KOMPAS.com - Piala Presiden bukan sekadar turnamen pemanasan jelang kompetisi bergulir. Lebih dari itu, turnamen tahunan yang digagas Presiden Joko Widodo ini bisa menjadi berkah bagi rakyat Indonesia.
Lewat turnamen ini, pelatih lokal meraih prestasi. Munculnya pelatih lokal berkualitas akan melahirkan pemain bagus yang bermuara terhadap kemajuan tim nasional.
Dua pelatih lokal yang sejauh ini berjaya di Piala Presiden 2018 adalah Rahmad Darmawan (Sriwijaya FC) dan Djadjang Nurdjaman (PSMS Medan).
Mereka membawa timnya masing-masing lolos ke semifinal. Kualitas mereka sebagai juru taktik akan diuji dua pelatih asing, Stefano Cugurra (Persija Jakarta) dan Hans-Peter Schaller (Bali United).
Indonesia memang cukup minim pelatih lokal berkualitas. Bayangkan, menurut catatan pada Maret 2017, Indonesia hanya memiliki 197 orang pelatih berlisensi A, B, dan C.
Bahkan, dari angka tersebut, Indonesia tidak memiliki lisensi AFC Pro Diploma. Hal itu bakal menjadi masalah nantinya karena klub-klub di kasta tertinggi di Asia harus ditangani pelatih dengan lisensi AFC Pro Diploma pada 2020.
Syarat tersebut disampaikan instruktur pelatih Sutan Harhara. Menurut mantan pelatih Persela Lamongan tersebut, Indonesia tertinggal jika dibandingkan Malaysia, Singapura, dan Thailand.
"Negara-negara di Asia Tenggara sudah memiliki pelatih berlisensi AFC Pro Diploma yang menjadi persyaratan menangani klub mulai 2020. Berarti, tinggal dua tahun lagi mempersiapkan pelatih lokal agar bisa memiliki lisensi tersebut,” tutur Sutan.
“Jadi, targetnya tahun ini atau 2019 sudah ada pelatih lokal yang memiliki lisensi itu. Bila tidak, klub-klub Liga 1 terpaksa memakai jasa pelatih asing. Pelatih lokal yang berlisensi A AFC pada akhirnya melatih klub Liga 2 atau Liga 3,” ucapnya menambahkan.
Sutan menilai banyak pelatih lokal yang berkualitas dan sudah selayaknya mengantungi lisensi tertinggi itu. Pelatih seperti Widodo Cahyono Putro, Indra Sjafri, Aji Santoso, Fakhri Husaini, atau pun Rahmad Darmawan sudah seharusnya berlisensi AFC Pro Diploma.
Mungkin Indonesia perlu belajar kepada Islandia yang beberapa waktu lalu menggelar uji coba di Tanah Air. Kontestan Piala Dunia 2018 itu telah menerapkan sistem sepak bola yang sangat maju.
Islandia sebetulnya jauh di bawah Indonesia jika mengacu luas wilayah dan jumlah penduduk.
Namun, Islandia mampu berprestasi meski minim penduduk. Kemajuan sepak bola Negara Es itu juga merupakan buah kemunculan pelatih-pelatih berkualifikasi top.
Sejak 2002, Asosiasi Sepak Bola Islandia (KSI) bekerja keras merevolusi infrastruktur dan metode kepelatihan. Islandia fokus kepada produksi pelatih-pelatih lokal dengan mengadakan kursus UEFA di ibu kota, Reykjavik.
Hasilnya, lebih dari 800 orang memegang lisensi UEFA dan 185 kepala di antaranya memiliki lisensi tingkat A yang prestisius.
"Anda tak bisa sukses tanpa pemain yang bagus, tapi tim kami saat ini sudah dikembangkan oleh pelatih-pelatih Islandia selama 10-15 tahun terakhir," kata Heimir Hallgrimsson, pelatih timnas Islandia.
"Pelatih sepak bola layak mendapatkan kredit. Sebanyak 70 persen dari kami punya lisensi B UEFA dan 23 persen lisensi A. Mereka mengembangkan semua pemain dari berbagai kelompok umur dan gender," tuturnya.
Kiprah pelatih asing
Minimnya pelatih lokal disebut sebagai salah satu masalah akut di sepak bola Indonesia. Kondisinya ini makin miris bila melihat kejayaan pelatih asing di panggung kompetisi Indonesia dalam dua musim terakhir.
Mari kita tengok lebih dulu kiprah pelatih lokal di Indonesia Soccer Championship 2016. Kompetisi yang digelar saat Indonesia disanksi FIFA tersebut dihuni 12 pelatih lokal.
Mereka adalah Indra Sjafri (Bali United), Yunan Helmi (Barito Puteraq), Bhayangkara FC (Ibnu Grahan), Jafri Sastra (Mitra Kukar), Eduard Tjong (Persegres Gresik United), Aji Santoso (Persela Lamongan), Hanafi (Perseru Serui), Djadjang Nurdjaman (Persib Bandung), Muhammad Zein Alhadad (Persija Jakarta), Suharto AD (PS TNI), Semen Padang (Nilmaizar), dan Widodo Cahyono Putro (Sriwijaya FC).
Sementara pelatih asing berjumlah enam orang yakni Milomir Seslija (Arema), Gomes de Olivera (Madura United), Jaino Matos (Persiba Balikpapan), Angel Alfredo Vera (Persipura Jayapura), Robert Rene Alberts (PSM Makassar), dan Dragan Dukanovic (Borneo FC).
Kendati demikian, pelatih asing pada akhirnya menjadi yang tersukses dari kompetisi dengan 18 klub ini. Pelatih asal Argentina, Angel Alvredo Vera, mampu membawa Persipura Jayapura menjadi kampiun.
Catatan dia cukup baik dengan mempersembahkan 20 kemenangan, delapan seri, dan enam kekalahan. Total, tim berjulukan Mutira Hitam tersebut mengoleksi 69 poin.
Alfredo juga mampu membawa Persipura menorehkan hasil pertandingan dengan skor tertinggi yakni kala mengalahkan Barito Putera dengan skor 5-4 pada 13 Juni 2016.