pemenang itu harus PT A yang menjalankan walau saya tidak melihat dokumen tender penuh," lanjutnya menambahkan.
Permasalahan etika ini juga senada dengan pendapat sumber Kompas.com yang merupakan salah satu pemain besar di industri apparel Tanah Air.
“Pandangan saya, ini masalah etika bukan hukum. Membuat perusahaan baru itu hal mudah tapi menariknya begini,” tutur pria yang enggan disebutkan namanya ini.
“Dia presentasi untuk menang tender karena Erigo, punya jaringan retail, dan orang-orang jago desain.”
Baca juga: Timnas Indonesia Optimistis, Yakin ke 8 Besar Piala Asia U23 2024
“Ketika sudah menang, bikin baru dan menyampingkan Erigo yang dibawa-bawa di awal.”
Ia pun menyoroti besarnya nominal yang dibayarkan ke PSSI, baik dari sponsorship fee senilai 8 miliar per tahun, nilai barang 20 miliar per tahun, plus royalty fee 7 persen.
“Jadi, etikanya adu tender jersey timnas di masa depan itu bukan perkara desain, kualitas produksi, dan jaringan distribusi,” ujar sosok tersebut.
“Tapi, seberapa besar cash money yang bisa dibawa.”
“Ketika dia cuma punya kontrak dua tahun apakah bisa balik modal dalam waktu dua tahun? Kalau tidak, dia akan “memaksa” perpanjang sampai balik modal.”
Chitto kemudian membahas terkait dugaan persekongkolan seperti yang ramai dibicarakan di media sosial dengan kehadiran Ranggaz Laksmana, anak seorang petinggi Mahaka Group sebagai salah satu investor di Erspo.
Pria yang bekerja di kantor hukum Resandhi Cumbhadrika Partnership tersebut mengatakan hipotesis-hipotesis ini masih berupa spekulasi liar.
"Persekongkolan itu harus dibuktikan. Apa sih indikasinya? Panitia yang dipilih tak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan atau terafiliasi dengan pelaku usaha?" Ujar Chitto menambahkan.