Di beberapa daerah di Polandia, nyanyian antisemit (kebencian terhadap Yahudi) dikumandangkan sekelompok warga di beberapa sudut kota menjelang Piala Eropa 2012. Beberapa pendatang berkulit hitam juga menerima hinaan berupa suara bak kera yang dilontarkan dari teras-teras rumah penduduk.
Nomor 88 di Jerman
Rasisme dalam sepak bola Jerman lebih halus. Suara kera digantikan dengan kode, misalnya nomor 88 yang identik dengan HH. Huruf-huruf itu merupakan singkatan dari ”Heil Hitler” atau ”jayalah Adolf Hitler”, pemimpin Jerman yang memicu Perang Dunia II.
Rasialisme di Jerman turut diakselerasi reunifikasi pada tahun 1990. Gerakan baru neo-Nazi mulai melebarkan sayapnya dalam persepakbolaan. Mereka memanfaatkan pertandingan-pertandingan sepak bola sebagai ajang untuk menyerang komunitas lain, terutama keturunan Turki.
Dalam laga antarklub Jerman, Sachsen Leipzig dengan Hallescher, pemain Adebowale Ogungbure juga diteriaki ”nigger” yang merupakan istilah bagi budak berkulit hitam. Pemain gelandang Sachsen Leipzig dari Nigeria itu juga diludahi dan dipanggil monyet.
Sebagai balasannya, ia meletakkan dua jari di bawah hidung dan memberikan salam Nazi kepada para pendukung Hallescher yang menghinanya. Ogungbure ditahan polisi Jerman karena segala hal yang berbau Nazi dilarang. Namun, ia dibebaskan 24 jam kemudian.
Kejadian lain yang cukup menarik perhatian pemerhati sepak bola adalah saat Inggris menghadapi Spanyol dalam pertandingan persahabatan di Stadion Santiago Bernabeu, Madrid, Spanyol, November 2004. Shaun Wright-Phillips dan Ashley Cole menjadi korban.
Jika kedua pemain Inggris berkulit hitam itu mendribel bola, suara-suara kera dari para pendukung Spanyol membahana. Bahkan, ketika para pemain Inggris masih menyanyikan lagu kebangsaannya, ”God Save The Queen”, sebelum laga dimulai, sejumlah fans ”La Furia Roja” sudah mencemooh.
Pihak UEFA memberlakukan denda untuk menekan tindakan rasialisme. Namun, upaya itu tampaknya tak berdampak besar. Setelah investigasi terhadap laga Spanyol-Inggris, UEFA memberikan denda 87.000 dollar AS (sekitar Rp 820 juta) kepada Federasi Sepak Bola Spanyol.
Spanyol diancam menerima sanksi lebih berat jika rasialisme masih terjadi. Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Menteri Olahraga Inggris Richard Caborn bahkan bereaksi. Caborn menyatakan, perilaku fans Spanyol lebih terbelakang 20-30 tahun ketimbang Inggris.
Bahkan, Afrika juga tak lepas dari rasialisme. Maklum, di ”Benua Hitam” itu bermukim banyak suku. Perang dan konflik negara-negara miskin yang berkecamuk menjadi akar persoalan rasialisme yang mengemuka dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sepak bola.
Hanif Adams, pemilik klub sepak bola Zambia, Lusaka Dynamos, mendapatkan perlakuan rasis sewaktu mencalonkan diri menjadi presiden Asosiasi Sepak Bola Zambia. Adams tak disukai beberapa pencandu sepak bola Zambia karena ia keturunan India. (bay)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.