Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Toto TIS Suparto
Editor Buku Lepas, Ghostwritter

Editor Buku

Tragedi Stadion Kanjuruhan dalam Bingkai "Sport Ethics"

Kompas.com - 03/10/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Penonton mempertanyakan kinerja Arema FC. Sayang, alih-alih mempertanyakan kinerja, malah memanas jadi anarkis.

Etika yang menular

Hal lain yang menarik dari pengamatan para pengkaji sport ethics adalah sifatnya yang menular.

Hal ini ditegaskan oleh Deborah Agnew, dosen di School of Education di Flinders University di Australia Selatan, bahwa etika selama kompetisi olahraga akan menular kepada kehidupan di luar atau masyarakat. Atau etika dari luar dan masyarakat terbawa ke arena.

Apa yang terjadi di dalam Stadion Kanjuruhan itu bisa saja cerminan kehidupan di luar stadion.

Bukankah kita sering disuguhi kekerasan di luar stadion? Bukankah kita acap melihat elite tertentu yang tak bisa menerima kekalahan? Bukankah kita juga kerap mendengarkan kekerasan verbal antar pemimpin?

Deborah menambahkan bahwa salah satu perilaku yang paling tidak sportif adalah "berbicara sampah" (komentar negatif yang mengejek yang ditujukan kepada lawan) karena sportivitas adalah tentang permainan yang adil dan melakukan perilaku seseorang dengan cara yang dianggap dalam batas yang dapat diterima semangat permainan.

Selama ini kita berharap banyak dari olahraga ini. Begitulah olahraga, betapa kaya etika yang bisa digali sebagai contoh tindakan.

Kata filsuf pendidikan Wendy Kohli (1995), olahraga punya peranan penting sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia.

Sekarang harapan itu sirna. Justru olahraga menjadi contoh buruk bagi penegakan etika dimaksud. Setidaknya akan menjadi catatan negatif, nonton sepak bola menularka etika buruk.

Maka, akan banyak nasihat ibu kepada anak remajanya, "Gak usah nonton bola, kamu bisa menjadi orang bertemperamen buruk!"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com