SLEMAN, KOMPAS.com - Persebaya Surabaya menuntut transparansi proses kerja Komite Disiplin PSSI dalam menetapkan dan menjatuhkan sanksi. Menurut Persebaya, selama ini sidang Komite Disiplin mengambil keputusan sepihak dengan satu dua sumber saja.
Sementara, pihak tergugat tidak diberikan hak bicara untuk menjelaskan situasi yang terjadi.
Alhasil, seringkali sanksi yang dijatuhkan tidak tepat sesuai dengan fakta kejadian.
“Ini sebagai masukan untuk perbaikan kinerja Komdis dan badan yudisial yang ada. Semestinya, pihak-pihak terkait bisa diminta keterangan terlebih dulu sebelum mengambil keputusan,” terang Manajer Persebaya Surabaya, Candra Wahyudi.
"Sehingga, keputusan yang diambil berdasar pertimbangan menyeluruh."
Kritik Persebaya Surabaya merujuk pada kejadian yang dialami Bruno Moreira.
Baca juga: Jelang Persebaya Vs Persiraja: Teror Serius dari Paulo Henrique
Dia mendapatkan keputusan sepihak karena didakwa melanggar Kode Disiplin Tahun 2018 setelah terlibat konflik dengan pemain Persipura Jayapura, Israel Wamiau.
Atas dakwaan tersebut, Bruno Moreira dan Israel Wamiau dihukum larangan tampil dua pertandingan yang tertuang dalam SK Komdis yang didistribusikan kepada masing-masing tim.
Sanksi turun berdasarkan laporan match commissioner. Pihak Persebaya Surabaya ataupun Bruno Moreira tidak dimintai keterangan maupun hak bicara untuk menjelaskan kronologi dan situasi yang terjadi.
Padahal, Persebaya beranggapan tindakan Bruno Moreira merupakan reaksi sebab-akibat. Israel Wamiau yang mereka anggap sebagai pemicu kejadian juga tidak mendapatkan sanksi lebih berat.
“Ini kan menyangkut rasa keadilan. Saya kira bisa dihindari bila pihak yang didakwa juga dimintai keterangan. Sehingga, keputusan nanti bisa benar-benar pas,” ucapnya.
Baca juga: Main Buruk Lawan Persebaya, Persija Akan Duduk Bersama
Atas nama keadilan, Candra Wahyudi mewakili Persebaya Surabaya menuntut adanya perubahan metode penjatuhan keputusan secara sepihak ini untuk meningkatkan kualitas keputusan sekaligus menghindari prasangka yang tidak perlu.
“Bukan kita suci. Kalau memang ada aturan seperti itu, mari kita diskusikan. Semua bisa (diubah) demi kebaikan bersama,” ucapnya lagi.
Selain itu, Candra Wahyudi juga merasa pihak klub perlu mendapatkan penjelasan mengenai tugas dan kewenangan Komdis.
Serta, bagaimana mekanisme dan metode pengambilan keputusan dan hal-hal lain yang bersinggungan dengan klub. Sehingga, klub juga memiliki pemahaman atas sanksi yang diturunkan.
Kasus Bruno Moreira juga menjadi contoh mispersepsi antara Komdis dan klub karena tidak adanya informasi maupun sosialisasi tambahan.
Bruno Moreira mendapatkan larangan main dua pertandingan oleh Komdis.
Pemahaman Persebaya Surabaya larangan itu sudah terpenuhi saat laga lawan Persela Lamongan dan Persija Jakarta.
Ternyata, sanksi yang diberikan merupakan tambahan dari satu sanksi larangan bermain yang diatur regulasi.
Total, Bruno Moreira tidak boleh main selama tiga laga berturut-turut. Informasi ini tidak didapatkan Persebaya Surabaya sebelumnya sehingga mengganggu proses persiapan tim.
“Multi tafsir seperti ini kan tak perlu terjadi bila komunikasinya bagus. Seperti ini, lagi-lagi klub yang dirugikan,” pungkasnya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.