KOMPAS.com - Kasus tender jersey Timnas Indonesia masih terus menjadi topik hangat di media sosial. Terkait polemik tersebut, Kompas.com mencoba menelusuri dari berbagai sudut pandang.
Pihak PSSI melalui Direktur Garuda Sepakbola Indonesia, Marsal Masita, menekankan bahwa proses tender jersey Timnas Indonesia berlangsung transparan.
Pertanyaan publik muncul seiring program SPORTY Kompas.com bertajuk “Erigo atau Erspo? Tender Jersey Timnas Bermasalah? Muhammad Sadad dan PSSI Berbicara” yang diunggah pada Kamis (4/4/2024).
Di program tersebut, Direktur GSI Marsal Masita berbicara soal proses tender dan penunjukkan Erspo sebagai penyedia apparel timnas walau pemenang yang diumumkan ke publik adalah Erigo.
"Kami baca kepemilikan saham Erigo mayoritasnya masih Muhammad Sadad," kata Marsal.
"Setelah Erigo terpilih, Sadad mengatakan ke saya, bisa tidak brand-nya pakai Erspo, bukan Erigo? (Saya bilang) Oh tidak apa-apa karena Erspo kepemilikannya dia juga," ungkapnya.
Marsal menjelaskan, PSSI tidak melihat brand, tetapi perusahaan alias PT yang menaungi brand tersebut.
"Yang kami lihat perusahaan, bukan brand-nya apa. Erigo dan Erspo itu miliknya Sadad, mereka memberikan surat tertulis," ungkapnya.
Erspo sendiri melalui rilisnya tertanggal 1 April 2024 juga menekankan posisi Sadad sebagai Founder dan Komisaris Utama Erigo serta Founder dan CEO Erspo, sekaligus mematahkan rumor yang mengatakan dirinya bukan lagi bagian dari Erigo.
"Setelah diumumkan jadi pemenang, saya berdiskusi dan berpikir panjang kalau rasanya brand ini mungkin segmennye lebih berbeda (dari pasar Erigo)," ujar Sadad.
"Tapi, untuk menghindari polemik-polemik yang ada, ya sudah nanti produk-produk Erspo akan tersedia di toko Erigo."
"Ini untuk menjelaskan, bahwa tidak ada sesuatu-sesuatu. Saya tetap akan membesarkan Erigo dan ke depan juga ingin membesarkan lebih jauh Erspo-nya."
Hal ini kembali ditegaskan Marsal dalam pernyataannya kepada Kompas.com setelah acara Sporty tersebut naik.
Ada tiga poin yang disampaikan:
Seorang sumber Kompas.com yang sering ikut proses tender perusahaan mengatakan kalau hal ini lumrah terjadi.
“Seperti saya sekarang ini, perusahaan saya bekerja ikut tender pengelolaan kebun raya. Begitu menang, perusahaan saya ini membuat PT baru untuk menangani kebun raya tersebut,” ujarnya beberapa hari lalu.
“Secara perjanjian kerja sama payung, tetap perusahaan saya yang memegang tetapi ada sub kontrak di bawahnya."
Namun, hal ini masih mendapat perhatian dari media sosial yang masih mempertanyakan keabsahan peralihan PT pemenang tender ke entitas baru bernama Erspo.
Penjelasan Pakar Legal
Terkait hal ini, Chitto Cumbhadrika, S.H., S.I.P., M.H. sebagai Ketua Bidang Hukum dan Regulasi Asosiasi Industri Pakaian dan Peralatan Olahraga Indonesia memberikan pendapatnya.
“Dari sudut pandang saya, simple secara hukum ketika melakukan tender,” ujarnya kepada Kompas.com pada Sabtu (6/4/2024) malam WIB.
“Perusahaan PT A setelah menang tender, lalu digeser ke PT B untuk menjalankan, dalam catatan tender ini posisinya swasta (bukan Pemerintah atau Kementerian), keputusan ada di swasta bisa menerima atau tidak.”
“Bahkan mungkin di persyaratannya, pemenang itu bisa juga bukan PT tetapi perorangan dan boleh menjalankan lagi.”
“Ini kan bukan tender Pemerintah di mana ada Perpres dll. Di statuta PSSI juga kalau dilihat badan hukum profesional bukan badan hukum Pemerintah.”
“Kalau dari pihak pelaksana memilih untuk mengiyakan, ya kita pun tidak bisa menyalahkan karena balik lagi keputusan tersebut oleh pengguna jasa tender, dalam hal ini GSI.”
Namun, ia juga mengatakan bahwa hal ini memang terlihat tidak elok secara etika.
Ia mengatakan, seharusnya kalau PT A memenangkan tender tetap PT A yang menjalankan walau tidak selamanya kasusnya seperti itu.
"Tetap saja, buat saya tidak ada sesuatu yang dilanggar. Saya berpendapat tidak ada yang dilanggar secara aturan, tidak ada kewajiban pemenang itu harus PT A yang menjalankan walau saya tidak melihat dokumen tender penuh," lanjutnya menambahkan.
Permasalahan etika ini juga senada dengan pendapat sumber Kompas.com yang merupakan salah satu pemain besar di industri apparel Tanah Air.
“Pandangan saya, ini masalah etika bukan hukum. Membuat perusahaan baru itu hal mudah tapi menariknya begini,” tutur pria yang enggan disebutkan namanya ini.
“Dia presentasi untuk menang tender karena Erigo, punya jaringan retail, dan orang-orang jago desain.”
“Ketika sudah menang, bikin baru dan menyampingkan Erigo yang dibawa-bawa di awal.”
Ia pun menyoroti besarnya nominal yang dibayarkan ke PSSI, baik dari sponsorship fee senilai 8 miliar per tahun, nilai barang 20 miliar per tahun, plus royalty fee 7 persen.
“Jadi, etikanya adu tender jersey timnas di masa depan itu bukan perkara desain, kualitas produksi, dan jaringan distribusi,” ujar sosok tersebut.
“Tapi, seberapa besar cash money yang bisa dibawa.”
“Ketika dia cuma punya kontrak dua tahun apakah bisa balik modal dalam waktu dua tahun? Kalau tidak, dia akan “memaksa” perpanjang sampai balik modal.”
Dugaan Persekongkolan
Chitto kemudian membahas terkait dugaan persekongkolan seperti yang ramai dibicarakan di media sosial dengan kehadiran Ranggaz Laksmana, anak seorang petinggi Mahaka Group sebagai salah satu investor di Erspo.
Pria yang bekerja di kantor hukum Resandhi Cumbhadrika Partnership tersebut mengatakan hipotesis-hipotesis ini masih berupa spekulasi liar.
"Persekongkolan itu harus dibuktikan. Apa sih indikasinya? Panitia yang dipilih tak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan atau terafiliasi dengan pelaku usaha?" Ujar Chitto menambahkan.
"Masalah karena keberadaan Ranggaz, hal ini harus dibuktikan di ranah hukum."
"Sekarang ini banyak hipotesis sebenarnya. Namun, kita tidak bisa merangkai fakta tanpa fakta sebenarnya."
Momen Pembelajaran bagi PSSI
Bagi Chitto, kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi federasi secara aspek legal terutama kenapa PSSI begitu lunak terhadap aturan hukum yang dibuat dalam tender.
Menurutnya, penjelasan resmi akan bisa membuat segala nada sumbang terkait proses tender ini meredup.
"Seharusnya PSSI bisa menjawab dengan lebih tegas dan lebih clear," ujarnya.
"Kenapa PSSI memperbolehkan subkon ini? Apakah jika itu terjadi dengan pemenang lain, hal sama diperbolehkan?"
"Apakah PT GSI saat itu tidak berpikir atau berkonsultasi dengan divisi hukum terkait efek-efek turunan dari keputusan ini," lanjutnya.
"Atau, sebetulnya PSSI akan iya-iya saja, yang penting Erigo membayar sesuai jumlah yang dikatakan sangat besar itu?”
“Jadinya muncul teori konspirasi Ranggaz atau Erick Thohir. Ini yang seharusnya menjadi jelas."
Chitto pun mengutarakan, keterbukaan PSSI dalam hal ini akan bisa mengobati keramaian yang terjadi agar tidak mengganggu sampai ke tim nasional.
"PSSI bahasanya menggampangkan proses. Ini yang menimbulkan banyak pertanyaan."
"Semakin dibiarkan semakin membiarkan persepsi negatif," ujar pria yang juga Dosen STIH IBLAM tersebut.
"Apalagi saat ini timnas Indonesia lagi bagus-bagusnya. Dengan adanya permasalahan ini bisa mengganggu ke tim secara tidak langsung walau urusan pemain hanya bermain."
"PSSI seharusnya bisa lebih terbuka seperti Erspo yang bersedia untuk mendengarkan mengganti desain dll itu cukup membuat masyarakat dan fans timnas lebih tenang."
"Harapannya, PSSI bisa melakukan hal serupa agar tidak ada bola-bola liar."
"Takutnya mengganggu secara tidak langsung, ke perpanjangan kontrak STY, kepercayaan pemain-pemain timnas ke PSSI, dan kurangnya kepercayaan fans timnas."
https://bola.kompas.com/read/2024/04/07/19534538/kupas-kasus-tender-jersey-timnas-dari-mata-pelaku-sampai-pakar-hukum