Meski terikat rivalitas sengit, baik Madridistas maupun Barcelonistas
tak pernah melarang pendukung lawannya untuk datang mendukung timnya bila bertandang ke markasnya masing-masing. Dalam setiap laga
El Clasico, Madridistas tetap bisa datang ke Camp Nou, demikian pula Barcelonistas yang tetap bisa menginjakan kaki di Santiago Bernabeu.
Kalaupun ada sambutan negatif, paling-paling hanya cemoohan dan saling ejek. Tak pernah ada aksi kekerasan berpotensi kematian.
KOMPAS.com / ANDI HARTIK Pelatih Arema FC Milomir Seslija (baju putih) saat menyapa Aremania usai menang 4-1 atas Persita Tangerang dalam laga Babak 32 Besar Piala Indonesia di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (26/1/2019)
Jauh di belahan dunia lainnya, rivalitas sengit antara
Persebaya Surabaya dan
Arema FC tersaji pada
Piala Presiden 2019. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, laga final pada edisi kali ini menggunakan sistem kandang-tandang. Jadi, laga final akan digelar dua kali, masing-masing di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya; dan Kanjuruhan, Malang.
Layaknya
Real Madrid dan
Barcelona, Persebaya dan Arema adalah musuh bebuyutan. Keduanya adalah tim besar dan punya tradisi kuat di Jawa Timur.
Walau demikian, persaingan Persebaya dan Arema tak sampai dicampuri politik identitas. Secara budaya, kedua suporter juga bisa dibilang punya latar belakang yang sama.
Tapi kondisi tersebut bukan jaminan
Bonek, seputan pendukung Persebaya, bisa dengan mudah datang ke Malang. Situasi yang sama juga dialami
Aremania, nama pendukung Arema.