Afrika Selatan mencalonkan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010 dan mereka harus bersaing dengan Mesir, Libya, Tunisia, dan Maroko. Mandela bersama de Klerk (keduanya peraih Hadiah Nobel Perdamaian 1993) terlibat dalam beberapa presentasi untuk meyakinkan kesiapan Afrika Selatan. Sementara Presiden Tabo Mbeki mengemas strategi melalui pesan renaisans Afrika. Pada Mei 2004, FIFA memutuskan Afrika Selatan sebagai penyelenggara Piala Dunia 2010.
FIFA menyebut bahwa pesan Afrika Selatan sesungguhnya sederhana, tetapi meyakinkan (www.fifa.com). Bagi Afrika Selatan, ini akan melengkapi pengalaman mereka setelah menjadi tuan rumah Piala Dunia Rugbi 1995, Piala Afrika 1996, Piala Dunia Atletik 1998, dan Piala Dunia Kriket 2003.
Pada 2009, Afrika Selatan menjadi tempat gelaran Piala Konfederasi. Ini menjadi semacam pemanasan bagi Afrika Selatan sebelum tantangan yang sesungguhnya pada Piala Dunia FIFA yang dimulai hari ini. Beberapa kelemahan dalam perhelatan tersebut dinyatakan oleh panitia penyelenggara Piala Dunia FIFA telah menjadi masukan penting bagi mereka. Mandela sendiri memberikan pesan positif pada Desember 2009, ”Kami merasa terhormat dan tersanjung bahwa Afrika Selatan telah diberi penghargaan tunggal menjadi negara Afrika tuan rumah: ”Kami mesti mengupayakan keunggulan selama kami menjadi tuan rumah Piala Dunia sembari memastikan bahwa perhelatan ini akan memberi manfaat berkelanjutan bagi seluruh warga kami” (the Jakarta Post, 4/6/2010).
Selama sekitar satu bulan sejak 11 Juni 2010, dunia akan menyaksikan pertandingan-pertandingan sepak bola mengesankan untuk memperebutkan Piala Dunia FIFA. Sekali lagi, sulit untuk menafikan peran Mandela demi terwujudnya peristiwa ini. Saat menyerahkan trofi Piala Dunia, Blatter menunjukkan rasa hormat mendalam kepada Mandela, ”Anda adalah arsitek sesungguhnya Piala Dunia FIFA kali ini; kehadiran dan komitmen Anda membuat hal ini terwujud.” Keberhasilan penyelenggaraan Piala Dunia ini, agaknya, dapat menjadi kado istimewa bagi ulang tahunnya yang ke-92 pada 18 Juli nanti.
Dalam beberapa tahun terakhir, masalah kesehatan kerap menghambat kegiatan Mandela. Ketika mengunjungi Stadion Soccer City di Johannesburg, yang akan menjadi tempat pertandingan pembuka dan final Piala Dunia FIFA, pada 2 Juni 2010 Blatter dengan penuh harap mengatakan, ”Warisan terbesar Piala Dunia ini adalah perayaan bagi kemanusiaan Afrika dan tidak seorang pun yang lebih tepat mewakili hal ini ketimbang Nelson Mandela. Kami berharap bahwa ’Madiba’ akan hadir saat pertandingan pembuka di sini; ini adalah bagian dari warisannya dan dia telah bekerja keras untuk proyek ini.”
Kebesaran seorang pemimpin antara lain dapat dilihat dari apa yang diwariskannya. Sejak awal masa kepresidenannya, Mandela telah mempersiapkan suatu Afrika Selatan pasca-Mandela. Sebagai negarawan besar, Mandela menolak masa jabatan kedua setelah kepresidenannya berakhir pada 1999 kendati banyak pihak menghendaki hal itu. Mandela menyatakan, ”Saya pikir tidaklah bijak bahwa suatu negara kuat seperti Afrika Selatan mesti dipimpin oleh seorang yang sudah uzur. Anda membutuhkan orang yang lebih muda yang mampu mengguncang dan menggerakkan negeri ini” (Meredith, 1999:552). Akan sangat positif seandainya para pemimpin Indonesia memiliki sikap serupa.
Terakhir, kita berharap bahwa Piala Dunia FIFA 2010 tidak hanya akan memberi pelajaran tentang permainan yang fair dan bermutu. Piala Dunia kali ini semoga juga dapat mengajarkan betapa kebebasan dan kesetaraan adalah landasan pokok bagi masyarakat dunia yang beradab dan demokratis.