Atas segala tindakan yang sportif, fans Irlandia mendapatkan penghargaan dari Wali Kota Paris, Anne Hidalgo, berupa medali City of Paris.
Selalu merayakan kemenangan
Sejak kecil kita diajarkan bahwa sesuatu yang harus dirayakan adalah selalu soal keberhasilan atau kemenangan.
Berhasil naik kelas di sekolah, keluarga kita pergi makan-makan. Berhasil memenangkan suatu perlombaan antar sekolah, kita merayakannya dengan sebuah pesta kecil. Dipromosikan naik jabatan tertentu di kantor, kita merayakannya dengan kumpul bersama teman-teman dekat
Perayaan selalu terkait dengan kemenangan. Sejak kecil barangkali kita tidak pernah merayakan kekalahan karena kekalahan bukan sesuatu yang pantas untuk dirayakan. Begitu kita selalu diajari.
Barangkali karena itulah, tak sedikit orang yang sulit menerima kekalahan. Rasa sakit atas kekalahan bahkan terus terpendam di lubuk hati yang paling dalam hingga bertahun-tahun menimbulkan halusinasi akut atas akal sehat.
Maka, ada baiknya jika Anda sedang kalah di hari-hari belakangan ini, rayakanlah. Terimalah dengan sukacita karena demikianlah hidup. Ia tidak selalu berisi kemenangan atau hal-hal menyenangkan. Bukankah juga di balik kekalahan selalu ada pelajaran yang bisa dipetik?
Peristiwa suka dan duka datang dan pergi setiap waktu. Larut terpuruk dalam kesedihan tidakkah membuat kita lupa tentang hidup dan kehidupan yang terus berjalan dan harus selalu dirayakan dengan sukacita seperti nyanyian dan tawa “The Boys in Green” yang selalu riang.
Gembira adalah pilihan. Demikian pula, sedih dan marah adalah pilihan.
Jika kita tak pernah merayakan kekalahan, bisa jadi kita akan selalu gagal berdamai dengan kehidupan yang tidak selalu berisi kemenangan dan menjadi kaum yang gagal “move on”.
Tidak mampu menjadi "good loser"
Itulah yang terjadi pada sekelompok orang di negeri ini. Luka atas kekalahan pada Pilpres 2014 kemarin teryata belum selesai. Ia tersimpan di lubuk hati paling dalam hingga menimbulkan infeksi nanah busuk yang membutakan nurani.
Bahkan, puasa suci sepanjang Ramadhan dan Idul Fitri yang seyogianya membawa tiap pribadi kembali pada fitrahnya sebagai manusia yang runduk di hadapan Allah tak mampu memadamkan amarah dan dendam itu.
Amarah buta itu meluap dengan centang perentang ketika Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik meninggal dunia di hari kedua Idul Fitri. Suasana hari raya belum lagi padam, namun sumpah serapah atas kematian Husni menyeruak dengan mengejutkan di linimasa media sosial kita.
Di hari yang fitri almarhum Husni dimaki. Disoraki gembira karena ajal menjemputnya. Bagi kelompok kalah ini, Husni dipandang sebagai orang yang mencurangi jagoan mereka di pilpres.