Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Demi Sepak Bola Indonesia, PSSI Harus Tegas Akhiri Drakor dengan Shin Tae-yong

"Sanksi FIFA bukan masalah sulit. Ini seharusnya jadi momentum agar kita bisa memikirkan cara membawa sepak bola Indonesia baik di mata masyarakat," ujar Presiden Joko Widodo optimistis pada Oktober 2015, enam bulan setelah FIFA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia.

"Masa ranking Indonesia di FIFA itu 171. Saya geleng-geleng melihat kita di bawah negara kecil-kecil. Kita ini bangsa besar.... Ini ada yang salah dan ini yang perlu kita kerjakan, masa depan sepak bola kita harus lebih baik," tuturnya.

Selama menjabat, Presiden Jokowi memang kerap menunjukkan kepeduliannya terhadap bal-balan, olahraga paling populer di Tanah Air yang sudah lama tidak mendatangkan prestasi bagi Bumi Pertiwi.

Setidaknya, antara 2015 dan kini, Garuda berhasil menjadi runners up Piala AFF 2016 dan medali perak SEA Games 2019 serta meraih beberapa gelar di kategori usia muda.

Namun, lima tahun setelah komentar Jokowi tadi, peringkat dunia Indonesia per Juni 2020 adalah... 173!

Bukannya membaik tetapi malah melorot. Loh kok?

Alih-alih ada cahaya terang untuk memperbaiki posisi bal-balan Indonesia di level dunia, berhentinya kompetisi karena pandemi virus corona diwarnai tontonan jenis lain.

Kita disuguhkan grasak-grusuk yang layak menjadi naskah film drama Korea (Drakor). Apalagi kisruh itu jika bukan perselisihan pelatih tim nasional, Shin Tae-yong vs PSSI.

Babak pertama konflik tersebut adalah lontaran tuduhan dan bantahan secara LDR dari pelatih timnas Shin Tae-yong serta PSSI.

Shin Tae-yong (STY) berbicara ke media Korsel seputar patahnya komitmen PSSI terhadap janji untuk merancang masa depan sepak bola Indonesia bersama-sama.

Menurut Shin, target muluk timnas U19 di Piala Asia 2020, timnas senior di Piala AFF 2020, dan Piala Dunia U20 2021 menjadi perhatian utama.

Pun, keinginan Shin untuk menggelar TC di Korea Selatan, masalah dengan pelatih yang kini menjadi direktur teknik (Indra Sjafri), dan isu keterbukaan federasi juga menjadi topik.

Beberapa rekan yang punya pandangan ke isu ini mengatakan bahwa STY sebenarnya tak ingin berkeluh kesah seperti ini ke publik sebelum dia merasa benar-benar jengah.

Hanya, keputusan Shin untuk menemui jurnalis dari media Korsel, JongAng Ilbo, di kawasan Gangnam, Seoul, pada Rabu (17/6/2020) bisa berarti bahwa sang pelatih sudah mencapai ambang batas dengan federasi kita.

PSSI melancarkan serangan balik cepat, hanya sehari setelah artikel Shin "bernyanyi" diterbitkan media Korsel tersebut, federasi kita mengadakan konferensi pers.

PSSI membantah tuduhan-tuduhan sang pelatih dan menunggu konfirmasi STY begitu ia tiba di Indonesia, yang dijadwalkan terjadi pekan ini.

Ketum PSSI pun membentuk satuan tugas untuk mengawasi kinerja pelatih Korea Selatan itu di Timnas.

Indra Sjafri, pelatih yang sempat disebut secara implisit oleh STY dalam "nyanyiannya" masuk ke Satgas tersebut.

Babak kedua drama ini akan bergulir ketika Shin tiba di Indonesia, yang dijadwalkan pada pekan depan.

Kolega saya dari Goal Korea Selatan, Steve Han, mengungkapkan kalau sejauh ini Shin belum menentukan secara pasti masa depannya.

"Sang pelatih menunda waktu sebelum mengambil keputusan," ujarnya dari Seoul, lewat pesan singkat, kepada saya awal pekan ini.

Hubungan alot dengan federasi bukan hal baru bagi STY. Desember lalu, Steve pernah mengutarakan bahwa Shin tidak naif terhadap politik di federasi.

"Shin mungkin salah satu manajer di ingatan saya yang bisa mengarungi politik di sepak bola Korsel tanpa menjadi seorang yang hanya mengikuti perintah atasan," ujarnya sembari mengatakan bahwa KFA, PSSI-nya Korsel, penuh hierarki alot.

Namun, ia juga mengungkapkan kalau Shin terkadang mengeluarkan komentar tak perlu di media.

"Ia beberapa kali membuat pernyataan publik tak perlu yang pada akhirnya memengaruhi moral tim," tuturnya saat saya bertanya mengenai potensi kelemahan sang pelatih.

Nasi telah menjadi bubur, konflik babak pertama STY vs PSSI sudah tumbuh subur di media sosial.

Anda ingin tahu reaksi publik perihal isu ini? Gampang saja, silakan cek timeline balasan di bawah setiap cuitan PSSI sejak konflik tersebut merebak.

Konflik ini punya implikasi besar pada waktu normal. Namun, dampaknya akan terasa berlipat karena terjadi persis setahun sebelum Indonesia menggulir Piala Dunia U20.

Dari semua pembicaraan yang terpantau di medsos dan artikel-artikel online, para pengamat dan publik mulai membicarakan hal sama: Potensi dan ambisi Indra Sjafri menjadi pelatih timnas.

Ketua Satgas Timnas, Syarif Bastaman, memang sempat menyebut Indra sebagai pelatih dengan prestasi mumpuni yang bisa membuat Indonesia berprestasi.

Indra sendiri tak pernah menyembunyikan keinginannya untuk menjadi pelatih timnas.

Ia secara gamblang mengungkapkan hal tersebut kepada media setelah membawa Timnas U23 ke final SEA Games 2019.

"Tulis di koran dan di media bahwa Indra Sjafri pelatih lulusan terbaik dan siap untuk menjadi pelatih timnas Indonesia," tegas Indra seperti dikutip dari Antara.

"Saya siap kalau ditunjuk menjadi pelatih tim nasional," ujarnya sebelum Garuda Muda menelan kekalahan 0-3 dari Vietnam di Stadion Rizal Memorial, Filipina, yang menjadi kekalahan terbesar timnas di final SEA Games.

Kendati terlihat pongah, saya mengerti kalau sang pelatih yakin bisa mengemban tanggung jawab di timnas. Toh, prestasi Indra berbicara di level umur.

Dia sukses membawa timnas menjadi juara Piala AFF U19 2013 dan Piala AFF U22 2019.

Keberhasilannya membawa Garuda Muda ke final SEA Games 2019 bahkan melewati pencapaian Luis Milla pada SEA Games 2017.

Hanya, sejarah berulang kali mengingatkan para pelaku sepak bola agar tidak terbuai dengan kesuksesan prematur.

Masih segar di ingatan ketika timnas angkatan 2010 diarak-arak mengikuti berbagai kegiatan tidak penting sebelum partai final Piala AFF melawan Malaysia.

Semua penggemar sepak bola Indonesia pasti masih ingat apa yang terjadi dalam dua leg partai pamungkas itu.

Pun, timnas U19 Indra Sjafri sendiri menjalani Tur Nusantara dengan melakoni 13 pertandingan melawan klub-klub lokal selama Februari-Maret 2014 seusai menjadi juara Piala AFF U19 2013.

Bahkan, Football-Tribe mencatat kalau dari Februari hingga Oktober 2014, timnas U19 menjalani 41 pertandingan uji coba.

Alhasil, Garuda Muda tak bisa berbicara banyak saat berlaga di Piala AFC U19 2014 di mana Garuda tak dapat sama sekali menorehkan kemenangan.

Ibaratnya, kita sudah terlebih dulu merayakan kendati garis finish masih jauh di depan.

Kembali lagi ke poin Jokowi di alinea pertama mengenai prestasi timnas Indonesia.

Sudah saatnya Ketum PSSI, Mochamad Iriawan, mengambil kendali dalam kisruh mengenai Shin Tae-yong (STY) ini.

Ingat, kita berada dalam situasi luar biasa di tengah pandemi virus corona ditambah waktu penyelenggaraan Piala Dunia U20 yang kian dekat.

Apabila PSSI masih menilai ada jalan keluar dari konflik ini dengan sang pelatih, segera rekonsiliasi dan konsepkan langkah-langkah ke depan.

Selaraskan visi bersama Shin.

Mungkin Shin tak akan mudah diajak kerja sama dan metodanya bisa terlihat asing bagi pelatih-pelatih Indonesia.

Namun, level sang pelatih memang sudah jauh di atas kita: Dia menjuarai Liga Champions Asia sebagai pemain dan pelatih.

Shin juga berpengalaman meloloskan dan melatih negara kelahirannya di Piala Dunia.

Prestasi-prestasi tersebut masih menjadi mimpi di siang bolong bagi klub dan timnas Indonesia.

Ikuti panduan dia dan jangan biarkan Satgas Timnas membatasi pergerakannya.

Di lain sisi, sah-sah juga apabila Iwan Bule dan PSSI tidak senang dengan koar-koar STY.

Secara tegas putus ikatan kerjanya dan ganti sang pelatih dengan orang pilihan mereka.

Jangan menunggu dirinya mengundurkan diri agar tak perlu membayar kompensasi sisa kontrak.

Jangan pula, misalnya dari apa yang saya dengar, memberikan STY target mustahil memenangi tiga laga di sisa partai Kualifikasi Piala Dunia 2010 baru memecatnya bila dia tak berhasil.

Pertandingan terakhir, tandang ke Vietnam, dijadwalkan bergulir pada November 2020 (jika tak tertunda karena pandemi).

Alhasil, waktu akan semakin mepet bagi pelatih lain yang akan masuk untuk mempersiapkan tim ke Piala Dunia U20, dengan asumsi PSSI akan memakai model sama di mana pelatih senior juga menangani timnas di Piala Dunia U20.

Hubungan toxic seperti ini tak akan berhasil dan the clock is ticking.

Jika begini, lagi-lagi sepak bola Indonesia yang akan terkena imbasnya.

Ketua Umum PSSI, Mochammad Iriawan, harus tegas dengan pilihannya sebagai orang tertinggi di sepak bola Tanah Air saat ini.

Delapan bulan setelah resmi terpilih sebagai Ketum PSSI pada awal November 2019, rencana jangka panjangnya sudah harus mantap dan diterapkan.

Tujuannya, seperti yang berulang kali ia ungkapkan sendiri di berbagai kesempatan berbicara di depan umum, adalah demi kemajuan sepak bola Indonesia.

Nama baik bangsa juga dipertaruhkan jelang pagelaran Piala Dunia U20 2021.

Di sinilah harus jelas bahwa seluruh pihak mementingkan kepentingan bangsa di atas ambisi pribadi.

Saya tak alergi dengan opini bahwa pelatih Indonesia yang seharusnya menangani Garuda.

Namun, pada faktanya, pelatih asing lebih banyak mengenyam sukses di sepak bola Tanah Air.

Mulai dari era Henk Wullems serta Sergei Dubrovin, hingga angkatan Stefano "Teco" Cugurra dan Simon McMenemy.

Mau tidak mau, standar kepelatihan dan jumlah pelatih lokal mumpuni kita masih belum mencukupi, sesuatu yang PSSI coba benahi selama beberapa tahun terakhir.

Setelah era Sofyan Hadi dan Rusdi Bahalwan, pelatih lokal terakhir yang mampu membawa timnya juara Liga Indonesia adalah Djadjang Nurdjaman saat Persib Bandung menjadi kampiun Liga Indonesia 2014.

Prestasi terkini Indra Sjafri di level klub adalah menukangi Bali United ke peringkat ke-12 Indonesian Soccer Championship A 2016, menderita 14 kekalahan dari 34 pertandingan.

Ia berhenti pada Februari 2017 setelah menerima tawaran timnas U19.

Fakta ini menunjukkan bahwa, suka atau tidak, prestasi IS di sepak bola baru terbatas ke level usia di bawah 22 tahun.

Apakah peruntungannya akan lebih baik di level timnas senior? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Untuk sekarang, fans sepak bola Indonesia menunggu Iwan Bule beres-beres dalam rumahnya.

Setelah menyediakan situsnya sebagai platform bagi IS untuk bersuara, PSSI kini harus mengakomodir wawancara dengan STY, agar publik bisa menilai sendiri apa yang ada di benak pelatih asal Korsel tersebut.

Kebenaran harus menjadi milik STY juga.

Selebihnya, saya penasaran. Kenapa sih Indonesia tak bisa beranjak dari peringkat 170-an di ranking FIFA?

Masa dalam lima tahun ke depan, Indonesia tak dapat terbang lebih tinggi dan mencapai anak tangga ke-129, posisi rata-rata Garuda sejak ranking FIFA diciptakan?

Oleh karena itu saya teringat lagi pesan pesan sederhana yang disampaikan Presiden Jokowi di Istana Negara, pada suatu hari lima tahun silam:

"Ini ada yang salah dan ini yang perlu kita kerjakan, masa depan sepak bola kita harus lebih baik."

https://bola.kompas.com/read/2020/06/23/12461018/demi-sepak-bola-indonesia-pssi-harus-tegas-akhiri-drakor-dengan-shin-tae-yong

Terkini Lainnya

Hasil 8 Besar Piala Asia U23: Singkirkan Arab Saudi, Uzbekistan Jumpa Indonesia di Semifinal

Hasil 8 Besar Piala Asia U23: Singkirkan Arab Saudi, Uzbekistan Jumpa Indonesia di Semifinal

Internasional
Modal Persib Menyongsong Championship Series Liga 1

Modal Persib Menyongsong Championship Series Liga 1

Liga Indonesia
Borneo FC Dapat Pelajaran dari Persib Jelang Championship Series

Borneo FC Dapat Pelajaran dari Persib Jelang Championship Series

Liga Indonesia
Keriuhan Media Sosial Saat Timnas U23 Indonesia Singkirkan Korsel

Keriuhan Media Sosial Saat Timnas U23 Indonesia Singkirkan Korsel

Liga Indonesia
Hasil Rans Nusantara vs Persija 0-1: Gustavo Pahlawan Macan Kemayoran

Hasil Rans Nusantara vs Persija 0-1: Gustavo Pahlawan Macan Kemayoran

Liga Indonesia
Borneo FC Alami 3 Kekalahan Beruntun, Pieter Huistra Tidak Cari Kambing Hitam

Borneo FC Alami 3 Kekalahan Beruntun, Pieter Huistra Tidak Cari Kambing Hitam

Liga Indonesia
Rekor Dunia Cricket Pecah di Seri Bali Bash Internasional

Rekor Dunia Cricket Pecah di Seri Bali Bash Internasional

Sports
Thomas & Uber Cup 2024, Tim Indonesia Siap Tempur!

Thomas & Uber Cup 2024, Tim Indonesia Siap Tempur!

Badminton
Sepak Bola Indonesia Sedang Naik Daun

Sepak Bola Indonesia Sedang Naik Daun

Liga Indonesia
5 Fakta Statistik Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan

5 Fakta Statistik Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan

Timnas Indonesia
Yonhap Kritik Keras Timnas U23 Korsel: Lemah Bertahan dan Tidak Disiplin!

Yonhap Kritik Keras Timnas U23 Korsel: Lemah Bertahan dan Tidak Disiplin!

Timnas Indonesia
Korsel Takluk dari Indonesia, Arhan Hibur Rekan Setimnya di Suwon FC

Korsel Takluk dari Indonesia, Arhan Hibur Rekan Setimnya di Suwon FC

Timnas Indonesia
4 Fakta Indonesia Vs Korsel: Pulangkan Negara Asal, Ambisi STY Tercapai

4 Fakta Indonesia Vs Korsel: Pulangkan Negara Asal, Ambisi STY Tercapai

Timnas Indonesia
Timnas U23, Lelaki Muda Kokoh dan Jalur Langit

Timnas U23, Lelaki Muda Kokoh dan Jalur Langit

Internasional
Indonesia ke Semifinal Piala Asia U23, Keyakinan STY Terbukti, Punya 'Mantra Sakti'

Indonesia ke Semifinal Piala Asia U23, Keyakinan STY Terbukti, Punya "Mantra Sakti"

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke