Hajatan Piala Eropa baru saja usai. Mitos 12 tahunan terbukti. Portugal yang tidak diunggulkan di laga final melawan Perancis berhasil meraih trofi juara lewat gol tunggal penyerang pengganti, Eder, pada menit ke-109, babak perpanjangan waktu.
Apa yang Anda kenang dari hajatan besar di Benua Biru itu? Aksi Antonie Griezmann yang impresif di lini depan? Atau sundulan Christiano Ronaldo yang berkecepatan 71,2 km per jam saat menaklukkan Wales di Stade de Lyon?
Saya mengenangkan suporter Republik Irlandia yang jenaka. “The Boys in Green” - julukan suporter Irlandia dengan kaos berwarna hijau sesuai warna jersey timnas Irlandia yang disematkan sejumlah media, menunjukkan kelasnya sebagai suporter paling sportif.
Mereka tidak hanya mengajarkan soal sportivitas. Lebih dari itu, mereka mengajarkan soal hidup yang harus dirayakan, termasuk merayakan kekalahan.
Sepak bola bukan semata soal hasil menang atau kalah. Lebih dari itu, sepak bola adalah soal pertandingan itu sendiri yang memacu adrenalin yang menggairahkan.
Terlibat di dalamnya, entah sebagai pemain atau penonton, entah kalah entah menang, itulah kegembiraannya.
Begitu pula hidup dan kehidupan. Hidup bukan semata soal kemenangan atau kekalahan. Hidup itu sendiri adalah sesuatu yang harus dirayakan karena ia adalah anugerah gratis dari Sang Pemilik Kehidupan, meski di dalamnya ada kekalahan yang menyakitkan.
Saya mengenangkan “The Boys in Green” yang tetap tertawa dan bersukacita meski mereka dikandaskan dengan telak 0-3 oleh Belgia.
Usai laga yang seharusnya pahit itu, di Kota Bordeaux suporter Irlandia yang berkaos hijau berbaur dengan suporter Belgia yang berkaos merah dan bernyanyi bersama dengan penuh sukacita.
Despite losing 3-0 to Belgium, Irish fans are in high spirits & will still stand up for the boys in green! #COYBIG pic.twitter.com/SIQ7ix2vtx
— Dave O'Grady (@DaveOGrady1) June 18, 2016
Pada hari yang sama, sebuah video yang menjadi viral menunjukkan bagaimana sejumlah suporter Irlandia bernyanyi di dalam kereta di kota penghasil anggur tersebut.
Mereka kemudian menyadari nyanyian mereka membangungkan seorang bayi yang tengah dipangku seorang lelaki di dalam kereta itu. Dengan jenaka, mereka kemudian menghibur bayi tersebut dengan bernyanyi “Twinkle Twinkle Little Star”.
Usai bernyanyi mereka berseru “ssstt...” dengan jari telunjuk di depan bibir untuk memperingatkan teman-teman mereka agar tidak berisik supaya bayi itu tidur lagi.
Pada pertandingan yang lain, usai kekalahan dari Belgia, Irlandia juga harus menelan pil pahit ketika bertekuk lutut 1-2 melawan Perancis. Usai pertandingan ketika para pendukung Perancis bersorak merayakan kemenangan, “The Boys in Green” dengan sportif memberikan salam ucapan selamat.
Ireland fans shake hands with France fans at full-time today. This is why we'll miss them. Great sports ???? pic.twitter.com/QO2WnYdPKB
— BreatheSport (@BreatheSport) June 26, 2016
Kekalahan tidak harus membuat mereka patah hati. Kecewa dan sedih adalah manusiawi. Namun, kegembiraan dan sukacita di atas kekalahan juga adalah pilihan yang bisa diambil. “The Boys in Green” menujukkan pilihan itu.
Irlandia tersingkir dari babak 16 besar. “The Boys in green” memang pulang meninggalkan Perancis sebelum hajatan besar selesai. Namun, kegembiraan dan sukacita mereka di atas kekalahan tetap tinggal sebagai kenangan yang tak terlupakan di hati para pecinta sepak bola di seluruh dunia.