KOMPAS.com - Ketua Umum (Ketum) Indonesia Football Forever yang menaungi para legenda sepak bola Indonesia, Fary Djemy Francis, mengaku kecewa atas kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, Rabu (29/3/2023) malam WIB.
Dalam rilisnya, FIFA tidak menjelaskan alasan detail mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
FIFA menuliskan narasi 'karena keadaan saat ini'.
Namun, adanya penolakan terhadap kehadiran timnas Israel U-20 yang dilakukan oleh sejumlah partai politik, organisasi masyarakat (ormas), sampai kepala daerah, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Kosten, disinyalir jadi salah satu pertimbangan FIFA dalam mengambil keputusan.
Baca juga: Daftar 36 Pemain Timnas U22 Indonesia untuk Persiapan SEA Games 2023
“Ini semacam paradoks terheboh dalam dunia sepak bola. Kita yang meminta menjadi tuan rumah, kita pula yang menolak jadi tuan rumah. Aturan FIFA dipakai untuk menetapkan Indonesian sebagai tuan rumah Pildun U-20. Namun aturan FIFA ditabrak pula agar salah satu peserta Pildun U-20 tidak boleh bermain di Indonesia. Ini memang aneh, namun keanehan yang nyata,” kata Fary Djemy.
Fary Djemy mengatakan, pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia -20 2023 memakan korban. Impian anak bangsa dari Timnas Indonesia U-20 yang ingin mentas di Piala Dunia U-20 2023 harus pupus.
“Tentu pembatalan Indonesia menjadi host Pildun U-20 ini menelan banyak korban. Baik korban material, korban perasaan, korban impian Garuda Muda kita bahkan hingga korban harga diri. Momentum sepak bola internasional yang sangat strategis untuk negara ini, kita sia-siakan,” ujarnya.
“Malah terjadi polarisasi dalam diri anak-anak bangsa oleh perbedaan menafsirkan keikutsertaan Israel dalam ajang ini. Dengan mudah orang membaca isi kepala dan isi perut kita, bahwa kita adalah bangsa yang sulit memposisikan sepak bola dan politik di ruang kerjanya masing-masing. Kita adalah nation yang kerap melafalkan ayat-ayat agama dan panji-panji keagamaan untuk mencari pembenaran demi memuluskan kepentingan-kepentingan terselubung,” jelas dia.
“Namun kita lupa bahwa dengan ketidakramahan kita terhadap tamu peserta Pildun U-20, dengan penolakan kita terhadap salah satu peserta Pildun ini; kita sebenarnya sedang melukis gambar yang buruk tentang diri kita di kanvas dunia internasional. Dari hasil lukisan itu, negara-negara lain atau lembaga-lembaga dunia yang lain dengan mudah menilai siapa kita dan berpikir ulang apakah kita layak mendapatkan peluang dan momentum internasional lainnya atau tidak,” tuturnya menambahkan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.