"Sepak bola Indonesia ini sudah rusak, jadi jangan ditambahi dengan masalah-masalah seperti ini. Sepak bola seharusnya tidak sampai seperti ini. Sampai kapan lagi sepak bola harus kehilangan nyawa-nyawa yang tidak perlu," sesal kapten Persija, Bambang Pamungkas, menanggapi sejumlah insiden berdarah itu.
Sosiolog Imam B Prasodjo berpendapat, kekerasan yang dilakukan suporter sepak bola merupakan bentuk emosional primitif yang mengarah ke perlakuan hewani. Jika tidak segera diselesaikan, proses kristalisasi sebagai kelompok suporter yang selalu menganggap lawannya adalah musuh, kekerasan itu masih terus terjadi dan bisa mengeras lagi.
"Yang menjadi perekat kelompok suporter adalah rasa kekitaan yang sangat emosional. Akibatnya, orang beranggapan bahwa di luar kelompok saya adalah musuh. Jika dibiarkan, nantinya kelompok ini bisa masuk ke dalam lingkaran budaya kekerasan yang menjadikan mereka bertindak sebagai mesin yang membenci kelompok lain," ujar Imam.
Memang, selain fanatisme sempit di setiap insiden berdarah dalam sepak bola itu memang juga tak bisa dilepaskan dari peran aparat dalam mengamankan sebuah pertandingan. Sebab, tak jarang, mereka pun dinilai bertanggung jawab atas sejumlah insiden itu. Tidak hanya di Indonesia, tragedi Hillsborough antara Liverpool dan Nottingham Forest pada 1989 menjadi kritik keras buat aparat keamanan yang dinilai teledor.
Guru Besar Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Senin (4/6/2012) malam, menilai aparat harus merancang bermacam usaha mencegah konflik di antara para suporter. Ia menilai, prosedur itu harus juga dilaksanakan secara baik ketika mengamankan suatu pertandingan besar yang identik dengan pendukung kesebelasan yang fanatik.
"Polisi pasti memiliki pertimbangan lain, karena tugas polisi adalah menciptakan public order. Memang perlu ada evaluasi kedua belah pihak. Jika polisi salah menerapkan tugasnya, silakan diperiksa. Tetapi, suporter juga harus sadar diri untuk tetap tertib dan tidak membuat masalah. Saya yakin, jika tidak ada hal-hal aneh, insiden itu tidak akan pernah terjadi," ujar Adrianus.
Respons dan tindakan nyata
Terlepas sebab muasal dari insiden berdarah tersebut, hilangnya puluhan nyawa itu telah menambah buruk sejarah kelam sepak bola Indonesia. Belum ada cara, respons, dan tindakan tegas untuk menyelesaikan persoalan itu secara nyata. Memang bukan pekerjaan mudah. Tapi, apakah sebanding jika olahraga favorit jutaan rakyat Indonesia ini terus memakan korban jiwa?
Lihat saja, Pemerintah Mesir langsung menghentikan seluruh kegiatan sepak bolanya akibat insiden berdarah di Port Said. Seluruh tim sepak bola Inggris pun berbesar hati rela menerima hukuman larangan tanding di kompetisi Eropa selama lima tahun dari FIFA atas ulah pendukung Liverpool dalam tragedi Heysel yang terjadi 27 tahun silam. Hasilnya, respons itu pun berbuah nyata, yakni sepak bola mereka dapat berkembang jauh lebih baik.
Bagi suporter, tak berlebihan juga jika mereka mencontoh rivalitas sejumlah klub luar negeri. Lihat saja perseteruan antara Barcelona-Real Madrid ataupun AC Milan-Inter Milan. Alasan kebencian yang mendarah daging dalam benak pendukung keempat tim itu yang berkaitan dengan sejarah panjang perjalanan bangsa mereka, bahkan jauh lebih kuat jika dibandingkan dengan fanatisme suporter di Indonesia.
Namun, bagi Barcelona, Madrid, Milan, maupun Inter, rivalitas yang mengakibatkan pertumpahan darah adalah warisan kuno yang tak pantas dilakukan di era modern saat ini. Rivalitas dan fanatisme, bagi mereka, telah bertransformasi menjadi pertarungan sehat dan sengit di dalam lapangan. Sepak bola pun akan kembali pada hakikatnya, yakni sebagai permainan indah 22 manusia di atas rumput!
Melihat sejumlah fakta itu, sangat pantas jika pertanyaan besar disematkan kepada para suporter, pengurus, serta penanggung jawab sepak bola Indonesia. Kini, semuanya kembali pada kemauan dan keseriusan mereka membangun olahraga itu tanpa ada lagi ratapan tangis dan air mata, apalagi darah tertumpah. Sangat picik jika olahraga indah itu hanya terus menjadi penyumbang duka puluhan pemuda yang meregang nyawa akibat sepak bola.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.