Namun yang paling penting dari semua itu adalah Olimpiade ikut mendorong penguatan identitas dan kebanggaan nasional, atau rasa nasionalisme.
Keikutsertaan atlet di Olimpiade juga dapat turut menggalang dukungan publik, dan menciptakan ikatan sosial yang lebih kuat antarwarga bangsa melalui prestasi olahraga.
Keberhasilan atlet dalam Olimpiade menciptakan prestise nasional, meningkatkan citra positif negara di tingkat internasional, dan menunjukkan kemampuan serta semangat kompetitif dari satu bangsa/negara.
Prestasi di Olimpiade juga turut memicu rasa patriotisme, kebanggaan nasional, dan solidaritas di antara warga negara, juga dunia.
Kita semua tentu bakal terharu dan bangga bila menyaksikan Indonesia Raya dikumandangkan dan Merah Putih dikibarkan, saat medali emas diraih. Itu mengapa dukungan kita, sebagai warga bangsa, penting dalam setiap keikutsertaan di Olimpiade.
Sejauh ini kita sudah punya lima tiket Olimpiade, antara lain: Panahan (Arif Dwi Pangestu dan Diananda Choirunisa); Gymnastic dari disiplin artistik (Rifda Irfanaluthfi); serta dua atlet Sport Climbing (Desak Made Rita dan Rahmad Adi Mulyono).
Sekalipun kita memang baru mengamankan lima tiket Olimpiade, tapi ini adalah langkah maju, mengingat dua cabang olahraga yang sudah masuk (Gymnastic dan Sport Climbing) merupakan catatan atau sejarah baru dalam partisipasi di Olimpiade Indonesia.
Peluang masih terbuka terutama dari cabang olahraga yang telah lolos di atas. Misalnya dari Sport Climbing yang punya potensi mendapatkan kuota maksimal, begitu juga dengan panahan yang masih berjuang mengejar kuota di nomor beregu.
Berita menggembirakan juga datang dari Weightlifting atau Angkat Berat, dua atlet kita sudah masuk dalam posisi aman, Badminton masih terus dalam perburuan "poin race to Paris" yang akan berlangsung hingga April, ada pula Surfing, Rowing, dan tentunya Akuatik.
Meski dalam torehan positif, beberapa hari terakhir, saya mengikuti, terutama melalui media sosial, ada saja spekulasi atau kekhawatiran, bahkan boleh dibilang pesimisme Indonesia terancam paceklik kontingen.
Semua itu tentu menjadi motivasi tersendiri. Sebagai Ketua Komite Olimpiade Indonesia dari awal saya sudah berkomitmen, agar atlet yang diikutsertakan ke Paris harus lebih banyak, atau meningkat jumlahnya dibandingkan Olimpiade edisi sebelumnya.
Kita harus optimistis, ibarat balapan, kita tak boleh berspekulasi sebelum menyentuh garis finis. 'Bounce back' dan menyalip di tikungan itu biasa, dan dari sini kita belajar dan tumbuh, untuk mengukir prestasi.
Mengutip pernyataan Baron Pierre de Coubertin, bapak Olimpiade modern:“The important thing in life is not the triumph but the struggle; the essential thing is not to have conquered but to have fought well.”
“Bagian terpenting dalam kehidupan bukanlah kemenangan, melainkan perjuangan; yang penting bukan hanya menang, melainkan berjuang dengan baik," artinya kurang-lebih begitu.
Jadi, kita terus berjuang dan memberikan yang terbaik hingga akhir, dan kapan akhirnya? Ketika penutupan kualifikasi pertengahan tahun ini.