Sejak duduk di bangku SD, Jatnika sudah menganyam bambu untuk dijual. Orangtuanya berprofesi sebagai perajin bambu. Tiap malam, ketika masih memakai seragam SMP dan SMA, kepada teman-temannya Jatnika juga mengajar cara menganyam bambu serta melatih pencak silat Cimande.
Setelah kuliahnya selesai tahun 1981, Jatnika menekuni bisnis pembangunan rumah bambu sembari bekerja di perusahaan penerbitan. Ekspor kerajinan bambu mulai dijalaninya tahun 1985 ke Taiwan, dan sejak saat itu dia fokus menggeluti usaha bambu. Usaha kerajinan bambunya kala itu berkembang dengan lima sanggar di Jakarta.
Ketika ikut pameran rumah bambu di Lapangan Banteng tahun 1995, Ketua Dewan Kerajinan Nasional kala itu, Nyonya Tri Sutrisno, mengajaknya mendirikan Yayasan Bambu Indonesia. Sejak itulah Jatnika melebarkan sayap ekspor rumah bambunya. Yayasan Bambu Indonesia hingga kini masih aktif mendidik para ahli pembuat rumah bambu.
Jatnika mengaku hingga kini sudah mengembangkan 41 model rumah tradisional bambu khas Jawa Barat. Bekerja sama dengan PT Angkasa Pura II, dia telah mematenkan hak cipta untuk rumah bambu semi permanen pada 2006.
Indonesia kaya dengan 105 spesies endemik asli bambu yang 95 di antaranya ditemukan di Jawa Barat. Namun, Jatnika merasa resah karena bambu masih dianggap tanaman liar, tanpa adanya penanaman yang terprogram.
Berdasar catatan Jatnika, hampir 1.000 hektar hutan bambu di Bogor ditebang dalam kurun lima tahun terakhir. Padahal, katanya, kehidupan masyarakat Indonesia tidak lepas dari budaya bambu, mulai dari keperluan bahan baku rumah hingga makanan.
Jatnika Nanggamiharja