KOMPAS.com - Kekalahan Timnas Indonesia di tangan Malaysia pada Kamis (5/9/2019) terasa sangat pahit bagi legenda Merah Putih, Dede Sulaeman.
Mantan pemain Persija dan Timnas Indonesia tersebut adalah salah satu dari sekitar 65 ribu penonton yang hadir di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, untuk menyaksikan laga perdana Babak Kedua Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia itu.
Pria yang mencetak gol kontra Korea Selatan pada ajang Pra Piala Dunia 1986 itu menyaksikan aksi pasukan Simon McMenemy bersama para legenda timnas lain seperti Ricky Racobi, Nasir Salasa, David Sulaksmono, dll.
Kepada mantan wartawan Tabloid BOLA, Arief Kurniawan, ia menceritakan tentang kesedihannya melihat hasil yang diterima oleh pasukan Simon McMenemy.
Menurut Dede Sulaeman, ia sudah membahas dengan para legenda timnas tersebut bahwa berat bagi Indonesia untuk menang lawan Malaysia.
Hal itu akhirnya terbukti walau timnas sempat memimpin 2-1.
Baca Juga: VIDEO Dua Gol Cantik Beto Goncalves pada Laga Timnas Indonesia Vs Malaysia
"Timnas Indonesia hanya mampu bermain 20 menit babak pertama saja sehingga mampu mencetak 2 gol ke gawang Malaysia," ujarnya.
"Selebihnya, selama 70 menit ke depan, Malaysia mengendalikan permainan. Tim tamu dapat memutar balik skor menjadi 2-3 untuk kemenangan Malaysia."
Bagi pemain yang memperkuat Persija selama lima tahun dari 1973 ini, timnas Indonesia kalah segalanya.
"Aspek skill individu, kerja sama tim, organisasi permainan, percaya diri, kekuatan, kelincahan dan kecepatan para pemain Malaysia lebih unggul dari Indonesia," ujar pemain yang turut membawa tim Garuda juara Subgrup 3B Kualifikasi Piala Dunia 1986 zona Asia ini.
Baca Juga: Ini Halangan Terbesar Alex Marquez Promosi ke Kelas MotoGP
"Hal yang lebih memprihatikan adalah kecerdasan serta mental para pemain Malaysia lebih unggul ketimbang pemain Indonesia," tutur juara kompetisi Perserikatan 1979 bersama Persija Jakarta ini lagi.
Ia juga mengatakan kalau pelatih Malaysia, Tan Cheng Hoe, lebih unggul dan cerdas dalam strategi permainan jika dibanding coach Simon McMenemy.
Pria yang identik dengan nomor 17 ini mengatakan bahwa penampilan lesu tersebut turut menyumbang ke perilaku suporter.
"Kerusuhan suporter salah satunya sebagai akibat kekecewaan dari buruknya permainan timnas, yang bermain tidak seperti harapan sementara mereka begitu bersemangat dan punya harapan tinggi," ujarnya.
Top scorer kompetisi Galatama 1982-1983 dengan 17 gol ini lalu menceritakan kesedihannya ketika meninggalkan stadion setelah pertandingan usai.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.