Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Trias Kuncahyono
Wartawan dan Penulis Buku

Trias Kuncahyono, lahir di Yogyakarta, 1958, wartawan Kompas 1988-2018, nulis sejumlah buku antara lain Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir; Turki, Revolusi Tak Pernah Henti; Tahrir Square, Jantung Revolusi Mesir; Kredensial, Kearifan di Masa Pagebluk; dan Pilgrim.

Sekarang, Kami Juara

Kompas.com - 19/12/2022, 16:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ANGELICA López dari Buenos Aires mengatakan kepada Politico, "Sekarang, kami juara! Seluruh dunia melihat kami hari ini! Saya tidak dapat menggambarkan kepada Anda emosi yang saya rasakan."

Benar yang dikatakan Angelica López. Maka Lionel Messi pun tak mampu menahan kegembiraannya karena timnya juara, negaranya juara Piala Dunia 2022 di Qatar.

“Sungguh gila terjadi seperti ini,” kata Lionel Messi, yang membuka pintu kemenangan Argentina lewat gol penalti.

Catatan emas itu berhasil digoreskan setelah 26 kali pertandingan, pada Piala Dunia kelima, ketika usia Messi 35 tahun.

Baca juga: Argentina Juara Dunia di Tengah Krisis Ekonominya yang Parah

Messi kini seperti Diego Maradona yang dianggap sebagai "dewa" di Argentina; yang dipuja melebihi segala sesuatu.

Kata Messi, “Saya sangat menginginkan ini. Saya tahu Tuhan akan memberikannya kepada saya. Sekarang saya akan menikmatinya.”

Keyakinan Messi itu beda dengan "dewa" Barcelona, Johan Cruyff, yang mengatakan, “Saya tidak percaya pada Tuhan. Di Spanyol, seluruh 22 pemain bola membuat tanda salib ketika masuk lapangan. Jika apa yang mereka lakukan bertuah, setiap pertandingan akan berakhir seri."

Apapun kata Johan Cruyff, bagi Messi yang penting, "Saya bisa mendapatkan Copa America dan sekarang Piala Dunia yang telah saya perjuangkan dengan sangat keras. Saya mendapatkannya di akhir karier saya."

Tidak bisa dibantah bahwa hari Minggu malam hingga dini hari kemarin adalah harinya Lionel Messi; hari Piala Dunia-nya Lionel Messi. Meskipun, untuk beberapa saat "direbut" Kylian Mbappe, yang pada akhirnya memperoleh sepatu emas.

Baca juga: Messi: Si Kutu yang Menyihir

Yang juga tidak bisa diperdebatkan adalah Stadion Lusail, Doha, Qatar telah menggelar final Piala Dunia terhebat dalam sejarah. Banyak sejarah baru dicatat di Qatar. Hasil Piala Dunia ditentukan oleh nama-nama terbesarnya. Di stadion ini, terjadi kaos, keteraturan diguncang kekacauan.

Pada mulanya, Angel Di Maria seperti mengunci kemenangan. Tetapi, lalu muncul Randal Kolo Muani dan Marcus Thuram, yang dimasukkan manajer Prancis, Didier Deschamps, karena putus asa. Kemudian, sesaat Prancis menguasai Piala Dunia dan merasakan sejarah. Tetapi, Argentina menemukan Emiliano Martinez dan, pada akhirnya Gonzalo Montiel, mengakhiri segalanya.

Harapan rakyat Argentina yang diungkapka lewat lagu "Muchachos"/"Tanah Diego dan Messi" menjadi kenyataan:

En Argentina nací, tierra de Diego y Lionel
de los pibes de Malvinas que jamás olvidaré
No te lo puedo explicar
porque no vas a entender
las finales que perdimos, cuantos años las lloré
Pero eso se terminó, porqué en el Maracaná
la final con los brazucas la volvió a ganar Papá
Muchachos, ahora nos volvimos a ilusionar
Quiero ganar la tercera, quiero ser campeón mundial
Y al Diego, desde el cielo lo podemos ver
con Don Diego y con La Tota, alentándolo a Lionel
Interpretación de 'No sabemos todavía'

(Saya lahir di Argentina, tanah Diego dan Lionel,
Tentang anak-anak dari Malvinas, yang tidak akan pernah saya lupakan.
Saya tidak bisa menjelaskannya kepada Anda,
Karena kamu tidak akan mengerti, Final kami kalah, berapa tahun saya menangis untuk mereka. Tapi itu sudah berakhir, karena di Maracana,
Final dengan 'Brazucas',
Ayah mengalahkan mereka lagi. Guys, sekarang kita kembali bersemangat,
Saya ingin memenangkan yang ketiga, saya ingin menjadi juara dunia,
Dan Diego, di surga kita bisa melihatnya,
Dengan Don Diego dan La Tota, Semangat Lionel!)

Lionel Messi mengangkat trofi Piala Dunia 2022 usai Argentina meraih kemenangan atas Perancis dalam laga final Piala Dunia 2022 di Stadion Lusail, Doha, Qatar, 18 Desember 2022. (Photo by Anne-Christine POUJOULAT / AFP)AFP/ANNE-CHRISTINE POUJOULAT Lionel Messi mengangkat trofi Piala Dunia 2022 usai Argentina meraih kemenangan atas Perancis dalam laga final Piala Dunia 2022 di Stadion Lusail, Doha, Qatar, 18 Desember 2022. (Photo by Anne-Christine POUJOULAT / AFP)
Sepak Bola adalah Saluran Melepaskan Masalah Kehidupan

Sepak bola adalah napas kehidupan Argentina. Kata Pablo Noya (29), seorang yang pernah main bola di klab JJ Urquiza dan Deportivo Español, sepak bola adalah saluran bagi orang Argentina untuk melepaskan diri dari masalah kehidupan sehari-hari mereka.

“Ini adalah momen di mana kami semua sama. Ada orang yang tidak punya apa-apa, tapi dengan sepak bola mereka bisa merayakannya... tidak ada kelas sosial, tidak ada masalah ekonomi. Bagi saya, itulah sepak bola,” katanya.

Saat ini, memang, Argentina tengah dibelit krisis ekonomi berat. Di saat rakyat merayakan kemenangan kesebelasan Argentina atas Prancis di Stadion Lusail, Doha Qatar, rakyat menghadapi kesulitan hidup.

Sesaat, kemenangan Lionel Messi dan kawan-kawan atas Kylian Mbappe dan kawan-kawannya lewat pertandingan yang begitu dramatis, naik dan turun begitu menegangkan bak roller coaster, inflasi juga melaju.

Menurut Bloomberg.com, inflasi tahunan diproyeksikan mencapai 99 persen bulan ini. Para ekonom bahkan memperkirakan angka inflasi akan tembus 100 persen.

Baca juga: Lautan Manusia di Buenos Aires Rayakan Kesuksesan Argentina Juara Piala Dunia 2022

Kondisi seperti ini seperti pada tahun 1986 tatkala Diego Maradona memimpin albiceleste merebut gelar juara dunia. Saat itu, inflasi rata-rata mencapai 116 persen.

Sebelunnya, pada tahun 1978, saat Argentina menjadi tuan rumah dan merebut kursi juara, angka inflasi mencapai 176 persen. Piala Dunia ketika itu dimanfaatkan oleh rejim militer di bawah pimpinan Jenderal Jorge Rafael Videla untuk kepentingan politiknya; untuk menutupi kekejaman rejimnya; untuk "menghipnotis" rakyatnya yang hidup dalam kondisi ekonomi yang buruk (thesefootballtimes.co)

Jenderal Videla, seperti Juan Peron yang berkuasa sebelumnya, menggunakan Piala Dunia sebagai upaya untuk menutupi Dirty War atau Guerra Sucia (Spanyol) adalah "pembasmian" oleh diktator militer (1976-1983) yang disebut Proses Reorganisasi Nasional dengan menyingkirkan lawan-lawan politik sayap kiri. Diperkirakan antara 10.000 dan 30.000 warga tewas; banyak dari mereka “dihilangkan”—ditangkap oleh pihak berwenang dan tidak pernah terdengar kabarnya lagi.

Ini yang kemudian hari melahirkan protes kelompok hak asasi manusia, kaum ibu di Plaza de Mayo di depan Istana Presiden Casa Rosada. Mereka menuntut keadilan atas hilangnya suami, anak, kerabat, dan keluarga mereka selama Dirty War. Protes itu dilancarkan sejak 30 April 1977, hingga kini.

Sepak Bola Jadi Obat Manjur

Di Argentina, sepak bola, memang, obat yang paling manjur untuk mengatasi sakit ekonomi; sepak bola hiburan paling mujarab untuk menghapus duka lara; sepak bola ibarat setetes embun pagi yang menyusup ke kerongkongan yang sudah kering; sepak bola adalah agama mereka.

Kata Leonel (52), seorang konsultan kepada Le Monde (17/12), "Di negeri kami, di rumah, sepak bola seperti agama. Dimulai dari masa kanak-kanak, itu adalah sesuatu yang kami sukai. Tim nasional kami adalah salah satu dari sedikit faktor pemersatu di negara yang masih terbagi antara Peronis dan anti-Peronis [dinamai menurut mantan Presiden Juan Peron (1895-1974) yang menjadi presiden (1946–52, 1952–55, 1973–74; cita-citanya dilanjutkan istrinya Isabela Peron yang jadi presiden 1974-1976 sampai digulingkan militer)]."

Dulu ketika berkuasa (thesefootballtimes.co) Juan Peron menggunakan sepak bola sebagai alat politik untuk mencari dukungan rakyat. Campur tangan pemerintah terhadap sepak bola di zaman Peron, mencapai puncaknya. Perón melihat potensi untuk memanfaatkan energi positif olahraga (sepak bola) untuk memajukan citra, kebanggaan, dan persatuan nasional.

Rakyat Argentina masih ingat, Argentina memenangi Piala Dunia terakhir tahun 1986, tepat tiga tahun setelah berakhirnya diktator militer (1983) dengan terpilihnya Raul R Alfonsin, seorang pengacara, sebagai presiden pada 10 Desember 1983. Raul R Alfonsin menjadi presiden pertama bahkan di Amerika Selatan yang mengadili militer karena melanggar HAM (oxfordre.com).

Sekarang ini, kemenangan Argentina juga memahkotai kaum Peronis (basis dukungannya dari Serikat Buruh, kelas pekerja, dan kaum miskin) yang berkuasa lagi setelah terpilihnya Alberto Fernandez dan Cristina Fernandez de Kirchner, pada 27 Oktober 2019, sebagai presiden dan wakil presiden.

Alberto Fernandez didukung koalisi Frente de Todos (Fron untuk Semua), Partai Peronis bagian dari koalisi ini.

Penyerang Argentina Lionel Messi mengangkat trofi Piala Dunia selama upacara trofi Piala Dunia 2022 Qatar setelah pertandingan final antara Argentina vs Perancis di Stadion Lusail di Lusail, utara Doha pada Minggu 18 Desember 2022. - Argentina menang dalam adu penalti atas Perancis.AFP/FRANCK FIFE Penyerang Argentina Lionel Messi mengangkat trofi Piala Dunia selama upacara trofi Piala Dunia 2022 Qatar setelah pertandingan final antara Argentina vs Perancis di Stadion Lusail di Lusail, utara Doha pada Minggu 18 Desember 2022. - Argentina menang dalam adu penalti atas Perancis.
Argentina dipandang sebagai salah satu negara demokrasi paling stabil. Meskipun pemerintahnya menghadapi banyak tantangan seperti endemik korupsi dan rendahnya tingkat kepercayaan publik.

Menurut Transparency International’s Corruption Perceptions Index, pada tahun 2020, Argentina menempati peringkat 78 dari 180 negara (Councils on Foreign Relations, 7 Februari 2022).

Dibawanya pulang trofi Piala Dunia diharapkan, akan menjadi obat mujarab bagi rakyat yang hidup dalam kesusahan, akan mengalihkan perhatian rakyat dari masalah-masalah politik dan ekonomi yang membuat mereka kurang percaya pada pemerintah.

Menurut data resmi pemerintah tingkat kemiskinan Argentina mencapai 36,5 persen (17,3 juta jiwa) dari 47 juta jumlah penduduk negeri itu, pada paruh pertama tahun 2022 (Buenos Aires Times (28/9/2022).

Hampir empat dari setiap 10 orang di Argentina dianggap miskin; Lebih dari separuh anak berusia hingga 14 tahun hidup dalam kemiskinan, dan 5,3 juta secara nasional berada dalam kemiskinan ekstrem.

Kata Guillermo Alberto, di tengah pesta kemenangan di jalanan Recoleta, Buenos Aires, "Mungkin, dengan sedikit keberuntungan, kemenangan di Piala Dunia ini bisa menjadi awal dari renovasi politik dan ekonomi yang sangat dibutuhkan negara kami.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Piala Asia U23 2024, Pengamat Soroti Mental Pemain Indonesia Saat Bekuk Korsel

Piala Asia U23 2024, Pengamat Soroti Mental Pemain Indonesia Saat Bekuk Korsel

Timnas Indonesia
Ernando Sukses Eksekusi Penalti di Piala Asia U23, Trik dari Pelatih

Ernando Sukses Eksekusi Penalti di Piala Asia U23, Trik dari Pelatih

Timnas Indonesia
Thomas Cup 2024, Fajar/Rian Enggan Terbebani Status sebagai Ujung Tombak

Thomas Cup 2024, Fajar/Rian Enggan Terbebani Status sebagai Ujung Tombak

Badminton
Pelatih Persik Dukung Timnas U23 Indonesia, Senang Lihat Jeam Kelly Sroyer

Pelatih Persik Dukung Timnas U23 Indonesia, Senang Lihat Jeam Kelly Sroyer

Liga Indonesia
Pensiun Usai Thomas Cup 2024, Momota Bakal Rindu Ginting-Axelsen

Pensiun Usai Thomas Cup 2024, Momota Bakal Rindu Ginting-Axelsen

Badminton
4 Fakta Persebaya Vs Persik, Bajul Ijo Tak Mau Lagi Disakiti Mantan

4 Fakta Persebaya Vs Persik, Bajul Ijo Tak Mau Lagi Disakiti Mantan

Liga Indonesia
Pengamat Malaysia Sebut Timnas U23 Indonesia Main Tanpa Rasa Takut

Pengamat Malaysia Sebut Timnas U23 Indonesia Main Tanpa Rasa Takut

Timnas Indonesia
Hasil New England Vs Inter Miami 1-4: Dikejutkan Gol 37 Detik, Messi Mengamuk

Hasil New England Vs Inter Miami 1-4: Dikejutkan Gol 37 Detik, Messi Mengamuk

Liga Lain
Aji Santoso Sebut Prestasi Timnas U23 Indonesia Bukan karena Keberuntungan

Aji Santoso Sebut Prestasi Timnas U23 Indonesia Bukan karena Keberuntungan

Timnas Indonesia
Berjaya di Eropa, Sayu Bella Raih Kemenangan Balap Sepeda untuk Kedua Kalinya

Berjaya di Eropa, Sayu Bella Raih Kemenangan Balap Sepeda untuk Kedua Kalinya

Sports
Mo Salah Ribut dengan Klopp: Akan Ada Api jika Saya Berbicara

Mo Salah Ribut dengan Klopp: Akan Ada Api jika Saya Berbicara

Liga Inggris
Ernando dan Karakter Adu Penalti

Ernando dan Karakter Adu Penalti

Timnas Indonesia
Jadwal MotoGP Spanyol 2024: Balapan Malam Ini, Marc Marquez Start Terdepan

Jadwal MotoGP Spanyol 2024: Balapan Malam Ini, Marc Marquez Start Terdepan

Motogp
Piala Thomas 2024: Jonatan Dikejutkan Lawan, Menang berkat Ubah Pendekatan

Piala Thomas 2024: Jonatan Dikejutkan Lawan, Menang berkat Ubah Pendekatan

Badminton
Jadwal Lengkap Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Vs Uzbekistan

Jadwal Lengkap Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Vs Uzbekistan

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com