Sebaliknya adalah musim 2006/07. Madrid menang 2-0, lalu imbang 3-3 dalam dua kali pertemuan kedua klub. El Real pun sukses mengudeta Barca sebagai juara.
Musim 2012/13 barangkali adalah pengecualian. Meski Madrid sempat mengalahkan Barca 2-1 di Santiago Bernabeu, tetapi justru Barcelona yang merajai liga pada akhir musim.
Dalam sebuah pernyataannya pada Agustus, gelandang andalan Barca Xavi Hernandez pernah menolak anggapan bahwa Liga Spanyol merupakan ajang dua kuda pacu. Ia berpendapat, saat ini lebih banyak klub Spanyol yang bisa menjadi kekuatan baru. Malaga, sebut dia, adalah salah satunya.
"Aku tak percaya kompetisi Liga BBVA hanya untuk dua kuda pacu. Seluruh klub berjuang meraih kemenangan. Malaga telah membuktikan hal tersebut," jelas Xavi seusai menaklukkan Malaga 1-0, Minggu (25/8/2013).
Namun nyatanya, sejak 2004 Barca dan Madrid praktis adalah penguasa La Liga. Seperti yang dikemukakan Fitzpatrick, sulit bagi suporter selain kedua klub untuk memikirkan kans juara. Klub-klub lain hanya berkonsentrasi untuk bertahan di La Liga, atau memburu tiket kompetisi Eropa.
Mengapa Barca dan Madrid?
Tak bisa dimungkiri, ada kekuatan dana bicara. Bukan rahasia soal besarnya anggaran kedua klub raksasa itu.
Fitzpatrick menyebutkan, anggaran belanja kedua tim ini empat kali lebih besar dibanding klub-klub lain. Favoritisme penonton televisi terhadap dua klub ini pun turut berpengaruh.
Sistem pembagian hak siar di Spanyol tidak sama dengan di Inggris, misalnya. Klub-klub Spanyol tidak bernegosiasi secara kolektif mengenai pembagian hak siar. Masing-masing klub bernegosiasi sendiri. Hanya sedikit klub yang bisa menawar dengan harga tinggi, yang itu adalah Madrid dan Barca di antaranya.
Dalam satu musim, baik Madrid maupun Barca bisa menangguk 110 juta euro dari hak siar televisi. Jumlah ini dua kali lipat dibanding juara Premier League Manchester United yang "hanya" mendapat 50 juta euro.
Bandingkan dengan Valencia yang hanya menangguk 37 juta euro. Klub-klub pesaing pun tak berdaya sehingga menyuarakan perlunya pembagian hak siar yang lebih adil.
Keuntungan dari hak siar, ditambah penjualan tiket stadion serta merchandise ini, memungkinkan Barca maupun Madrid membeli pemain-pemain yang dinilai layak menjadikan skuad mereka mampu bersaing. Kehadiran bintang-bintang juga menjadi "penghias" setiap episode El Clasico, membuat pertemuan kedua kubu menjadi begitu memikat.
"By-product" rivalitas
Pada akhirnya, apa pun sejarah dan latarnya, di lapangan hijaulah bermuara persaingan kedua klub ini. Karena itu, El Clasico pun kerap "melahirkan" rivalitas baru.
Dalam tiap laga kedua tim, akan ada dua pelatih yang memutar otak demi menemukan strategi terbaik meredam lawan. Di lapangan, akan ada dua pemain tengah yang beradu lihai mengatur permainan, dan dua penyerang beradu tajam untuk mencetak gol. El Clasico bukan lagi soal klub Barca atau Madrid.