Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tan Malaka, Bapak Bangsa Pecinta Sepak Bola

Kompas.com - 07/05/2012, 06:20 WIB

Bangga dengan PSSI
Tan Malaka kemudian bekerja sebagai guru di sebuah perkebunan di Deli bernama Senembah pada pertengahan 1919. Di daerah yang masih satu pulau dengan tanah lahirnya itu, Tan terenyuh karena masih banyak penduduk pribumi tidak hidup laik. Hal itu angat kontras dengan kakayaan dan tanah Deli yang penuh akan sumber daya alam melimpah. Kekayaan itu akhirnya habis karena dihisap dan dikuras oleh pemerintah kolonial.

Pemandangan serupa pun terjadi dalam sepak bola Nusantara. Pada awal 1920-an, stigma kultural superioritas kolonial Belanda merasuk ke dalam olahraga yang paling populer di Hindia Belanda itu. Tak jarang ditemui palang peringatan bertuliskan Verboden voor Inlanders en Houden atau "Dilarang Masuk untuk Pribumi dan Anjing" di halaman depan sejumlah lapangan sepak bola. Tak sedikit pula orang pribumi harus gigit jari hanya untuk sekadar menyalurkan hobi sepak bola.

Beberapa klub seperti Setiaki, Ster, dan Den Bruinen di Batavia adalah saksi atas politik klasifikasi kelas yang merambah ke urusan sepak bola. Sejumlah klub itu sering berinteraksi dengan sejumlah tokoh pergerakan seperti Bung Hatta, Soekarno, Sjahrir, MH Thamrin, dan juga Tan Malaka. Semangat Sumpah Pemuda kemudian dijadikan alat untuk mendorong pemuda bergabung melawan kebusukan NIVB (Nedherlands Indish Voetbal Bond) milik Belanda.

Pada masa itu, Tan Malaka memang tidak berada di dalam negeri. Ia diusir dari Indonesia dan dibuang ke Amsterdam, lantaran aktif dalam gerakan komunis dan Islam untuk menghadapi imperialisme Belanda pada Mei 1922. Kurang lebih selama 20 tahun, Tan mengembara di negeri seberang. Beberapa negara ia singgahi, sejumlah nama samaran pun ia pakai untuk mengelabui para intel polisi.

Meski berada di negeri orang, Tan tidak pernah melupakan leluhur karena kecintaannya terhadap sepak bola tak luntur. Di negeri seberang, ia pun mengikuti perkembangan kabar kesuksesan pemuda Nusantara mengangkangi pemerintah kolonial Belanda dalam hal sepak bola. Ketika itu, Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (sekarang PSSI) di bawah pimpinan Ir Soeratin Sosrosoegondo mampu membuktikan sepak bola Nusantara dapat unjuk gigi tidak hanya kepada Belanda, tetapi kepada dunia.

Pada era 1930-an, Nusantara berhasil menduduki posisi elit sepak bola Asia bersama Israel (ketika itu masih masuk zona Asia), Burma (Myanmar), dan Iran. Dengan memakai nama Hindia Belanda, Nusantara menjadi tim sepak bola Asia pertama yang tampil dalam Piala Dunia 1938. Melihat kesuksesan itu Tan jelas bangga karena sepak bola mampu bertransformasi bukan hanya sekadar produk kebudayaan, tetapi juga produk politik, yang di dalamnya erat persoalan identitas dan spirit kebangsaan Indonesia.

Bahkan, ketika kembali ke tanah air dan menetap di Bayah, Banten pada 1943, Tan Malaka masih tetap mencintai sepak bola. Ketika itu, Tan memakai nama samaran, Ilyas Hussein. Di daerah yang ditakuti, termasuk oleh tentara Jepang, karena mewabahnya penyakit kudis, disentri, dan malaria, pribumi hidup sengsara dengan menjadi Romusha. Ketakutan itu tidak menghinggapi Tan. Ia tetap berjuang, agar pribumi tidak berkecil hati.

Arif Zulkifli dalam bukunya  berjudul  Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan, menyebut Tan Malaka sering membantu rakyat kecil di daerah itu lewat sepak bola. Di tengah penindasan Jepang, Tan menjadi penggagas pembangunan lapangan sepak bola di Bayah. Tak jarang pula, ia turun langsung ke lapangan dan bermain sebagai pemain sayap maupun hanya sekadar menjadi wasit di kejuaraan Rangkasbitung. Selesai bermain, Tan yang dikenal selalu memakai celana pendek, helm tropis, dan tongkat itu biasanya mentraktir para pemain tim sepak bola yang berlaga dalam kejuaraan tersebut.

Jalan hidup sepak bola
Melihat sepenggal fakta sejarah ini, Tan Malaka memang tak berjuang secara langsung membela Nusantara di kancah sepak bola. Namun, ia mengerti menjadi pecinta sepak bola yang paham bahwa olahraga itu merupakan jati diri bangsa. Tak jarang pula dalam beberapa pemikirannya, Tan menghubungkan hal-hal kecil dalam olahraga tersebut yang dapat diterapkan di berbagai bidang kehidupan sosial masyarakat.

Dalam salah satu karyanya, Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika), Tan menganalogikan bahwa salah satu cara agar tidak terjadi kekacauan, ibarat menentukan pemain dalam sebuah pertandingan sepak bola. Ia menuliskan, "Apabila kita menonton satu pertandingan sepak bola, maka lebih dahulu sekali kita pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan itu. Kalau tidak, bingunglah kita. Kita tidak bisa tahu siapa yang kalah, siapa yang menang.  Mana yang baik permainannya, mana yang tidak."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Juventus Vs AC Milan, Tidak Ada Pemenang

Juventus Vs AC Milan, Tidak Ada Pemenang

Liga Italia
Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Badminton
Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Liga Inggris
Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Timnas Indonesia
3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

Timnas Indonesia
Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

Timnas Indonesia
Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Menang, Marquez Jatuh

Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Menang, Marquez Jatuh

Motogp
Hasil West Ham Vs Liverpool 2-2, The Reds Gagal Menang

Hasil West Ham Vs Liverpool 2-2, The Reds Gagal Menang

Liga Inggris
Tahu Kekuatan Indonesia, Uzbekistan Bersiap

Tahu Kekuatan Indonesia, Uzbekistan Bersiap

Timnas Indonesia
Hasil Piala Thomas 2024: Jonatan Berjaya, Indonesia Bekuk Inggris

Hasil Piala Thomas 2024: Jonatan Berjaya, Indonesia Bekuk Inggris

Badminton
Piala Asia U23: Uzbekistan Kuat, Indonesia Punya Pengalaman dari Ferarri-Hokky

Piala Asia U23: Uzbekistan Kuat, Indonesia Punya Pengalaman dari Ferarri-Hokky

Timnas Indonesia
Arteta Dapat Saran dari Wenger untuk Bawa Arsenal Juara Liga Inggris

Arteta Dapat Saran dari Wenger untuk Bawa Arsenal Juara Liga Inggris

Liga Inggris
Hasil Kualifikasi MotoGP Spanyol 2024: Marquez Terdepan, Disusul Bezzecchi-Martin

Hasil Kualifikasi MotoGP Spanyol 2024: Marquez Terdepan, Disusul Bezzecchi-Martin

Motogp
Hasil Piala Thomas 2024: Fajar/Rian Menang, Indonesia Unggul 2-0 Atas Inggris

Hasil Piala Thomas 2024: Fajar/Rian Menang, Indonesia Unggul 2-0 Atas Inggris

Badminton
Prediksi Bung Ahay: Peluang Indonesia ke Final Terbuka, Waspada Gaya Eropa

Prediksi Bung Ahay: Peluang Indonesia ke Final Terbuka, Waspada Gaya Eropa

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com