Sebagai bagian pembinaan usia muda, proyek CS Vise bukanlah yang pertama dikerjakan Indonesia, baik lewat PSSI mau- pun proyek pribadi Nirwan Bakrie. Tahun 1990-an, Nirwan pula yang menggagas proyek Primavera dan Baretti dengan mengirimkan sejumlah bibit muda Indonesia berkompetisi di tingkat yunior Italia.
Meski banyak mendapat kritik karena proyek-proyek semacam ini dianggap proyek instan, proyek semacam itu tetap berlangsung.
Proyek SAD di Uruguay pun diproyeksikan PSSI melalui Badan Pembinaan dan Pengembangan Usia Muda (BPPUM), sebagai terobosan untuk mencetak pemain sepak bola Indonesia berkualitas internasional.
Berbeda dengan proyek SAD, proyek CS Vise tidak secara langsung di bawah bendera PSSI melalui BPPUM. Dengan bendera PT Pelita Jaya Cronus, ini kelihatannya sebagai siasat agar bisa bergerak lebih bebas sebagai ”swasta”.
Meski berbendera ”swasta”, Direktur CS Vise Rahim Soeka- sah menjamin manuver di Eropa kali ini tetap bertujuan mencetak pemain-pemain andal berkostum Merah-Putih.
Meski demikian, seperti halnya proyek SAD yang berjalan sejak 2009, proses seleksi dan pemilihan pemain tetap menjadi tantangan tersendiri. Tanpa adanya struktur kompetisi yang komprehensif dan berjenjang di Tanah Air, sulit kiranya proyek- proyek seperti SAD atau CS Vise mendapat pemain yang benar-benar berkualitas dan matang dalam sebuah kompetisi terstruktur.
Rahim mengakui, sisi kompetisi dan pembinaan usia dini di Tanah Air inilah yang masih menjadi pekerjaan besar PSSI. Menurut dia, proyek SAD atau pembelian CS Vise hanya akan maksimal jika ditopang adanya bibit-bibit muda berkualitas hasil kompetisi di Tanah Air.
”Oleh sebab itu, ke depan kami menyinergikan berbagai kompetisi dan turnamen di Indonesia agar lebih terstruktur,” ujar Rahim, yang juga Ketua BPPUM PSSI.
”Semakin banyak pihak yang terlibat kegiatan pembinaan, seperti kompetisi Liga Kompas-Gramedia atau turnamen Medco, akan semakin baik. Kami akan berusaha mengembangkan hal serupa di berbagai daerah,” ujarnya.
Benar, membeli klub di Eropa boleh dijadikan terobosan menembus Eropa. Namun tanpa fondasi kompetisi usia muda di Tanah Air, hasil yang didapat tidak akan maksimal. Hanya lewat kompetisi berjenjang yang berkualitas Indonesia akan mampu mengirim bibit terbaiknya ke Benua Eropa. Bukan ”cuma” ke Belgia, tetapi juga ke Belanda, Inggris, Italia, Jerman, bahkan Spanyol.