Kasus seperti itu tidak dialami Mendieta sendiri. Pemain asal Guinea, Camara Abdoulaye Sekou (27), juga mengaku belum menerima gaji tujuh bulan dari Persipro Probolinggo yang tampil di Divisi Utama PT LPIS. Ia bercerita dikontrak Persipro, Desember 2011, satu musim dengan nilai kontrak Rp 150 juta.
”Saya baru dibayar Rp 25 juta sebagai uang muka. Sisanya akan dibayar dalam bentuk gaji Rp 16 juta per bulan. Namun, sejak tanda tangan kontrak bulan Desember, saya tidak mendapat gaji,” tutur Camara kepada Kompas.
Ia tetap bertahan di Persipro hingga akhir musim, Juni, karena masih berharap klubnya akan memenuhi haknya. Saat ini ia membiayai hidup dirinya serta istri dan satu anaknya dengan main di laga antarkampung.
”Saya dapat Rp 300.000 dan Rp 400.000 sekali main. Itu saya pakai untuk membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya. Tetapi, saat ini saya kesulitan membayar rumah kontrakan yang sudah menunggak dua bulan,” katanya.
Ironisnya, meski klub-klub Indonesia krisis keuangan, minat pemain asing bermain di liga Indonesia tetap tinggi. ”Di sini bayarannya cukup bagus. Gaya bermainnya juga tidak terlalu jauh dan kami bisa mudah beradaptasi,” kata Erdgar Rolong, rekan senegara Mendieta.
Gaji pemain asal Amerika Selatan, khususnya Paraguay, per bulan 1.000-1.500 dollar AS (Rp 9,5 juta-Rp 14,25 juta) di negara asalnya. Namun, di Indonesia mereka bisa mendapat gaji lebih besar, 4.000-6.000 dollar AS (Rp 38 juta hingga Rp 58 juta) per bulan.