3. JANGAN BICARAKAN LAWAN DAN TAK BUTUH PAPAN TULIS
Percaya atau Tidak, para pemain Real Madrid tak membutuhkan instruksi lewat papan tulis saat memenangi 5 laga final secara berturut-turut.
Tanpa peralatan pendukung, Madrid terbukti tetap perkasa. Bahkan sang legenda klub, Alfredo Di Stefano, mencetak gol dalam ke-5 partai penting tersebut.
"Kami tak pernah memiliki papan tulis dan hampir tak pernah membicarakan lawan. Sikap dari para pemain menjadi kunci kami untuk mengubah permainan," kata Paco Gento, winger Madrid periode 1953–1971.
"Pada era Di Stefano, kami hanya datang ke stadion, memakai kostum, dan bermain," ucap Gento lagi.
4. TERTAWALAH
Setiap pelatih punya cara berbeda untuk meredakan ketegangan anak-anak asuhnya menjelang partai penting. Kalau mantan pelatih AC Milan, Nereo Rocco, memilih jalur humor.
Sebelum untuk melakoni duel puncak versus Benfica pada 1963 di Stadion Wembley, Nereo melepaskan candaan yang membuat pasukannya tertawa dan rileks.
"Rocco melihat ketakutan di wajah pemain. Dia berdiri dan berkata, 'Siapa pun yang ketakutan tidak perlu ikut masuk stadion'. Setelah itu, dia berpura-pura seperti orang ketakutan," kata Cesare Maldini, kapten Milan saat itu.
"Kami semua tertawa dan ketegangan menguap. Tidak ada sosok yang bisa menciptakan suasana positif seperti dia," ucap ayah dari Paolo Maldini itu lagi.
Milan akhirnya membungkam Benfica 2-1. Sempat tertinggal lebih dulu oleh gol Eusebio pada menit ke-19, sang wakil Italia membalikkan keadaan lewat sepasang gol Jose Altafini (58' dan 69').
5. BERNYANYI
Bernyanyi ampuh untuk menghilangkan ketegangan. Setidaknya, itulah resep kesuksesan Liverpool FC ketika memenangi final 1984 di markas AS Roma, Stadion Olimpico.
Skuat asuhan Joe Fagan menyanyikan lagu I Don’t Know What It Is But I Love It milik musisi Inggris, Chris Rea. Mereka bahkan mendendangkan lagu tersebut keras-keras sambil melewati kamar ganti Roma.
"Kami berjalan melewati kamar ganti Roma dan bernyanyi begitu keras. Dalam konferensi pers, pelatih mereka (Nils Liedholm) berkata, 'Saya heran kenapa mereka bisa begitu santai'," tutur bek The Reds, Mark Lawrenson.
Duel memang berlangsung sengit. Kedua tim bermain sama kuat 1-1 selama 120 menit.
Pada babak adu penalti, nasib Liverpool lebih mujur. Empat dari lima eksekutor mereka berhasil menceploskan bola, sedangkan dua algojo Roma gagal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.