Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Sepak Bola, Malaikat Berdarah Dingin

Kompas.com - 10/07/2016, 20:04 WIB

Penulis: Sindhunata 

KOMPAS.com - Piala Eropa mempunyai slogan ”siklus 12 tahunan”. Dalam siklus 12 tahunan itu tersimpan mitos, kesebelasan kecil dan pinggiran akan keluar sebagai juara.

Tahun 1992, Denmark, kesebelasan negeri dongeng, keluar sebagai pemenang. Dua belas tahun kemudian, tahun 2004, Yunani, yang sama sekali tak diunggulkan, merebut mahkota bola Eropa.

Slogan ”siklus 12 tahunan” itu dicanangkan oleh Wales, ketika mereka akan menghadapi Portugal. Wales merasa diri sebagai kesebelasan kecil.

Tahun 2016 ini adalah 12 tahun setelah Yunani juara. Tidakkah mungkin jatah juara itu sekarang jatuh ke tangan Wales? Begitu keyakinan Gareth Bale dan kawan-kawannya ketika mereka hendak menghadapi Portugal. Ternyata di semifinal Wales gugur.

Namun, sekarang masih ada pertandingan final, antara Perancis dan Portugal. Di kancah bola Eropa, Portugal dikenal sebagai ”negara kecil” walau mempunyai pemain hebat sekelas Cristiano Ronaldo, Nani, dan Pepe.

Alasannya, tak sekali pun mereka juara walau telah sekian banyak kali hadir dalam Piala Eropa. Portugal dibandingkan dengan Jerman, Italia, dan Perancis memang dianggap tidak terlalu istimewa. Namun, jika siklus 12 tahunan itu berlaku, tidakkah saat ini adalah kesempatan Portugal, si negara kecil bola itu, meraih juara?

FRANCISCO LEONG/AFP Cristiano Ronaldo (kanan) berbicara dengan Gareth Bale setelah Portugal menang atas Wales pada partai semifinal Piala Eropa di Stade Parc Olympique Lyonnais, Rabu (6/7/2016).

Dalam bola memang banyak hal tak dapat diduga. Sekarang Portugal yang tertatih-tatih malah sudah menjejakkan kaki ke final. Sementara Jerman, yang dianggap bermain lebih baik dibandingkan Perancis, malah sudah terusir pulang di semifinal, dan Perancis-lah yang di final menghadapi Portugal.

Memang, seperti ditulis wartawan bola Christian Spiller dari koran Zeit, bola itu adalah sport yang aneh. Bola itu indah karena belum tentu kesebelasan yang lebih baik bisa menang. Sekaligus bola itu juga menjengkelkan, justru karena fakta, bahwa kesebelasan yang lebih jelek belum tentu kalah.

Joachim Loew boleh saja memuji kesebelasan Jerman bermain lebih baik. Namun, akhirnya yang menentukan adalah gol. Dan, dua gol di semifinal itu dibuat oleh Perancis, bukan Jerman.

Gol itu bisa saja sebuah keberuntungan. Namun, dengan demikian, keberuntungan ini makin menerangkan betapa bola itu adalah sebuah absurdum.

Dalam absurdum itu tersembunyi misteri, seperti ditulis oleh penyair Italia, Pietro Metastasio: ”Sering kali orang kehilangan yang baik justru ketika ia mencari yang lebih baik.” Itulah absurdum yang membuat bola jadi menarik dan mencekam.

Kali ini Jerman merasa tidak beruntung, dan Perancis bernasib baik. Namun, Perancis pun merasa, mereka juga mempunyai trauma ketidakberuntungan terhadap Jerman. Itu terjadi pada semifinal Piala Dunia 1982 di Sevilla, Spanyol.

Sampai waktu normal, skor 1-1, antara Perancis dan Jerman. Dalam perpanjangan waktu, Perancis unggul 3-1 lewat gol Marius Tresor dan Alain Giresse.

Namun, ketika pertandingan hampir berakhir, Karl-Heinz Rummenigge dan Klaus Fischer bisa menyamakan kedudukan jadi 3-3. Pertandingan dilanjutkan dengan adu penalti, dan Jerman menang 5-4.

”Kekalahan yang sungguh menyakitkan. Tak mungkin rasanya berdamai dengan kekalahan itu. Ibaratnya, orang kehilangan anggota keluarganya tercinta karena mati, lalu dia bilang, aku telah melupakannya. Mana mungkin itu terjadi?” kata Giresse mengenang kejadian 25 tahun lalu.

 

Sang-Froid

Sekarang, dalam Piala Eropa 2016, juga dalam pertandingan semifinal, trauma itu sudah disembuhkan oleh dua gol Antoine Griezmann, yang mengusir Jerman pulang. Dan, Griezmann pun membuat fans Perancis ekstase. Bersama Griezmann, mereka semakin yakin Perancis akan menumbangkan Portugal di final.

Memang Griezmann bermain luar biasa. Para pengamat bilang, Perancis sangat sedikit menguasai bola. Tanpa Griezmann sulit mereka menang ketika melawan Jerman. Sementara dari pertandingan ke pertandingan, Griezmann telah menjadi pusat di mana roda permainan Perancis digerakkan.

Griezmann sangat cekatan dalam menjemput bola. Umpan dari rekannya, sesukar apa pun, dapat ia tangkap dengan presisi yang mengagumkan. Lalu ketika membawa bola, ia bisa bergerak dengan cepat, sampai lawan-lawannya tak tahu ia sudah berada di mana.

PATRIK STOLLARZ / AFP Penyerang Perancis, Antoine Griezmann, merayakan golnya usai membobol Jerman dari titik putih pada laga semifinal Piala Eropa 2016, pada 7 Juli 2016.

Griezmann juga terampil dan kuat dalam membela pertahanan. Itu dipelajarinya dari grand master seni bertahan, Diego Simeone, pelatihnya di Atletico Madrid. Ia cerdik mengambil
posisi di belakang ujung tombak, dan bila musuh menyerang, dengan cepat ia bisa berbalik
ke belakang membela pertahanan.

Simeone telah mengajarinya, kalau ia sudah menang 1-0 pun, itu sudah cukup untuk bertahan, dan jangan gegabah dalam menyerang. Anjuran ini membuat Griezmann bermain dengan amat efektif.

Sejak melawan Irlandia, Didier Deschamps memosisikannya ke sayap kanan supaya ia lebih mempunyai ruang untuk menyerang ke depan dan membuat gol. Itu pun bisa dilakukannya dengan baik. Maka, tulis koran L'Équipe, ”Hanya sedikit pemain di dunia yang bisa memenuhi demikian banyak peran dengan sangat efektif seperti Griezmann.”

Griezmann dengan dingin menggunakan kakinya yang tajam bagaikan pisau yang tak segan-segan membelah gawang lawan. Fans Perancis menyebut aksinya sang-froid, aksi seorang pembunuh berdarah dingin.

Ini tampaknya berlawanan dengan wajahnya yang innocence itu. Pantas bila mantan pelatihnya di Real Sociedad Martin Lasarte berkata, ”Griezmann tampak seperti malaikat, tetapi sesungguhnya ia adalah setan.”

Bersama Perancis, Griezmann sudah di ambang juara. Perlu diingat pula, dalam pertandingan final nanti, Griezmann masih mempunyai ambisi lain, yakni mengalahkan Ronaldo.

Ronaldo dengan Real Madrid-nya telah merusak mimpinya bersama Atletico untuk menjadi juara Spanyol. Sekarang saatnya ia memulihkan lagi impiannya.

Versi cetak artikel ini terbit di Harian KOMPAS edisi 10 Juli 2016 halaman pertama dengan judul yang sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hasil Aston Villa Vs Chelsea 2-2: Gol Dianulir, The Blues Bawa Pulang 1 Poin

Hasil Aston Villa Vs Chelsea 2-2: Gol Dianulir, The Blues Bawa Pulang 1 Poin

Liga Inggris
Leverkusen 46 Laga Tanpa Kalah, Xabi Alonso Benar-benar Fenomenal

Leverkusen 46 Laga Tanpa Kalah, Xabi Alonso Benar-benar Fenomenal

Bundesliga
Juventus Vs AC Milan, Tidak Ada Pemenang

Juventus Vs AC Milan, Tidak Ada Pemenang

Liga Italia
Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Badminton
Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Liga Inggris
Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Timnas Indonesia
3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

Timnas Indonesia
Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

Timnas Indonesia
Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Menang, Marquez Jatuh

Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Menang, Marquez Jatuh

Motogp
Hasil West Ham Vs Liverpool 2-2, The Reds Gagal Menang

Hasil West Ham Vs Liverpool 2-2, The Reds Gagal Menang

Liga Inggris
Tahu Kekuatan Indonesia, Uzbekistan Bersiap

Tahu Kekuatan Indonesia, Uzbekistan Bersiap

Timnas Indonesia
Hasil Piala Thomas 2024: Jonatan Berjaya, Indonesia Bekuk Inggris

Hasil Piala Thomas 2024: Jonatan Berjaya, Indonesia Bekuk Inggris

Badminton
Piala Asia U23: Uzbekistan Kuat, Indonesia Punya Pengalaman dari Ferarri-Hokky

Piala Asia U23: Uzbekistan Kuat, Indonesia Punya Pengalaman dari Ferarri-Hokky

Timnas Indonesia
Arteta Dapat Saran dari Wenger untuk Bawa Arsenal Juara Liga Inggris

Arteta Dapat Saran dari Wenger untuk Bawa Arsenal Juara Liga Inggris

Liga Inggris
Hasil Kualifikasi MotoGP Spanyol 2024: Marquez Terdepan, Disusul Bezzecchi-Martin

Hasil Kualifikasi MotoGP Spanyol 2024: Marquez Terdepan, Disusul Bezzecchi-Martin

Motogp
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com