KOMPAS.com — Beirut, 17 April 2007. Malam sudah larut ketika para pemain timnas olimpiade bergelimpangan di kamar hotel, menahan demam. Mereka kelaparan karena pengurus PSSI tak menyiapkan logistik yang memadai. Keesokan harinya, Indonesia kalah 1-2 dan tersingkir dari kualifikasi Olimpiade 2008.
Pada saat bersamaan, pengurus PSSI asyik memikirkan siasat melanggengkan kekuasaan lewat kongres di Makassar, yang secara kontroversial memilih lagi Nurdin Halid sebagai Ketua PSSI 2007-2011.
Itu hanyalah satu dari sederet potret buram kepengurusan PSSI dalam beberapa tahun terakhir. Yang lain terkait manajemen timnas yang buruk, pengelolaan kompetisi yang jauh dari fair play, pengurus yang kerap berurusan dengan masalah hukum, politisasi sepak bola, menipisnya kepercayaan publik, dan lemahnya pembinaan usia dini.
Kisruh PSSI akhir-akhir ini merupakan akumulasi semua persoalan tersebut. Belakangan telah muncul ketidakpercayaan kepada PSSI. Ada mosi tak percaya dari 87 anggota PSSI pemilik suara dalam kongres terhadap Nurdin Halid dan jajarannya.
Lebih dari itu, gerakan mosi tidak percaya tersebut telah melahirkan Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional, yang mendeklarasikan diri sebagai ”PSSI baru” dan siap menggelar kongres pada 26 Maret di Surabaya dan kongres memilih Ketua Umum PSSI di Solo sebelum 30 April.
Apa yang membuat persepakbolaan nasional menjadi sekisruh ini? Ini tak lepas dari memuncaknya kekecewaan publik bola kepada PSSI selaku pemegang otoritas sepak bola negeri ini. Pengurus PSSI dinilai keluar dari fungsi pembina olahraga dan cenderung bekerja untuk kepentingan sendiri atau kelompok mereka.
Kekecewaan kepada pengurus PSSI berjalin berkelindan dengan minimnya keseluruhan prestasi timnas. Prestasi PSSI di bawah kepengurusan Nurdin lebih buruk dari sebelumnya. Selain pertama kali dalam 14 tahun tidak lolos ke Piala Asia, pada masa Nurdin, Indonesia mencatat peringkat FIFA terendah sepanjang sejarah pada Desember 2006. Peringkat ke-153 (dari 208 negara)!
Pada masa Nurdin pula, dua kali Ketua PSSI masuk penjara dalam kasus korupsi. Akibatnya, PSSI pun dipimpin dari balik jeruji penjara.
Potret buram ini seolah melengkapi gelapnya prestasi timnas yang tak jarang juga memalukan, seperti saat kandas di penyisihan Piala AFF 2007 dan kalah 0-2 dari Laos di SEA Games 2009. Akhir tahun 2010, timnas lolos ke final Piala AFF, tetapi seperti tahun 2000, 2002, dan 2004 baru berujung: runner-up.
Runtuhnya kepercayaan