Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Mimpi Eropa Lewat CS Vise

Kompas.com - 07/05/2011, 03:06 WIB

Pada peta persepakbolaan dunia, Belgia mungkin tidak masuk kategori layak tengok. Pamor negara ini kalah jauh dibandingkan dengan saudara dekatnya, Belanda, atau tetangganya, Perancis. Meski demikian, sebagai negara Eropa dengan standar kehidupan rata-rata di atas negara-negara Asia pada umumnya, Belgia diyakini mampu menjadi jembatan untuk merajut mimpi bakat-bakat sepak bola terbaik Indonesia: tampil di pentas Eropa, yang berarti juga pentas dunia.

Paling tidak itulah keyakinan Adika Nuraga Bakrie saat mengambil alih klub Royal Cercle Sportif Visetois (CS Vise). ”Klub ini akan menjadi jembatan bagi pemain-pemain muda Indonesia merasakan denyutnya berkompetisi di Eropa,” ujar putra sulung Nirwan Bakrie yang akrab disapa Aga itu.

Pengakuan Aga, lewat penandatanganan kesepakatan pada 15 April 2011, pihaknya menguasai mayoritas saham klub CS Vise sehingga mengontrol penuh operasi klub. Hal itu menjadi poin penting karena tujuan pembelian klub adalah memberikan prioritas kepada bakat-bakat dari Indonesia. Aga berjanji, saat ini konsentrasinya menyisipkan sejumlah pemain ke tim senior CS Vise yang berlaga di divisi II. Namun, kelak pemain- pemain muda Indonesia akan mendapatkan kesempatan besar menimba ilmu di akademi CS Vise yang punya fasilitas terbilang istimewa.

Selain fasilitas akademi dengan 10 lapangan berstandar internasional, pemilihan CS Vise juga dengan alasan strategis. Hanya di Belgia, kuota pemain non-Uni Eropa tidak seketat negara-negara lain, seperti Inggris dan Belanda.

Di divisi II bahkan boleh saja 100 persen pemain asing. Ini berarti, ekstremnya, CS Vise dapat diperkuat seluruhnya oleh pemain-pemain Indonesia.

Tentang kesempatan pemain-pemain Indonesia mengecap ”mimpi Eropa” di CS Vise, Direktur Eksekutif Roberto Regis Milano menjelaskan, secara teori tidak ada masalah berarti.

Untuk itu, pemain-pemain Indonesia akan mendapat atensi khusus terutama untuk beradaptasi dengan iklim kompetisi Eropa yang sangat ketat dan nyaris tanpa belas kasihan.

”Pola makan, pola latihan, dan terutama pola hidup mereka harus bertahap menyesuaikan diri,” ujar Roberto, yang juga menangani proyek pembinaan usia muda Indonesia di Uruguay atau proyek Sociedad Anonima Deportiva (SAD).

Menurut Roberto, minimal ada dua pemain proyek SAD yang akan dipromosikan ke tim senior CS Vise musim depan. Di Liga Belgia, CS Vise pada Minggu lalu baru saja mengakhiri kompetisi divisi II dengan menduduki peringkat kelima.

”Musim depan kami bekerja keras menembus divisi I,” ujar Roberto.

Bukan yang pertama

Sebagai bagian pembinaan usia muda, proyek CS Vise bukanlah yang pertama dikerjakan Indonesia, baik lewat PSSI mau- pun proyek pribadi Nirwan Bakrie. Tahun 1990-an, Nirwan pula yang menggagas proyek Primavera dan Baretti dengan mengirimkan sejumlah bibit muda Indonesia berkompetisi di tingkat yunior Italia.

Meski banyak mendapat kritik karena proyek-proyek semacam ini dianggap proyek instan, proyek semacam itu tetap berlangsung.

Proyek SAD di Uruguay pun diproyeksikan PSSI melalui Badan Pembinaan dan Pengembangan Usia Muda (BPPUM), sebagai terobosan untuk mencetak pemain sepak bola Indonesia berkualitas internasional.

Berbeda dengan proyek SAD, proyek CS Vise tidak secara langsung di bawah bendera PSSI melalui BPPUM. Dengan bendera PT Pelita Jaya Cronus, ini kelihatannya sebagai siasat agar bisa bergerak lebih bebas sebagai ”swasta”.

Meski berbendera ”swasta”, Direktur CS Vise Rahim Soeka- sah menjamin manuver di Eropa kali ini tetap bertujuan mencetak pemain-pemain andal berkostum Merah-Putih.

Meski demikian, seperti halnya proyek SAD yang berjalan sejak 2009, proses seleksi dan pemilihan pemain tetap menjadi tantangan tersendiri. Tanpa adanya struktur kompetisi yang komprehensif dan berjenjang di Tanah Air, sulit kiranya proyek- proyek seperti SAD atau CS Vise mendapat pemain yang benar-benar berkualitas dan matang dalam sebuah kompetisi terstruktur.

Rahim mengakui, sisi kompetisi dan pembinaan usia dini di Tanah Air inilah yang masih menjadi pekerjaan besar PSSI. Menurut dia, proyek SAD atau pembelian CS Vise hanya akan maksimal jika ditopang adanya bibit-bibit muda berkualitas hasil kompetisi di Tanah Air.

”Oleh sebab itu, ke depan kami menyinergikan berbagai kompetisi dan turnamen di Indonesia agar lebih terstruktur,” ujar Rahim, yang juga Ketua BPPUM PSSI.

”Semakin banyak pihak yang terlibat kegiatan pembinaan, seperti kompetisi Liga Kompas-Gramedia atau turnamen Medco, akan semakin baik. Kami akan berusaha mengembangkan hal serupa di berbagai daerah,” ujarnya.

Benar, membeli klub di Eropa boleh dijadikan terobosan menembus Eropa. Namun tanpa fondasi kompetisi usia muda di Tanah Air, hasil yang didapat tidak akan maksimal. Hanya lewat kompetisi berjenjang yang berkualitas Indonesia akan mampu mengirim bibit terbaiknya ke Benua Eropa. Bukan ”cuma” ke Belgia, tetapi juga ke Belanda, Inggris, Italia, Jerman, bahkan Spanyol. (joy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com