KOMPAS.com - Ligue 1, kompetisi kasta teratas Liga Perancis, seperti mempunya dua wajah. Liga penuh talenta ini adalah rumah baru Lionel Messi, tapi belakangan juga menjadi arena untuk tindakan anarki.
"Ligue des talents" (Liga para talenta), begitulah Ligue 1 Perancis mempromosikan diri selama ini.
Kompetisi kasta teratas Liga Perancis dikenal memiliki segudang talenta potensial dan kerap menjadi solusi belanja bagi klub-klub kaya di liga lain, salah satunya Premier League.
Keberadaan sejumlah pemain belia potensial macam Kylian Mbappe (PSG), Eduardo Camavinga (Rennes), Rayan Cherki (Lyon), sampai Eliot Matazo (AS Monaco) adalah bukti kelayakan Ligue 1 menyandang label sebagai kompetisi rumah talenta terbaik.
Status itu diperkaya dengan keberadaan talenta matang seperti Neymar Jr (PSG) dan kini tentu Lionel Messi (PSG).
“Kehadiran Messi sangat bagus buat Ligue 1 yang membutuhkan atensi publik,” kata pelatih OGC Nice yang musim lalu mengantar Lille juara Liga Perancis, Christophe Galtier, kepada RMC.
Keberadaan Messi yang direkrut Paris Saint-Germain (PSG) dari Barcelona musim panas ini secara gratis, jelas mendongkrak gengsi Ligue 1.
Ada talenta muda terbaik, ada pula megabintang berpengalaman seperti Messi. Akan tetapi, belakangan Ligue 1 justru menjadi arena untuk tindakan anarki.
Ketika atensi kepada Liga Perancis sedang tinggi-tingginya lantaran euforia Messi, aksi brutal justru terjadi di laga OGC Nice vs Marseille, Senin (23/8/2021) dini hari WIB.
Laga pekan ketiga Ligue 1 2021-2022 antara Nice vs Marseille di Stadion Allianz Riviera terpaksa berhenti di tengah jalan karena keributan yang melibatkan pemain dan suporter!
Kejadian berawal ketika pemain Marseille, Dimitri Payet hendak mengambil sepak pojok. Payet menerima lemparan botol dari arah tribune tempat ultras Nice.
Seorang oknum suporter hampir berhasil mendaratkan tendangan ke tubuh Payet. Keributan juga terjadi antarpemain. Gerson (Marseille) dan Jean-Clair Todibo (Nice) terlibat kontak fisik hebat.
Akibat keributan itu, duo pemain Marseille, Luan Peres dan Matteo Guendouzi sampai mendapatkan memar di bagian leher mereka.
“Kami harus meletakkan dasar untuk sepak bola Perancis. Wasit sepakat dengan kami dan mengonfirmasinya, bahwa keamanan tak bisa dijamin,” kata Presiden Marseille, Pablo Longoria.
“Keputusan wasit adalah membatalkan pertandingan, sementara LFP (organisator Liga Perancis) meminta laga dilanjutkan,” ujar Longoria lagi.
Pihak berwajib telah menangkap tiga oknum fans yang menginvasi lapangan. LFP akan melakukan investigasi lanjutan dengan memanggil perwakilan dari Nice dan Marseille pada Rabu (25/8/2021).
Bukan kali ini saja pemain Marseille menjadi korban tindak anarki suporter. Pada laga pekan pertama kontra Montpellier, pemain Marseille Valentin Rongier juga terkena lemparan botol di kepalanya.
https://bola.kompas.com/read/2021/08/23/20200078/dua-wajah-ligue-1-liga-rumah-messi-dicederai-aksi-anarki