Selain rumah, Jatnika juga membangun pesantren miliknya dari bambu. Jika membangun 10 masjid atau mushala dari bambu, Jatnika menyumbangkan satu mushala secara gratis. Impiannya adalah menyaksikan rumah bambu menjadi ciri khas utama ketika orang memasuki wilayah Jawa Barat.
Jatnika meyakini, fatwa bambu yang dulu dilontarkan oleh Prabu Haur Kuning. Prabu Haur Kuning adalah putra Prabu Siliwangi dari istri ke-11. Prabu Haur Kuning yang hanya memiliki wilayah kekuasaan seluas 1.200 depa mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dari penanaman bambu.
Tiga fatwa bambu itu menyebutkan, jika Nusantara ingin sejahtera, tidak dihinggapi penyakit menular, dan tidak dijajah, maka tiap keluarga minimal harus menanam 1.000 rumpun bambu. Melalui penanaman bambu, akan tercipta kesejahteraan, kesehatan, dan pertahanan negara.
Jatnika pribadi mengaku sangat merasakan buah kesejahteraan karena bambu. Dari penanaman 1.000 rumpun bambu betung berumur lima tahun, misalnya, dia bisa memanen 20.000 batang bambu. Dengan harga jual Rp 30.000 per batang, Jatnika sudah bisa memperoleh Rp 600 juta per panen, setahun sekali.
Nilai jual tersebut akan semakin tinggi setelah disentuh dengan keahlian, seperti dibuat menjadi kipas, sangkar burung, dan beragam alat dapur.
Tiap tahun, kata Jatnika, minimal lima batang dari serumpun bambu harus ditebang agar pertumbuhan bambu tak terhambat.
Satu rumpun bambu yang terdiri dari 50 batang mampu menyimpan 2.000 liter air. Tak heran jika orang di pedesaan biasa membuat sumur di dekat rumpun bambu.
Tinggal di rumah bambu, menurut Jatnika, juga mampu memberi kenyamanan. Resonansi dengung panjang berbunyi dari rongga bambu mampu menumbuhkan ketenangan bagi penghuninya.
”Kita ini bersaudara dengan bambu. Bunyi nggg... yang sama bisa kita dengar ketika menutup telinga dengan tangan. Itulah kenapa sangat nyaman tidur di rumah bambu,” ujar Jatnika.