Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kebangkitan Timnas Belanda dan Evolusi Rivalitas Oranje dengan Jerman

KOMPAS.com - Timnas Belanda meneruskan performa panas dalam setahun terakhir dengan menorehkan kemenangan 4-0 kontra Belarus di ajang Kualifikasi Piala Eropa 2020 pada Kamis (21/3/2019). Kini, Der Oranje menatap partai besar kontra Jerman, Minggu (24/3/2019).

Pengarang buku terkemuka asal Inggris, Simon Kuper, pun diwawancara mengenai kebangkitan talenta di timnas Belanda plus rivalitas Belanda dan Jerman yang sudah tidak seperti dulu lagi.

Penulis beberapa buku sepak bola terkemuka seperti Soccernomics (2009), Football Against the Enemy (1994), dan Ajax, the Dutch, the War: Football in Europe during the Second World War (2003) ini mengatakan bahwa mayoritas skuat sekarang muncul tiba-tiba.

"Ini generasi yang bangkit secara tak terduga. Bahkan, pelatih Ronald Koeman pun mengutarakan bahwa ia terkejut dengan pesatnya perkembangan beberapa pemain seperti Matthijs De Ligt, Virgil van Dijk, dan Frenkie De Jong," ujar Kuper kepada Totally Football Show.

Van Dijk masuk ke nama pemain yang menurutnya mengejutkan karena bek Liverpool tersebut tampil sangat melejit sejak pindah ke Inggris.

Ia mengutarakan bagaimana timnas Belanda bahkan tak meliriknya sama sekali lima tahun lalu untuk ke Piala Dunia 2014.

Kualitas Van Dijk dan para pemain tadi semakin mengilap karena didukung sistem permainan yang mengeksploitasi kekuatan-kekuatan individu dan membuat mereka jadi suatu unit hebat.

"Belanda bermain sepak bola vertikal lagi, setiap operan mengarah ke depan dan para pemain mengisi ruang," ujar kolumnis di Financial Times ini.

"Mungkin hal ini terlihat lumrah untuk tim Belanda tetapi selama beberapa tahun terakhir mereka bermain sepak bola horizontal, operan-operan ke samping dan kurang penetrasi," lanjutnya. 

Faktor lain yang menyebabkan perubahan perutungan sepak bola Belanda adalah lewat para pelatih mereka, terutama bos Ajax Amsterdam kini, Erik Ten Hag, dan pendahulunya, Peter Bosz, serta Ronald Koeman sendiri.

Ia mengatakan bahwa pelatih-pelatih tersebut belajar dan dipengaruhi oleh sepak bola Jerman: Pergerakan bola cepat, mobilitas lugas, dan gegenpressing setelah kehilangan bola.

"Ini adalah ciri khas sepak bola Belanda. Pelatih seperti Koeman, dia memerhatikan perkembangan taktik sepak bola Inggris dan Spanyol," ujar Kuper.

Kegagalan di Euro 2016 dan Piala Dunia 2018 membuat para pelatih Belanda mulai belajar dari sekeliling mereka.

"Belanda beruntung bahwa perkembangan sepak bola tetangga dekat mereka, Jerman, Prancis, dan Belgia solid dan bisa menjadi contoh," ucapnya melanjutkan.

Ia lalu mengungkapkan soal rivalitas Belanda dan Jerman yang kerap panas.

Para pencinta sepak bola tentu masih ingat bagaimana gelandang Belanda, Frank Rijkaard, meludahi penyerang Jerman Barat, Rudi Voeller, dua kali saat kedua negara bertemu di Piala Dunia 1990.

Namun, ia mengatakan bahwa kondisi sekarang sudah berbeda.

"Sesungguhnya, orang Belanda sekarang menyukai Jerman. Bukan hanya di sepak bola tetapi juga di politik dan berbagai bidang lain. Padahal, 25 tahun lalu ada obsesi dari orang Belanda terhadap Jerman, ketidaksukaan secara umum yang berkaitan dengan Perang Dunia Kedua," tuturnya.

"Namun, sentimen ini sudah tidak ada lagi. Di sepak bola, banyak orang Belanda mendukung timnas Jerman. Belanda menyadari bahwa mereka sangat mirip dengan orang Jerman."

Ia lalu mengungkapkan bagaimana gaya sepak bola Jerman juga membuat mereka menjadi tim atraktif, terutama saat menjadi juara dunia pada 2014.

"Jerman belajar dari Belanda beberapa tahun lalu dan kini gantian Belanda yang belajar dari Jerman," 

"Ini adalah cara untuk sampai ke puncak, belajar dari yang terbaik dan meniru hal-hal positif yang mereka lakukan," tuturnya. 

https://bola.kompas.com/read/2019/03/23/08000088/kebangkitan-timnas-belanda-dan-evolusi-rivalitas-oranje-dengan-jerman

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke