Usai El Clasico pada Copa del Rey, Coutinho Dapat Banyak Kritik

Memang, Phillippe Coutinho sedang dalam periode sulit dan hingga kini masih terpuruk. Padahal, dia dibeli dari Liverpool pada Januari 2018 dengan harapan bisa mengangkat performa tim.

Ternyata, harapan publik Catalunya tak terwujud. Pemain yang menjadi bintang Liverpool itu tak kunjung menunjukkan penampilan bagus sehingga menuai banyak kritik.

Media Spanyol telah lama memberikan ulasan buruk untuk Coutinho. Segalanya menjadi lebih buruk setelah penampilannya tidak meyakinkan dalam el clasico tersebut.

Dilansir BolaSport.com dari Mirror, Coutinho menjadi bulan-bulanan wartawan dan pendukung di media sosial yang mengatakan bahwa el clasico pada Rabu malam merupakan penampilan terburuknya selama 13 bulan di Barcelona.

Salah satu website olahraga kenamaan di Spanyol, Sport, menyebut bintang Brasil itu semakin tidak jelas fungsinya dan harga sang pemain dinilai tidak sesuai dengan kontribusinya.

"Performa putus asa Coutinho tidak mencerminkan orang Brasil," ujar wartawan Lluis Mascaro yang dilansir BolaSport.com.

Baca Juga : Eks Pemain Barcelona: Frenkie de Jong Cocok dengan Gaya Bermain Barca

"Coutinho menunjukkan salah satu pertandingan terburuknya sejak dia di Barca. Dirinya sudah berada di level yang menyedihkan selama beberapa bulan sekarang," tutur dia.

Di media sosial Twitter, Coutinho tidak lepas dari kritik para pendukung setia Barca. Salah seorang pendukung menulis, "Jika Coutinho bangkit hari ini, seharusnya kita menang. Sangat disayangkan."

Pendukung lain menulis, "Kirimkan Coutinho ke seorang psikolog. Namun saya rasa dia juga membutuhkan lebih banyak kritik."

Seorang pendukung lain menulis, "Coutinho hanya jalan-jalan saat berada di lapangan. Sulit untuk mengatakan betapa frustrasinya saya."

Coutinho telah berada di Barca selama lebih dari setahun dan kinerjanya dinilai menurun semenjak bergabung. Hal itu tidak dapat dibenarkan untuk pemain yang telah menelan biaya transfer sebesar 150 juta euro dari Liverpool (sekitar Rp 2,382 triliun). (Bonifasius Anggit Putra Pratama)