Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garuda Emas Itu Berapa Harganya?

Kompas.com - 24/12/2013, 12:48 WIB
Ary Wibowo

Penulis

"Jangan harap dengan persiapan singkat, Indonesia lalu punya sebuah kesebelasan hebat." Begitu kata Anatoly Fyodorovich Polosin. Pelatih asal Rusia yang sukses membawa skuad Garuda meraih emas SEA Games 1991 di Manila itu seakan meramalkan persoalan yang bakal terus dihadapi sepak bola Indonesia.

Sejatinya, persiapan mengikuti turnamen internasional takkan menjadi masalah besar jika kompetisi sepak bola di negeri ini sudah tertata dengan profesional. Jika saja para pengurus PSSI mampu membentuk sistem kompetisi yang sehat, talenta-talenta muda Indonesia pun bisa diasah menjadi pemain hebat.

Padahal sudah banyak contoh dan inspirasi untuk mengembangkan potensi-potensi pemain muda dengan pembentukan kompetisi yang sehat dari negara lain. Jerman, misalnya, ketika kegagalan mereka di Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000, Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) langsung sigap bereaksi.

Alhasil, pada 2002, DFB bersama Liga Sepak Bola Jerman (DFL) dan Asosiasi Liga Jerman berkoordinasi untuk membangun pengembangan pemain usia muda dengan gelontoran dana besar. Sebanyak 36 klub yang bermain di Bundesliga I dan II diwajibkan untuk memiliki akademi mandiri. Setidaknya, setiap klub itu harus memiliki 12 pemain di setiap kelompok umur yang memenuhi syarat untuk membela timnas Jerman.

DFB juga mendirikan sekitar 120 pusat sepak bola nasional yang khusus mendidik pemain berusia 10-17 tahun sampai pelosok Jerman. Bahkan, Undang-Undang Imigrasi Jerman pun diubah untuk memberikan kemudahan kepada imigran usia muda untuk mendapatkan paspor Jerman. Cara ini dilakukan Jerman untuk melakukan "investasi" sepak bola negara mereka.

Maka dari itu, wajar jika Jerman dijadikan tujuan sejumlah negara Asia untuk mengembangkan bakat para pemain muda. Contohnya, Shinji Kagawa, gelandang asal Jepang yang telah meraih kesuksesan bersama Borussia Dortmund, yang kini berkarier di Manchester United. Berkat talenta-talenta yang diurus dengan baik itu pula, Jepang mampu tampil konsisten dalam perhelatan Piala Dunia sejak 1998.

Harga
Di Indonesia? Kegagalan demi kegagalan selama puluhan tahun rasanya tidak membuat para pengurus sepak bola jera. Konflik berkepanjangan mereka beberapa waktu lalu pun terkesan hanya menjadi "pengalihan isu" terhadap realita bahwa Indonesia ternyata sudah jauh tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya dalam bidang sepak bola.

Tidak usah jauh-jauh, lihat saja sulitnya Indonesia sekarang melawan Timor Leste. Hasil 0-0 pada fase Grup B SEA Games 2013 merupakan salah satu contoh sepak bola Indonesia telah mengalami kemunduran. Hasil tersebut serta kegagalan demi kegagalan SEA Games harus segera disikapi dengan produktif oleh PSSI, selaku otoritas sepak bola tertinggi di negeri ini.

Para pengurus PSSI harus selalu ingat bahwa negeri ini tidak akan pernah kekurangan sumber daya talenta muda sepak bola. Para pengurus itu juga harus ingat seluruh kerja keras mereka hanya bisa dipertanggungjawabkan kepada publik Indonesia dengan hasil yang tercipta dari lapangan sepak bola.

Sekarang, publik bakal kembali melihat keseriusan PSSI dalam membentuk kompetisi sehat dan profesional agar tidak ada lagi alasan pemain kurang berpengalaman atau minimnya persiapan jika tiap kali timnas menuai kegagalan.

Toh, jika selama ini para pengurus itu rela mengeluarkan biaya serta tenaga besar dalam kegigihannya meraih puncak kekuasaan sepak bola, maka publik pun rasanya bisa balik bertanya hingga saat ini, sudah berapa besarkah biaya, keikhlasan, dan upaya mereka agar Indonesia bisa kembali berpesta sembari menggenggam emas yang hilang di tangan skuad Garuda?

"Jika kamu menang, kamu adalah seorang dewa, jika kamu kalah, kamu adalah ketiadaan belaka." - Nevio Scala, eks pelatih Borussia Dortmund.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com